Kemarin kami main ke kantor Code for America, sebuah organisasi non-profit di San Francisco, tepatnya di South of Market, sebuah neighborhood yang terkenal sebagai tempatnya startup. Beberapa perusahaan teknologi terkenal semacam Twitter, Airbnb, Uber, dan Foursquare juga berkantor di South of Market (SoMa).
Pas sampe daerah SoMa, emang vibe-nya rada beda. Super artsy dan creative, banyak mural dan grafiti di dinding-dinding gedung, contohnya kayak ini.
Nggak heran banyak startup dan orang kreatif ngantor dan tinggal di sini.
Kami denger cerita soal Code for America (CfA) beberapa waktu yang lalu dari seorang teman. Lalu pada hari Jumat, 20 Juni kemarin, kami ngobrol-ngobrol dengan Ashley Meyers, Development and Engagement Manager Code for America di kantor mereka di SoMa.
CfA berawal dari inisiatif Jennifer Pahlka, yang sekarang menjabat sebagai Deputy United States Chief Technology Officer.
As we all know, a great project come from a huge problem. Para pionir CfA di tahun 2009 ngerasa kalo Amerika punya masalah: ketika semua orang udah pake smartphone, terbiasa dengan teknologi, fasih pake email dan chatting, kenapa ketika berurusan sama pemerintah, segala-gala masih manual? Ngisi form manual berlembar-lembar, ngantri berjam-jam cuma buat memperbarui SIM atau minta bantuan dana untuk belanja makanan (food stamp).
Padahal Amerika punya Silicon Valley, pusat industri teknologi dunia yang berisi perusahaan-perusahaan teknologi paling canggih dan paling hebat. Masa iya para programmer dan engineer itu ngga bisa berkontribusi buat negaranya sendiri?
Jennifer kemudian mengajak teman-temannya untuk bergabung dan “mengabdi” buat negaranya, dengan cara menawarkan solusi menggunakan teknologi untuk membantu pemerintah Amerika memberikan pelayanan lebih baik buat masyarakat.
Setiap tahun, ada 800 orang melamar untuk 30 posisi fellowship yang bekerja full time untuk CfA, terdiri dari developer, designer, dan product manager, yang dibagi ke dalam tim-tim kecil untuk membuat produk yang mengatasi masalah semisal e-government, kriminalitas, dan perumahan penduduk.
Yang kerennya lagi, pada awal CfA terbentuk, para fellow ini adalah karyawan perusahaan teknologi terkenal semacam Microsoft, Apple, atau HP, yang kemudian resign dari posisi mereka masing-masing yang mapan. Dari yang tadinya dapet gaji USD 500 ribu setahun, mereka cabut buat kerja full time selama setahun di CfA demi berbuat sesuatu untuk negara mereka.
Proyek pertama mereka adalah mengatasi masalah kesulitan mendaftar sekolah. Pasti dulu pernah ngerasain keribetan milih sekolah berdasarkan NEM (atau nilai UN, apasih namanya jaman sekarang?) dan lokasi. Gimana deg-degannya ketika kita milih sekolah lalu ngga tahu diterima apa ngga karena spot kita dijegal sama anak-anak lain yang nilainya lebih besar. Lalu pas ngga dapet sekolah yang kita mau, kebingungan ngedatengin sekolah lain satu per satu untuk ngecek ketersediaan tempat sebelum tahun ajaran baru dimulai.
Di Amerika pun nggak jauh beda. Di setiap kota, ada beberapa sekolah favorit yang kebanjiran lamaran, dan ada sekolah yang sebetulnya kualitasnya bagus, tapi pelamarnya sedikit. Di Boston, CfA kemudian memberikan solusi yang menjembatani para orang tua murid untuk mencari sekolah terbaik berdasarkan kualitas, lokasi, dan slot ketersediaan siswa.
Setelah sukses dengan proyek tersebut, CfA kemudian mendapatkan banyak proposal dari berbagai kota lain untuk memperbaiki sesuatu di kota masing-masing, salah satu contohnya adalah healthcare.gov.
Saat ini, mereka sudah punya volunteer yang dinamain “Brigade” di berbagai kota seperti New York, Philadelphia, Austin, Chicago, Detroit, dan banyak kota lainnya. Bukan cuma di Amerika, mereka pun sekarang ada chapter internasional di beberapa negara lain seperti Karibia, Jerman, Irlandia, Jepang, Mexico, dan Polandia.
Belajar dari CfA
Ngga nyangka kalo di negara seperti Amerika pun, pemerintahnya masih gaptek dan manual, ngga beda sama di Indonesia. Bedanya, orang-orang yang terlibat di CfA ini mau gerak dan membantu pemerintah mereka untuk memecahkan masalah ini.
Yang diperlukan cuma orang-orang yang punya niat baik untuk membantu dan bikin sesuatu yang berguna buat orang banyak. Contohnya, kayak kompetisi Code for Vote 2.0 Challenge yang kemarin diadakan di Jakarta.
Sekarang, you just have to take a look at everything around you and start from there to do something good. Kuncinya selalu, niat untuk solving problem, dan kolaborasi dengan orang lain!