“Being busy is just another form of laziness.” (Tim Ferriss)
“Sorry nggak bisa, gue sibuk.”
Penolakan macam ini, pasti sering mampir di kuping. Atau malah kita yang ngucapin. Baik itu dari konteks social life, atau dari lingkungan pekerjaan. Di hubungan profesional, banyak orang yang pakai “too-busy card” ini untuk menghindari kerjaan baru, madol meeting, nggak datang undangan atau sekadar nolak dinner dengan klien. Kalau contoh simpelnya, pasti terjadi dalam lingkaran pertemanan. Entah itu teman lama, atau teman sekarang yang udah memulai fase hidupnya yang baru di mana, bersama siapa.
Life goes on and we’re moving on, iya. Tapi magic word “sibuk” ini emang nggak bisa ditangkap secara harfiah. Ada banyak kemungkinan makna yang sebenarnya. Mulai dari: nggak ada yang namanya sibuk, cuma ada manajemen waktu yang buruk. Atau, ya, “sibuk” mengekspresikan prioritas. Sibuk untuk kamu, dan meluangkan waktunya untuk hal lain yang emang (dirasa) lebih penting.
Baca juga: Jangan Lupa Mengasah Kapak
“Busy is the new lazy” bukan ungkapan baru. Banyak pakar yang memaknai ini sebagai bentuk kemalasan. Fastcompany pernah bahas bahwa orang yang terus menerus mengklaim dirinya sibuk, bisa diartikan tiga hal. Ngerasa paling penting dan dibutuhkan, sebagai excuse untuk melepaskan tanggung jawab, atau malah ekspresi insecure.
Action expresses priority. Prioritas kita ketahuan dari hal-hal mana yang kita kasih excuse dengan kata “sibuk”, dan mana aja hal-hal yang emang kita lakoni sampai merasa segitu sibuknya. It’s just, ketika kita mengeluh sibuk dan sibuk, ya bisa jadi kita belum nemu esensi dan makna pekerjaan yang bikin sibuk ini. Makanya terasa mbebani, dan berasa sibuk setiap detiknya, sampai mengabaikan semua hal selain rutinitas ini.
“Sibuk” bisa menutup pintu banyak peluang. Kata satu ini menggiring kita untuk menolak melakukan banyak hal yang seharusnya ada di list prioritas meski belum tentu paling atas bagi semua orang. Olahraga rutin, kumpul dengan keluarga, menekuni hobi, mencoba hal baru, mendatangi tempat-tempat baru, bahkan: mulai merintis bisnis.
Baca juga: You’re Never Too Busy To Do These In A Meeting
“Itu udah ada ide bisnis. Kapan mau mulai dijalanin?”
“Nanti deh, masih sibuk banget.”
Untuk alasan itu, makanya banyak yang bilang bahwa sibuk adalah alasan, sekaligus bentuk kemalasan. Maybe there’s no truth about busy. Mungkin sibuk itu cuma mitos. Yang ada ya, manajemen waktu yang buruk, atau stuck dengan rutinitas dan prioritas.
Hati-hati kalau bikin excuse “sibuk”. Jangan sampai tanpa sadar, kita malah kelewatan hal besar.
Baca juga: Hacking Your Productivity
Header image credit: huffpost.com
Comments 1