Udah kodrat anak muda untuk dipandang ngga bisa apa-apa oleh orang-orang yang lebih tua. Tapi, jangan terjebak situasi. Jadi anak muda dan belagu itu boleh kok! Tunjukkan kepada dunia, siapa diri kita.
Ada satu istilah Jawa, “Manut lan miturut”, yang artinya ikuti saja apa yang dikatakan orangtua. Istilah ini tentu saja menghujam kuat di benak orangtua kita. Sesepuh atau orangtua harus selalu dianggap benar. Anak-anak atau anak muda berarti apa? Ya pasti salah atau bodoh.
Masalahnya, generasi zaman dulu sama zaman sekarang udah beda. Kita lahir, Republik Indonesia udah merdeka. Sementara pas zaman mereka mungkin masih terjajah, atau masa transisi setelah berabad-abad dijajah negara asing. Wajar dong, kita berantem melulu. Mereka pengennya kita itu salah dan bodoh, sementara bisa saja memang kita yang benar dan pintar.
Kadang, ada banyak hal yang kita lebih tahu dan paham dibanding orangtua kita. Kayak teknologi, misalnya. Sesepele kita sempet bantuin orangtua kita bikin Facebook atau email. Tapi pasti deh, mereka ngga ngaku kalo kita memang lebih ngerti.
Baca juga: Bangga Sama Indonesia Itu Ngaku Lokal, Bukan Sok Internasional
Seringkali, ketika kita nunjukkin pengetahuan kita, mereka menganggap kita lagi “sok tahu”. Memang, kita bisa dipandang belagu. Tapi cuek aja kali. Mana ada orang tua yang mau mengakui kalau orang yang lebih muda memang lebih tahu. Paling mereka cuma mengakui dalam hati.
Apa sih bedanya anak muda dan orang tua? Tentunya gairah, energi, dan semangat yang meletup-letup. Kemungkinan hanya bisa dirasakan oleh anak muda, atau orang-orang yang berjiwa muda.
Boleh dong, kalau kita ‘memamerkan’ talenta atau karya kita kepada lebih banyak orang. Kita mungkin kelewat percaya diri tentang apapun yang sudah kita lakukan atau kerjakan. Tapi, kita harusnya ingin memberitahu orang-orang tentang hal itu. Ini tidak selalu berwujud karya yang nyata, tetapi juga intelektualitas kita. Misalnya ngerasa lebih tahu, bahkan ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua, ngga ada salahnya untuk speak up. Jangan mau selalu nrimo dan pasrah dipandang bodoh sama orang yang umurnya ngga semuda kita.
Baca juga: Sukses Itu Dimulai dari Gagal
Jadi, tunjukkin kalau kita tahu, tunjukin kalau kita bisa berkarya, dan tunjukkin kita sedang membuat dampak untuk orang banyak. Belagu itu bukan kejahatan kok. Berapa banyak dari kita yang kenal orang belagu? Kadang kesal dan gemas sih. Tapi diam-diam kita kagum atas kepercayaan diri mereka, dan bisa tertular dengan kepedean mereka.
Ngga percaya? Sudah ada studi dari universitas-universitas di Newcastle & Exeter di Inggris yang bilang begitu dalam “overconfident people can fool others into thinking they are smarter than they really are”. Orang-orang belagu itu malah bikin orang-orang lain percaya dia sepintar atau sehebat itu, meskipun mungkin dia sebenarnya ngga hebat-hebat amat.
Baca juga: Learning from Google: Developing Product Involving Their User
Bagi remaja dan young adult (usia 20-an), belagu dan songong itu boleh aja. Memang nature kita begitu. Itu sebagai bentuk pencarian jati diri juga, dan menunjukkan kalau kita ada. Dengan kesotoyan kita ini, biasanya kita justru mendapat reaksi yang jelas dari orang sekitar. Pasti ngga sedikit yang menasihati, ngajak debat, atau malah takjub. Dari situ, kita juga belajar untuk menapaki tahap berikutnya dari kehidupan kita. Sekaligus proses mengidentifikasi diri kita juga kok.
Jadi tolong, jangan pernah takut dicap belagu, songong, dan sok tahu. Ngga usah takut kualat sama orangtua. Sekarang zamannya udah beda! Ambil risiko dong. Semakin besar aksi, pasti semakin banyak reaksi. Kalau diem-diem aja, dunia pun akan membiarkan kita menjadi begitu-begitu saja.
Baca juga: Bikin Startup Bukan Buat Di-invest
Header image credit: levelupliving.com