Sebelum membahas mengenai mengelola komitmen, kalo kita bicara tentang keberhasilan, dari sisi individu ataupun organisasi, komitmen menjadi salah satu faktor penting untuk mewujudkan hal tersebut. Kalo gak ada komitmen, bisnis yang sekarang kita liat udah gede banget kayak apaan tau, orang-orang yang berhasil meraih impiannya, atau kalo mau liat skala yang dekat dengan kita sehari-hari, kenapa sih ada dua orang yang saling jatuh cinta awalnya, kemudian akhirnya menghabiskan waktu bersama hingga berpuluh-puluh tahun.
Itulah kekuatan sebuah komitmen yang bisa memberikan dampak sangat baik kepada diri kita dalam melakukan sesuatu.
Di sisi lain, kita pun harus mampu mengelola komitmen dengan baik
Jangan sampai kita keliru dengan makna komitmen itu sendiri. Akibatnya, kita jadi merasa terikat dan merasa bahwa gak bisa lepas dari sesuatu, padahal kita sendiri udah gak nyaman dengan hal tersebut. Di salah satu artikel Business Harvard Review, terdapat kalimat begini “komitmen itu ibaratkan pedang bermata dua”, konteksnya adalah seorang pemimpin organisasi gak harus selalu memiliki komitmen di dalam dirinya, apalagi ketika hendak mengambil keputusan penting. Bisa jadi, ada komitmen yang memang tidak bisa untuk dilanjutkan lagi, melihat keadaan sudah cukup terdesak.
Menetapkan batas komitmen
Bukan cuma kesabaran yang sering orang-orang anggap ada batasnya. Komitmen juga begitu, lho. Apalagi di kehidupan kita sering menemui hal-hal yang gak bisa diprediksi sebelumnya. Misalkan, kita komitmen buat rutin olahraga lari pagi setiap hari. Ternyata di tengah perjalanan komitmen kita, muncul hal lain yang jauh lebih penting untuk dilakukan di waktu yang sama. Kita gak bisa dong lantas memilih tetap melaksanakan olahraga lari pagi, sedangkan ada hal lainnya yang jauh lebih penting. Cuma jangan pula lantas menghilangkan komitmen itu sepenuhnya. Poin di sini adalah hanya membatasi, bukan langsung menghilangkan sepenuhnya.
Baca juga: Manajemen Ekspektasi, Tips Ampuh Mencegah Sakit Hati!
Jangan bergantung dengan komitmen oleh orang lain
Mulai dari diri kita sendiri, karena kita gak bisa bergantung pada komitmen yang orang lain miliki. Mau se-keren atau se-hebat apapun komitmen orang lain, bahkan orang di sekitar kita, dan itu ada pengaruhnya ke kita sendiri, Misalkan, pasangan kita memiliki komitmen untuk bangun jam 5 pagi setiap harinya, kita ikutan senang karena dengan begitu kita juga bisa ikutan bangun lebih pagi. Tapi, itu komitmen pasangan kita, bukan komitmen yang benar-benar kita miliki.
Harus tahu alasan mengapa kita berkomitmen
Istilahnya sih, kalo kita tahu kenapa kita berkomitmen pada suatu hal. Kita jadi tahu juga kalo komitmen yang kita buat emang bener-bener penting. Misalkan, kita komitmen buat belajar bahasa asing selama satu tahun. Kita harus tahu nih, kenapa mesti belajar bahasa asing? Oh karena pengen sekolah di luar negeri. Jadi, selama emang gak ada tantangan yang berarti, kita bisa termotivasi buat terus melanjutkan komitmen tersebut.
Yuk mulai sekarang kita belajar mengelola komitmen
Belajar bahwa komitmen harus dilihat dari dua sisi, baik itu baik atau bahkan buruknya. Komitmen itu baik karena bisa mendorong dan memberikan kita semangat untuk terus berpacu dalam melakukan sesuatu. Komitmen juga yang membuat kita terus bertahan dan semangat untuk menjalani segala kondisi.
Namun, komitmen juga realitanya gak terus bisa menjadi sesuatu yang baik. Komitmen pun buruk, karena membuat kita menjadi terikat dan cenderung gak mau mencoba meninggalkan sesuatu, walaupun sesuatu tersebut sudah gak sesuai sama diri kita sendiri.
Kita yang harus bijak dalam memahami sebuah komitmen. Ambil sisi baiknya, dan hindari sisi yang buruknya.
Klise memang, tapi begitulah apa adanya. Semoga kita semua bisa mengambil sisi baik dari sebuah komitmen, ya!