Ziliun
  • Issuepedia
  • Workipedia
  • Inner Space
No Result
View All Result
  • Issuepedia
  • Workipedia
  • Inner Space
No Result
View All Result
Ziliun
No Result
View All Result

Ketika Senioritas Mengalahkan Meritrokasi

PutribyPutri
20/08/2014
in Opinion
1
Ketika Senioritas Mengalahkan Meritrokasi
Share on FacebookShare on Twitter

RelatedPosts

Sekali-kali Kita Keluar dari Zona Mimpi

Libra Cryptocurrency: Is it a Good Crypto (or Not)?

  1. Senior tidak pernah salah

  2. Senior selalu benar

  3. Jika senior salah, lihat pasal pertama

Pasal-pasal di atas, ngehits banget pas jaman-jamannya MOS (Masa Orientasi Siswa) SMA dan OSPEK (Orientasi Studi dan Pengenal Kampus) waktu kuliah. Waktu jadi anak SMA kelas satu atau mahasiswa baru, kerasa lah ya senioritas dari kakak-kakak kelas. Entah itu dibentak-bentak, disuruh bawa yang aneh-aneh gak penting, bahkan disuruh melakukan sesuatu yang katanya mendidik padahal menurut mereka sih lucu. Bahkan, pada kasus ekstrem di instansi-instansi tertentu, malah nyerempet ke kontak fisik dan kekerasan. 🙁

Padahal kan gak gitu juga, orientasi yang artinya menunjukkan sesuatu, sikap atau arah yang benar pada saat kita akan memasuki masa SMA atau perkuliahan, berubah jadi hal yang menakutkan. Coba ketik keywords ‘ospek’ di Google, see?

Ini semua karena senioritas terlalu dijunjung tinggi, padahal sih ya, yang ngebedain junior dan senior itu cuma mereka masuk lebih dulu. Selain itu ya sama. Iya sih ya, mereka lebih tua, jadi harus dihormati. Tapi kalau mereka sendiri tidak menghormati? Mereka yang kayak begini akan kehilangan respect dengan sendirinya.

Baca juga: Nrimo Pangkal Dijajah

Ini gak terjadi di masa sekolah aja lho, di kantor-kantor, senioritas banyak banget terjadi. Ketika bos punya kekuasaan lebih, menyuruh anak buahnya semaunya, dianya sendiri gak ngapa-ngapain. Diprotes anak buahnya, si bos malah marah-marah. Ini kejadian seorang temen yang kerja di salah satu bank swasta, merasa dirinya kerja keras tetapi si bos malah cuma diem aja di ruangan banyakan main game, akhirnya resign dari bank swasta tersebut.

gambar: quickmeme.com

Padahal, ada lho sistem yang rasanya lebih fair dari sekedar senioritas yang melulu berorientasi sama umur dan faktor “lebih dulu masuk”. Namanya meritokrasi, yaitu sistem politik atau pemerintahan dimana para pemimpinnya dipilih berdasarkan prestasi dan kemampuan mereka.

Baca juga: Kantor Tanpa Kubikel

Misalnya di Singapura, rekrutmen dan penilaian Pegawai Negeri Sipil (PNS) di sana menggunakan meritokrasi, dimana yang menjadi PNS adalah yang punya prestasi dan kemampuan lebih. Pengangkatan jabatan dan gaji juga berdasarkan kinerja dan prestasi. Coba bandingkan di Indonesia, PNS yang masuk lebih dulu bakal mendapat gaji besar, walaupun kerjanya gitu-gitu doang.

Bahkan, kepala pemerintahan di Singapura mendapatkan gaji yang lebih tinggi dibanding presiden di negara lain. Di Singapura, siapa yang berkontribusi tinggilah yang akan mendapatkan bayaran terbesar. Sistem kompetisi inilah yang membuat Singapura menjadi negara yang sangat maju. Nepotisme dan korupsi akan berkurang, birokrasi juga tidak akan ribet, karena memang posisi diisi oleh orang yang tepat.

Sistem meritokrasi belum populer dianut di iklim kerja sini. Para karyawan junior yang memiliki skill dan kemampuan lebih pun akan kesulitan untuk mendapatkan promosi jabatan. Kalaupun ada, jatohnya mikir negatif dan iri-irian. Nah, yang kayak gitu itu yang makin bikin susah meritokrasi diterapkan.

Baca juga: Jangan Mau Punya Mental PNS!

Meritokrasi sebenarnya bisa diterapkan dari awal, dari diri sendiri. Memang senioritas sering bentrok dengan meritokrasi. KIta sering malu kalau orang yang lebih muda atau junior kita punya kemampuan atau prestasi lebih, akhirnya kita cari-cari kesalahan orang. Kita harus fair, kalau memang ada yang lebih hebat dari pada kita walaupun itu junior kita harus mengakuinya, harusnya kita lebih terpacu agar tidak ketinggalan, bukan malah menggerutu, misuh-misuh cari kesalahan orang.

Sudah bukan jamannya lagi berpikir bahwa senior selalu menang. Kita nggak akan dapat berpikir maju dan profesional ketika terus berpikiran usang. Yuk, berpikir positif, senioritas bukan segalanya. Prestasi yang utama.

header image creadit: evolllution.com

Bagikan ini:

  • Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)

Menyukai ini:

Suka Memuat...
Tags: kampuskuliahmeritokrasiPNSsenioritasWhat We Think
Previous Post

Karakter Fiksi Indonesia Butuh Proteksi Hak Cipta

Next Post

Crowdfunding: To Try or Not To Try

Next Post
Crowdfunding: To Try or Not To Try

Crowdfunding: To Try or Not To Try

Comments 1

  1. Ping-balik: The 1% Super Elite Group Rules The World | Ziliun

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Yang Terbaru

  • Fenomena Media Alternatif: Efektif Tapi Bisa Bawa Dampak Negatif
  • Fenomena Konser Ramah Lingkungan, Gimana Praktiknya?
  • Mengenal Apa itu Chronically Online
  • Apakah Demokrasi Adalah Sistem Pemerintahan Terbaik?
  • Mengenal Filsafat Stoikisme
Ziliun

Media yang menemani perjalanan anak muda untuk menghadapi kehidupan dan memasuki dunia kerja, serta mendorong dan memotivasi anak muda untuk menjadi versi terbaik diri mereka.

  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Tentang Kami
  • Kerja Sama

Ruang & Tempo Coworking Space

Gedung TEMPO, Jl. Palmerah Barat No. 8, Jakarta Selatan 12210

Bikin kontenmu sekarang!

© 2025 Ziliun All rights reserved.

Ziliun

  • Issuepedia
  • Workipedia
  • Inner Space

© 2025 Ziliun All rights reserved.

%d