Perempuan, khususnya di Indonesia, punya banyak stigma dan ekspektasi di lingkungannya. Sadar atau enggak, stigma dan ekspektasi ini mempengaruhi mindset banyak perempuan untuk sepenuhnya mengenali dirinya sendiri. Perempuan harus bisa masak, perempuan kodratnya di rumah aja, perempuan seharusnya ini, itu dan sebagainya. Sering kan denger hal-hal kayak gitu?
Namun, di balik berbagai stigma yang seliweran itu, masih banyak perempuan yang berani melewati batas-batas itu untuk eksplorasi diri sepenuhnya dan jadi berdampak bukan hanya untuk dirinya sendiri, juga untuk orang banyak.
Ditambah dengan makin gencarnya pemanfaatan teknologi dan transformasi digital di berbagai bidang, perempuan juga banyak yang menginisiasi dan ikut andil di dalamnya. Gak tanggung-tanggung, perempuan juga gak sedikit yang ambil peran sebagai leader di berbagai startup.
Sepak terjang perempuan sebagai pemimpin
Putri Izzati, selaku inisiator dan managing director dari Simona Accelerator, pada Demo Day oleh Kibar tahun 2019 lalu, memaparkan bahwa perempuan sebagai pemimpin ataupun pembuat keputusan seringkali kurang terekspos, khususnya di dunia digital.
Padahal, Bruce Delteil (Partner McKinsey & Company Indonesia) dalam sesi keynote “The Power Of Parity, Advancing Women’s Equality” mengemukakan bahwa “51% dari pemilik Usaha Kecil Menengah di Indonesia adalah perempuan, lebih baik bila dibandingkan dengan persentase global yang hanya sebesar 34%.
Baca juga: Dukung Pemimpin Perempuan di Ranah Teknologi
Artinya apa? Data tersebut memiliki makna bahwa perempuan memiliki potensi besar untuk menjadi seorang pemimpin, khususnya di bidang bisnis. Hal ini tidak banyak diketahui orang-orang, padahal seharusnya bisa lho mematahkan stigma negatif atas perempuan di Indonesia. Terus ada data satu lagi dari Harvard Business Review, tentang penelitian yang menunjukkan bahwa perempuan lebih efektif dalam memimpin ketimbang laki-laki, khususnya ketika masa krisis.
Perempuan dan industri startup Indonesia
Beberapa tahun terakhir ini, dunia startup Indonesia diramaikan oleh perempuan yang memiliki peran besar di industri tersebut. Mereka menduduki berbagai jabatan yang strategis, termasuk CEO. Sebut saja Faye Wongso, Co-Founder & CEO Kumpul, Leonika Sari, CEO Reblood, bahkan ada perempuan di balik berdirinya Ziliun, yaitu Putri Izzati. Belum lagi jabatan-jabatan strategis lainnya, seperti manager, editor in chief, head of business development, dsb, yang juga banyak diisi oleh perempuan.
Ini tentunya memberikan angin segar bagi pergerakan perempuan di Indonesia. Seperti yang kita ketahui bahwa startup merupakan perusahaan rintisan yang berbasis teknologi, di saat yang sama, selama ini industri teknologi dipenuhi oleh laki-laki. Dengan perempuan terlibat langsung di dalam proses perkembangan startup, berarti tidak hanya perempuan terlibat secara signifikan di dunia bisnis, tapi juga di bidang teknologi.
Kemudian, hal lain yang bisa disorot dari topik ini adalah: bidang startup yang dijalankan oleh para perempuan ini juga tidak melulu berkaitan dengan hal-hal yang mengarah ke perempuan.
Misalnya, perempuan hanya mendominasi startup di bidang kecantikan, fesyen, atau kuilner. Nyatanya tidak begitu, justru perempuan di startup juga berkecimpung di bidang yang selama ini dianggap “laki-laki banget. Lihat aja tuh, Faye Wongso yang bisnisnya berupa co–working space.
Merayakan pemberdayaan perempuan
Merayakan Hari Perempuan Internasional menjadi momen untuk kita semua agar turut merayakan pemberdayaan perempuan. Ini bisa terlihat di berbagai aspek, salah satunya di industri startup. Adanya “perwakilan” perempuan di industri tersebut juga menjadi bukti bahwa ada suara perempuan yang menjadi hal signifikan.
Sekali lagi, selamat Hari Perempuan Internasional dan semoga semakin banyak perempuan di Indonesia yang melebarkan sayapnya di industri startup!