Riset Cisco, tahun 2017, video online bakal mendominasi 69% dari keseluruhan traffic internet. Siap-siap, video online jadi masa depan content marketing!
Kita sering dengar, “A picture paints 1,000 words.” Kalau iya satu gambar aja bicara seribu kata, terbayang satu video yang terdiri dari banyak frame gambar itu, bisa se-powerful apa?
Kayaknya itu bisa jadi rasionalisasi kenapa kebanyakan kita stuck sama video kontroversial “I feel free” atau “Maju Mundur Cantik”-nya Syahrini. Yang meski kontroversial, malah bikin jadi super viral.
Atau, betapa video-video singkat “penyemangat” dari akun Instagram penyanyi cantik @raisa6690 nggak hanya mengundang orang-orang promo “mampir IG kita sis”. Tapi juga bikin fans-nya happy berlebihan. Fan service yang jelas bisa mendongkrak sales. Atau misalnya, se-menyebalkan apapun Dijah Yellow, tapi toh kita (kamu?) tetep mantengin aksinya dan namanya meledak.
Baca juga: Video Viral Itu Kuasa Tuhan, Tapi Bisa Dikondisikan
Komunitas Indovidgram, contoh nyata tren video.
Social media sekarang emang udah banjir sama konten video. Konten teks jadi terasa ketinggalan zaman. Bukan video spam “kelakuan lucu gadis mabuk” di Facebook itu sih maksudnya. Tapi konten-konten video user-generated sampai yang sengaja dibikin niat promosi dari brand atau agensi.
Bahkan yang text-based banget macam microblogging Twitter, udah mengakuisisi Vine, aplikasi mikro video yang memungkinkan kita nge-tweet dengan video 6 detik. Belum lagi platform video online dari yang raksasa macam YouTube, sampai yang lokal kayak vidio.com.
Intinya, makin ke sini, konten audio visual bernama video online semakin jadi kunci kepuasan netizen terhadap kebutuhan akan informasi dan hiburan.
Satu riset dari Cisco bilang, tahun 2017 mendatang, video online bakal mendominasi 69% dari keseluruhan traffic internet konsumen. Tak kalah, survei Nielsen mengklaim bahwa ke depannya, 64% pemasar akan menyiapkan strategi promosi dengan video sebagai konten utama.
Baca juga: Layaria, Rumah Bagi Kreator Video Online Indonesia
Nah, kalau gini jadinya, bisnis (sekecil) apapun kalau mau bertahan di ranah online marketing, harus aware dan keep up dengan tren video online ini.
Premis awal dari pelajaran social media marketing kan katanya, “beda channel, beda konten.” State of mind-nya, itu, Twitter untuk news flash, Q & A dan percakapan singkat, dan quick update. Instagram dan Pinterest buat soft-selling dengan gambar dan foto ciamik, Google+ untuk information sharing, Facebook untuk hard-selling. Dan untuk konten video? Spesifik banget, di YouTube.
Kalau sekarang eranya konten video di mana-mana gini, jangan-jangan premisnya juga bakal berubah. Jadinya, “Beda channel, beda konten video.” Beda social media, beda juga konten pesan dan jenis videonya.
Baca juga: Masa Depan Online Video di Tangan ABG
Seri video panjang dan berat yang diunggah ke YouTube itu, nggak mungkin ditaro di Instagram atau Twitter. Misalnya, video di Instagram kontennya harus lebih trivial, manis, dan personal. Lewat Vine-nya Twitter, konten video malah harus dibikin super compact dan practical dalam enam detik. Perlu dipikirin juga untuk disesuaikan dengan tren mobile yang mana kita harus bener-bener bisa menjangkau konsumen lewat gadget di tangan, bukan dari layar gede lagi.
Tren konten video online emang akan nambah PR bagi marketer. Pintar memetakan social media dan nature konsumen, sampai pintar menciptakan konten (video) yang tepat bahkan untuk masing-masingnya. Kekuatan audio visual ini butuh didukung dengan kreativitas dan usaha ekstra. Gak hanya soal eksekusi video, tapi juga keseluruhan campaign yang mengintegrasikan semua channel.
Kalau udah gitu, siap-siap video online bukan sekedar masa depan content marketing. Tapi masa depan content marketing bisnis kamu.
Header image credit: res.cloudinary.com