“Gue punya terlalu banyak interest, susah banget bagi gue untuk milih satu. Kalau gue fokus ke satu hal, gue ngerasa berat untuk ngelepas interest gue yang lain.”
“Gue sering banget memulai sesuatu, tapi terus gue tinggalin sebelum selesai untuk pindah ke proyek yang lain.”
“Pokoknya gue suka deh ngebikin macem-macem, mulai dari bikin bisnis, bikin film pendek, apapun deh.”
Kalau lo merasa diri lo sesuai dengan pernyataan di atas, ada kemungkinan lo punya tipe kepribadian scanner. Apa sih scanner itu?
Istilah ini pertama dibuat oleh Barbara Sher, seorang penulis dan career coach dalam bukunya yang berjudul I Could Do Anything If I Only Knew What it Was and Refuse to Choose. Scanner sebenarnya cuma istilah baru yang diperkenalkan oleh Sher. Sebelumnya, tipe orang kayak gini lebih sering disebut Jack of All Trades, Renaissance man, atau eclectics.
Baca juga: Berhenti Mencari Ide Brilian
Kenapa sih penting banget membahas tentang para scanner? Alasannya karena banyak scanner di dunia ini yang seumur hidup ngerasa ada yang salah dengan diri mereka. Karena mereka punya banyak banget interest, mereka jadi indecisive banget untuk nentuin mau jadi apa. Bahkan, banyak scanner yang didiganosis mengidap penyakit Attention Deficit Disorder.
Orang-orang di sekitar para scanner pun bisa memberikan pressure karena memaksa mereka untuk memilih. Contohnya, ada anak yang baru lulus SMA dan harus memilih jurusan kuliah. Anak ini suka seni, tapi dia juga suka sains dan bahasa. Waktu harus milih jurusan, dia jadi stress banget, dan orangtuanya bilang, “Kamu gak bisa ngelakuin semuanya. Mau gak mau kamu harus milih.”
Baca juga: Jangan Asal Nurut Orangtua
Contoh lain, seorang scanner yang senang banget memulai sesuatu tapi gak pernah menyelesaikan apapun karena selalu pindah-pindah. Orang pun lama-lama bakal ngetawain dia karena dianggap “hangat-hangat tahi ayam”.
Mungkin kalau lo bukan scanner, lo bakal mikir, “Ya emang bener salah dia sendiri lah, kenapa gak bisa komitmen ke satu hal?”. Nyatanya, orang lain cenderung gak ngerti “penderitaan” seorang scanner kalau dipaksa memilih.
Di sini gue pengen ngebahas kalau gak ada yang salah kok dengan diri lo kalau lo adalah scanner. Faktanya, otak para scanner memang punya cara kerja yang berbeda dengan orang pada umumnya. Terus, gimana dong solusinya?
Baca juga: Kenapa Bodoh Itu Mesti Dipiara
Menurut si Barbara Sher, solusinya adalah: lo gak harus milih. Lo gak harus settle down dengan satu hal. Lo gak harus berhenti mengeksplor. Faktanya, lo bisa kok mendesain hidup yang memang cocok dengan sifat alami lo yang multi-talented dan selalu curious.
Contoh paling nyata adalah hidup yang didesain oleh Leonardo da Vinci untuk dirinya. Da Vinci benar-benar manusia serba bisa: pelukis, arsitek, musisi, penemu, serta ahli di berbagai bidang kayak matematika, anatomi, geologi, kartografi, dan botani. Faktanya, Da Vinci hanya menyelesaikan 15% dari semua proyek yang pernah dia mulai. Nah lho?
Apa sih yang Da Vinci lakukan? Sederhana: he kept a journal. Scanner seringkali jadi gak fokus karena overwhelmed dengan ide-ide yang selalu muncul di kelapa mereka. Dengan mencatat ide-ide itu di jurnal, otak lo bisa lebih tenang, dan saat bosan, lo bisa membuka jurnal lo dan mulai memilih “proyek” berikutnya yang ingin lo kerjakan.
Baca juga: Practice Doesn’t Make Perfect
Supaya semua curiousity dan talent lo sebagai seorang scanner tetap terpuaskan, lo juga bisa menjalankan suatu proyek yang sifatnya “mengkurasi”. Misalnya, lo bisa bikin sebuah blog atau website yang isinya adalah kurasi dari semua hal yang menjadi interest lo. Istilahnya, blog atau website itu adalah manifestasi dari scanner untuk scanner. Atau, kalau lo seneng tampil, lo juga bisa bikin vlog (video blog) atau web series lo sendiri di YouTube, di mana lo jadi talk show host yang membahas apapun yang menjadi interest lo.
Pada akhirnya, kalau lo seorang scanner, jangan berusaha mengubah sifat alami lo itu. Embrace your nature and don’t stop wandering. Siapa tahu lo adalah Leonardo Da Vinci berikutnya?
Image header credit: gratisography.com
Comments 1