Selasa (07/04) kemarin, Ziliun mendapatkan kunjungan dari salah satu female leader paling hebat di Indonesia saat ini, yaitu Ibu Tri Rismaharini! Walikota Surabaya yang merupakan runner-up World’s Mayor Prize dan baru saja masuk ke daftar 2015 Fortune’s World’s Greatest Leaders ini menyempatkan bercerita tentang pandangannya mengenai perempuan dan leadership.
Apa sih Bu, tantangan menjadi pemimpin perempuan saat ini?
Saya kira sama aja lah ya. Warga kita udah gak bedain pemimpin laki-laki atau perempuan. Menurut saya, justru pemimpin perempuan banyak untungnya. Kalau anak-anak kecil, anak-anak sekolah itu kan deket sama aku. Kalau aku laki-laki, mungkin susah deketin mereka. Yang perempuan itu ada yang aku suruh jadi kepala Dinas Pemadam Kebakaran, kepala Dinas Pekerjaan Umum, buktinya juga gak apa-apa. Malah sekarang responnya lebih cepet kalau ada kebakaran atau apa.
Baca juga: Tri Rismaharini: Integritas, Konsisten, Peduli
Selain bisa lebih mudah dekat dengan orang-orang, apa lagi kelebihan perempuan saat memimpin, dibandingkan dengan laki-laki?
Aku gak ngerasa itu kelebihan, tapi mungkin itu udah dari sononya gitu ya. Contohnya misalkan, kita (perempuan) kan biasa mikir macem-macem. Itu bikin jadi lebih mudah. Kalau dalam waktu bersamaan ada macem-macem masalah, kita udah biasa, karena udah biasa berpikir macem-macem saat ngurusin rumah.
Di samping kelebihan-kelebihan tersebut, di masyarakat sendiri kan masih banyak stereotipe ya Bu, kalau perempuan yang memimpin itu bossy. Jadi perempuan banyak yang takut speak up.
(Penilaian masyarakat) itu tergantung. Kalau misalkan kita mau diterima orang, kita harus menyesuaikan, bukan orang lain menyesuaikan kita. Kalau aku, misalkan, di depan anak-anak, aku kadang jadi seperti ibu, kadang seperti guru, kadang seperti teman, kayak gitu. Jadi, di semua hal saja, kalau mau bisa diterima ya itu, harus kita sesuaikan, bukan orang lain yg menyesuaikan ke kita.
Baca juga: Jangan Mau Punya Mental PNS!
Ibu kan fasih banget menggunakan teknologi di pemerintahan. Sementara banyak perempuan ga pede, merasa ga ngerti karena anggapannya teknologi bukan ranah perempuan.
Tujuannya kan untuk mempermudah kita bekerja, bukan untuk gaya-gayaan atau lifestyle atau apa, ya bukan. Ini adalah untuk memudahkan kita bekerja. Itu yang pertama.
Ya yang kedua, aku pun juga awalnya ga bisa, kenapa kita harus malu untuk belajar. Ini gimana caranya, aku belajar dari anak-anak, dari stafku, kenapa harus malu. Awalnya aku juga ga ngerti sama sekali. Aku jg belajar istilah-istilah dari anak programmer.
Misalnya, aku bilang ke anak-anak, “Gini lo maksudku, jangan sampe orang itu masuk lalu ngerusak (sistem) ini.”
“Oh, Bu, itu namanya hacker.”
Jadi sekarang seolah-olah paham, awalnya juga belajar.
Bicara tentang entrepreneurship Bu, kita perlu gak punya lebih banyak entrepreneur perempuan?
Sama saja (entrepreneur perempuan atau laki-laki). Tinggal mau gimana, untuk apa tujuannya. Ada yang bisnis cuma karena bosen, boring di rumah. Ada yang memang ingin punya arti untuk orang lain. Yang ingin punya arti untuk orang lain, kalo semakin banyak semakin bagus.
Ada yg memang bisnis untuk dirinya sendiri. Tapi kalau itu untuk orang lain, dia akan berpikir untuk orang lain, akan bisa kasih pekerjaan ke orang lain, akan juga bisa membantu orang lain, meringankan beban orang lain. Itu kan bagus daripada kalo sekadar gitu aja. Di situ dibutuhkan kerja keras biar yang terbantu itu lebih banyak lagi.
Coba misalkan aku mau punya usaha apa. Kalo aku enak-enakan aja cuma dua orang yang bisa aku bantu. Kalo aku kerja keras, hasilnya menjadi besar, bisa lima sampai sepuluh orang yang bisa aku bantu. Lima orang ini, dia punya keluarga, punya anak, jadi banyak sekali yang bisa dibantu.
Baca juga: Working at Startup: Are You In For The Money or For The Values?
Header image credit: selasar.com
Comments 2