Apakah yang posting soal #SaveHajiLulung semuanya udah take time untuk analisa masalah yg sebenarnya terjadi? Atau hanya seru-seruan aja ngikutin tren sosial media?
Suatu malam, gue terpingkal-pingkal mendapati segala macam postingan bertemakan #SaveHajiLulung yang bukan hanya merajai sosial media di nasional tapi internasional. Saking penasarannya gue mencari tahu siapa dan apa kesalahan seorang Haji Lulung. Sekedar informasi bahwa Haji Lulung atau Abraham Lulung Lunggana mulai hits semenjak konflik dengan Basuki Tjahaja Purnama ‘Ahok’ dalam kasus DPRD DKI Jakarta vs Gubernur DKI Jakarta soal pengadaan UPS di anggaran Dinas Pendidikan 2014. Salah satu statement Haji Lulung yang paling terkenal di media adalah “Situasi begitu bayangin kalau bapak moyang lu ditunjuk-tunjuk. Lu bayangin tua-tua di situ ditunjuk, lu gila apa. Kita reaktif, spontan. Kita nasihatin” (merdeka.com, 2015).
Lalu, semenjak itu muncullah berbagai macam jokes di sosial media, berikut contoh-contohnya yang gue lansir dari salah satu media (tempo.co, 2015):
“Haji lulung kalo laper tengah malem, McD yang nelpon duluan. #SaveHajiLulung”
“Kamu tau gak akun Gmail Haji Lulung? [email protected]”
“Tips terhindar dr begal, tempelkan stiker: #SaveHajiLulung”
“Haji Lulung nyetir mobil gak perlu ngerem, cuma melotot doang mobilnya berhenti sendiri #SaveHajiLulung”
“Haji Lulung distop polisi, polisinya yang nanya, “Bapak tahu kesalahan saya?” #SaveHajiLulung”
Baca juga: Ekspektasi Bukan Sumber Sakit Hati
Media Darling
Lucu kan? Tapi bukan itu poinnya. Secara pribadi, gue ga keberatan sama sekali dengan tren #SaveHajiLulung. Ini merupakan salah satu bukti bahwa ada grassroot movement di kalangan masyarakat melalui sosial media. Bentuk ketidaksukaan yang diwujudkan dalam jokes sarkasme terhadap tokoh politik yang dianggap tidak berpihak ke masyarakat dan secara frontal mengemukakan pendapatnya untuk melawan sosok media darling.
Tapi, apakah yang posting soal #SaveHajiLulung semuanya tahu penyebab masalah Haji Lulung dan Ahok? Mewakili siapa Haji Lulung?
Ga tepat sasaran
Salah? Engga kok menurut gue. Itu nyata dan memang pantas dilakukan daripada harus demo ke DPRD Jakarta kan? Tapi, tunggu dulu! Masalahnya adalah Haji Lulung hanyalah salah satu bagian dari DPRD Jakarta. Padahal kasus ini bermula karena pengadaan UPS oleh DPRD Jakarta. Terus kenapa? That’s the question.
Kadang-kadang tindakan masyarakat mengarah pada hal yang ga tepat sasaran. Gue jadi ngebayangin institusi DPRD Jakarta malah aman dan nyaman di belakang sosok Haji Lulung yang salah ambil jalan untuk mendapatkan perhatian lebih.
Apakah yang posting soal #SaveHajiLulung semuanya udah take time untuk analisa masalah yg sebenarnya terjadi? Apakah yang posting soal #SaveHajiLulung semuanya tahu bahwa mereka sedang menunjukkan kemarahan pada sebuah institusi atas kebijakan yang tidak relevan? Atau hanya seru-seruan aja ngikutin tren sosial media?
Baca juga: Program Sosial: Memang Peduli Atau Kejar Eksistensi?
Black Campaign
Begitu mudahnya akses masyarakat berbicara menunjukkan bahwa demokrasi di negara ini berkembang. Tapi, tidak dengan mudahnya masyarakat tersulut oleh suatu isu. Ini yang menyebabkan masyarakat sering kali dijadikan objek untuk dipenetrasi dengan isu kepentingan tertentu yang digerakkan oleh pihak-pihak tertentu. Bukan untuk kepentingan masyarakat. Tapi, untuk kepentingan kelompok tertentu. Pasar black campaign jadi subur di negeri ini karena masyarakatnya banyak yang digerakkan kesana kemari.
Yuk nge-bully tapi yang kritis
Gue sangat mendukung bully loh untuk kasus yang seperti ini di mana masyarakat bisa mengemukakan pendapatnya secara langsung pada pihak-pihak yang memang merugikan masyarakat. MERUGIKAN MASYARAKAT. Kalau mau bully, sekalian bully dengan sasaran yang jelas! Tapi, setiap kali ada isu di sosial media jangan langsung tersulut ya, jadi kritis dan jangan asal ambil tindakan. Ingat, satu suara bisa mengarah pada keuntungan masyarakat atau keuntungan pihak tertentu.
Baca juga: Budaya Latah Harus Segera Punah
Header image credit: paradigmmalibu.com