Kata orang menyasar itu sesat, salah jalur, dan kehilangan arah. Ketika kebanyakan orang menyusuri suatu jalur dan satu dari mereka beralih ke arah lain, bukan berarti orang tersebut pergi ke arah yang salah. Hal ini yang ingin dibuktikan oleh Wilsen dari Woodpecker Studio.
Lama menimba ilmu di dunia arsitektur tidak menutup kemungkinan dirinya untuk terjun ke desain interior yang sudah lama disukai Wilson. Arsitektur memang memiliki benang merah dengan desain interio, tapi keduanya membutuhkan kemampuan yang berbeda. Meski begitu, sense of art yang didapatkan dari arsitekturlah yang mengantarkannya dalam sebuah bisnis desain interior.
“Bisa dibilang saya nyasar, ya karena suka dengan desain interior.”
Baca juga: Bagaimana Basha Market Dimulai: 960 Brand Dihubungi, 10% Berhasil Didapat
Dari nyasar itu, Wilsen mulai merintis usaha desain interior dengan mencari partner berbisnis. Lagi-lagi, Wilsen “nyasar” dari partner-nya karena memiliki visi yang tidak sama. Akhirnya, Wilsen memutuskan untuk mendesain produknya sendiri, lalu memperkenalkan produk tersebut ke beberapa teman desain interiornya.
Dari situ ia berpikir kalau desain interior itu bersifat dinamis dan perkembangannya berubah terus. Setelah menimbang-nimbang, ditemuilah bisnis yang cocok untuk Wilsen yang sifatnya tetap yaitu furniture. Berbagai gaya furniture digelutinya, mulai dari tipe skandinavian, industrial, hingga retro.
Nyasar yang dianggap melawan arus kini membawa berkah. Hingga kini produk mahasiswa yang berkuliah di Universitas Pelita Harapan ini pun kebanjiran klien mulai dari furniture rumah, hingga kafe dan hotel.
Kalau kesasar bisa berbuah manis kayak gini, siapa lagi yang masih takut nyasar?
Baca juga: Mengangkat Potensi Lokal Lewat Thematic Bazaar
Image header credit: Woodpecker Facebook
Comments 1