Dunia udah berubah. Kalau dulu jalan-jalan ke luar negeri kayaknya impossible kecuali lo punya uang banyak, sekarang gak lagi.
Beberapa tahun belakangan, muncul tren backpacking atau budget traveling yang membuka mata kita bahwa jalan-jalan itu juga bisa murah: tinggal pesan tiket pesawat dari jauh-jauh hari pakai low-cost airline, nginepnya di hostel atau guest house yang satu kamarnya berenam sampai berdelapan bareng backpacker negara lain, terus di tempat tujuan jangan hedon aja, mending beli pengalaman daripada beli barang.
Fenomena ini juga yang bikin Brian Chesky awalnya mendirikan AirBnB, sebuah community marketplace tempat orang-orang bisa menyewakan dan memesan akomodasi non-hotel kayak rumah, apartemen, atau villa. Jadi, kalau kita punya kamar kosong di rumah, bisa aja kita sewain di AirBnB untuk dapat uang tambahan. Kalau kita lagi nyari akomodasi yang murah dan unik buat liburan, bisa juga browse AirBnB.
Baca juga: Sharing Economy: Ngirit Plus Hemat Pake AirBnb dan Uber
Sekarang, banyak juga perusahaan lain yang menyediakan layanan vacation home rental kayak gini, seperti Roomorama, 9Flats, dan HomeAway. Atau yang versi made in China, ada Tujia, yang yang belakangan mendapat kucuran investasi sebesar 100 juta dolar.
Dimulai dari ide sederhana, AirBnB saat ini tumbuh pesat dengan 550.000 users di seluruh dunia. Kalau kata CEO Brian Chesly, AirBnB bisa tumbuh pesat bukan cuma karena orang-orang cari penginapan murah, tapi orang-orang juga mencari experience yang personal. Terbukti sih insight ini, soalnya valuasi AirBnB kini 10 milyar dollar, dan akan meroket sampai 13 milyar dolar! Nominal sebesar itu, bahkan melebihi valuasi hotel chain besar kayak Mariott, Hilton, atau Hotel Hyatt yang tercatat divaluasi sebesar 8,4 milyar dollar.
Baca juga: Work Hard, Learn Hard, Try Hard
Waktu liburan ke Korea Selatan, gue sendiri sempat book suatu kamar lewat AirBnB. Host yang punya rumah adalah seorang ahli obat-obatan tradisional China yang seneng bikin film pendek di waktu luang. Gak kayak hotel yang biasanya cuma dijadiin tempat buat tidur setelah jalan-jalan seharian, di rumah ini gue banyak ngobrol, dikasih rekomendasi tempat wisata, dibikinin teh tradisional, dan diajak nonton film-film pendek buatan sang host.
Itulah alasan kenapa AirBnB sangat populer di kalangan young traveler atau millennials, karena anak muda suka pengalaman unik yang engaging dan horizontal. Hotel mungkin kelihatannya mewah dan elegan, tapi pasti lebih keren nginep di apartemen murah dan unik yang ada free wi-fi.
Baca juga: Startup Butuh Mentor, Bukan Investor
Mungkin gak sih model bisnis kayak gini bisa ngalahin bisnis hotel di masa depan?
65% occupancy dari hotel pada umumnya adalah untuk business traveler. Pasar business traveler bisa aja akan direbut oleh bisnis-bisnis vacation home rental ke depannya. Jadi, kalau ditanya mungkin atau gak AirBnB dan marketplace sejenis bisa mengalahkan hotel, jawabannya adalah sangat mungkin dengan satu alasan: anak muda yang jalan-jalan buat leisure saat ini bakal jadi business traveler di masa depan.
So, Hilton and Marriott, you better get ready.
Baca juga: Why Passion is Overrated
Header image credit: honestholiday.com