Hari gini, ketemu orang baik itu rasanya jaraaaaang banget. Sekalinya ketemu, kita curiga dulu. Ada motif apa nih? Ada maksud apa nih? Jangan-jangan dia mau nipu. Jangan-jangan dia mau ngajak ikut MLM.
Kita pasti tahu, pernah denger, atau malah terlibat sama gerakan sosial yang macam-macam concern-nya. Mulai dari lingkungan, sampai pendidikan. Sayangnya, ngga sedikit dari kita yang udah keburu apatis. Ngerasa ngga perlu dukung, ngerasa ngga ngerti sama isu yang diangkat, dan seabrek alasan lainnya.
Wajar dong, orang-orang baik yang memutuskan jadi penggiat gerakan sosial ini perlu dibantu juga. Mereka udah punya ide-ide keren yang menunjukkan rasa peka sama isu sosial. Contohnya, gerakan sosial yang namanya HiddenPark. Udah pernah denger belum?
Baca juga: Nadine Zamira: Menghidupkan Taman Kota di Jakarta lewat Kampanye Hidden Park
Social movement ini (cailah kalo ditulis pake bahasa Inggris jadi kedengeran keren gitu kayaknya) pengen ngajak lebih banyak orang peduli sama taman-taman yang ada di sekitar mereka. Apalagi kaum urban yang jauh lebih senang ke mall daripada ke taman. Padahal taman lebih menyehatkan. Setidaknya buat isi dompet kita.
Eh, tapi ini isu serius loh. Taman itu kan sebenarnya bisa buat bersosialisasi juga. Kumpul sama temen-temen di taman kek gitu. Di luar negeri sana taman-taman malah rame, karena orang seneng piknik di taman. Bisa ngasih makan angsa, bisa juga olahraga. Jadi, sungguh amat sangat miris kalo orang Indonesia malah mengacuhkan taman dekat rumahnya
Baca juga: Tentang Menemukan Alasan dan Bikin Perubahan
Nah, social movement kayak HiddenPark ini kurang terdengar gaungnya. Kira-kira kenapa ya? Mungkin karena mereka tipenya langsung ambil langkah nyata gitu. Contoh lagi nih, kayak social movement Indonesia Berkebun. Anggotanya ya langsung ngumpul dan belajar berkebun. Fokus untuk mengajarkan anggota-anggota yang sudah ada bikin kebanyakan social movement tidak sempat menularkan virus kebaikan mereka ke lebih banyak orang.
Selain karena udah jadi dan bergerak, para penggiat social movement pun belum begitu akrab dengan dunia teknologi. Ini wajar banget, karena basic mereka pasti macam-macam. Mungkin ada yang suka berkebun tadi, atau yang punya passion mengajar.
Baca juga: Kreativitas Bukan Barang Eksklusif
Di sisi lain, para pekerja teknologi suka kesusahan nyari ide. Apalagi ide yang bermanfaat buat masyarakat luas. Setiap hari ya paling kerjaannya gitu-gitu aja. Ngga sempet juga untuk lebih peka pada lingkungan sekitar. Mau gimana lagi, tiap hari harus di depan laptop kalo ngga tidur.
Dua kubu, penggiat gerakan sosial dan pekerja teknologi, ini rasanya perlu dipertemukan deh. Atau malah dijodohin gitu. Bukan biar mereka nikah, melainkan biar mereka bisa berkolaborasi mengerjakan project bareng.
Pemikiran ini membuat Ziliun meluncurkan program bernama Project Katalis. Program ini semacam matchmaking antara penggiat gerakan sosial dengan developer yang tertarik dengan gerakan sosial yang terlibat. Ada sembilan social movement yang sudah bergabung dalam Project Katalis ini, yaitu Baronda Maluku, HiddenPark, Greeneration, Buku untuk Papua, Irama Nusantara, Komunitas Jendela, Dreamdelion, Id Berkebun, dan Institut Musik Jalanan.
Baca juga: Orang Indonesia Punya Mental Juara dari Belakang
Social movement tersebut membutuhkan uluran tangan dari developer, agar gerakan mereka berdampak lebih luas. Tentunya mereka juga sudah punya mimpi yang berkaitan dengan teknologi. Entah memiliki website, atau aplikasi. Bantuan untuk mereka ini hanya bisa diberikan oleh para developer.
Kamu ngerasa bisa ngebantu mereka? Kunjungi deh katalis.ziliun.com, dan kasih ide terbaik kamu untuk social movement tersebut. Kalo ide kamu menarik, kamu benar-benar bisa ketemuan dan diskusi langsung mengenai gerakan sosial tersebut. Terus, kamu bantu deh bikin aplikasi atau website gerakan sosial mereka.
Tertarik? Harus! Yuk, berbuat baik untuk orang-orang baik.
header image credit: artinterlaced.com