“Katanya sih, Indonesia ini udah melompati budaya membaca, langsung ke budaya menonton. Padahal, bangsa yang bagus harus punya basis budaya membaca yang kuat dulu, baru bisa maju,” (Yunus Kuntawi Aji, Co-founder, Lendabook)
Sampai hari ini, Ziliun nggak bosen-bosennya ngomongin komunitas. Mulai dari cerita strategi Google manfaatin basis user untuk ngembangin produk, sampe yang paling anyar, resep bikin komunitas digital raksasa dari Kristupa Saragih, founder Fotografer.net.
Komunitas, dengan common concern dan value tertentu yang dimilikinya, emang jadi mesin penggerak paling efektif untuk setiap ide besar yang lahir sebagai solusi permasalahan sosial.
Itu juga yang terjadi dengan Lendabook, situs jejaring sosial berbasis peminjaman buku pertama di Indonesia. Lendabook lahir dengan visi besar meningkatkan angka indeks membaca masyarakat kita. Ia memfasilitasi transaksi pinjam-meminjam buku antar user, atas dasar saling percaya! Dengan mimpi jadi perpustakaan digital raksasa, Lendabook ambil peran dalam memudahkan akses orang terhadap buku. Mewah lah visinya.
Kemarin, saya kesempetan ngobrol sama co-founder-nya. Yunus Kuntawi Aji namanya, dokter jebolan Kedokteran UI yang sekarang lagi internship setahun di Dompu, Nusa Tenggara Barat.
Dari dia saya percaya kalau setiap platform social network punya segmennya yang kerucut, dan punya keunggulan yang nggak dipunya platform lainnya. Dan Lendabook, owed today’s success to tumblr (aside to its co-founders), a lot.
Bermula di awal 2011, Yunus, yang juga seorang penulis buku, nyadar kalau raknya udah kepenuhan sama buku-buku nganggur habis sekali baca. Buku-buku itu, pikirnya, bisa jauh lebih bermanfaat kalau dibaca banyak orang. Sebagai pengguna loyal tumblr, Yunus lantas men-display buku-buku ini di tumblr-nya, di kolom yang ia beri nama Lendabook. Meminjamkan buku.
Gerakan ini terus jadi ramai, dan menular ke banyak pengguna tumblr lainnya. Dari cuma Jakarta dan sekitarnya, sampe Singapura. Nggak heran sih, udah rahasia umum (atau kesotoyan personal?) kalau pengguna aktif tumblr biasanya suka baca atau nulis. Namanya juga micro-blogging site lah ya (makin sotoy).
In a way, saya pribadi meski bukan pengguna tumblr, tapi ngerasa kalau social blogging platform satu ini entah kenapa sukses banget ngebeli loyalitas penggunanya. Terlepas dari sukses dibeli oleh Yahoo ya, haha.
Di saat ngga ada yang namanya “Komunitas Path Indonesia”, “Komunitas Facebook Semarang”, atau “Komunitas Twitter Makassar”, tumblr punya sederet user garis keras yang aktif berkegiatan di bawah bendera Komunitas tumblr Indonesia, juga Komunitas tumblr Regional: Makassar, Jogja, Malang, Bandung, Surabaya, Palembang, Aceh, Depok, Bogor, bahkan Solo. Basis massa yang luar biasa.
Oke, balik ke Lendabook.
Setelah cukup dapet awareness di tumblr, datang Ahmad Syarif Afandi, anak jurusan Teknik Informatika UIN Sunan Kalijaga Jogja yang saat itu lagi ngerjain Tugas Akhir. Lendabook ia jadikan project Tugas Akhir dan dibikin kodingan situsnya sampe jadi. Habis lulus, Afandi niat nyeriusin Lendabook bareng Yunus, dan jadilah mereka partneran sebagai co-founder. Kenapa?
“Kita prihatin sama angka indeks membaca Indonesia yang rendah, cuma 0.001. Artinya, cuma ada 1 dari 1000 orang Indonesia yang hobi membaca,” buka Yunus. Saya malah baru tau angkanya. Data UNESCO, katanya.
“Banyak alasan kenapa orang nggak membaca. Salah satunya ya keterbatasan akses. Kayak di Dompu sini, yang adanya cuma toko buku rumahan,” kata Yunus, curhat. “Jadi, Lendabook memudahkan akses orang terhadap buku, terutama anak muda,” sambungnya.
Medio 2012, situs social network Lendabook pun dirilis untuk umum, meski masih versi sederhana. Konsepnya jejaring sosial lah pokoknya. Setiap user yang daftar jadi member bisa upload buku-buku mereka, saling follow, liat daftar koleksi buku, sampai pinjem-pinjeman langsung sama user lain.
Unggulnya, dengan basis komunitas tumblr di berbagai kota tadi, virus membaca buku yang diinisiasi Lendabook ini menyebar dengan cepat. Pegiat komunitas tumblr di berbagai kota tadi sedikit banyak jadi tulang punggung pergerakan offline Lendabook dengan Jogja sebagai pusatnya. Di Jadebotabek, Surabaya, Makassar, Bandung, Semarang, Malang, sampe Aceh; Lendabook ngeksis lewat berbagai aktivitas. Mulai dari sekedar meetup dan tukeran buku, sampe yang skalanya lebih besar kayak bedah buku.
Menutup tahun 2013, Lendabook punya caranya sendiri. Nggak cuma menang Jogja Startup Day, Lendabook juga unjuk gigi di panggung World Youth Summit Award 2013 di Colombo, Sri Lanka dengan memenangkan kategori ‘Create Your Culture’. Di ajang yang diikuti 422 project dari 147 negara anggota PBB ini, Lendabook jadi satu-satunya perwakilan Indonesia.
“Katanya sih, Indonesia ini udah melompati budaya membaca, langsung ke budaya menonton. Dampaknya, orang Indonesia cenderung melahap mentah-mentah exposure yang mereka terima,” cerita Yunus. Iya sih, orang-orang kita cenderung jadi illiterate audience, istilahnya. “Padahal, bangsa yang bagus harus punya basis budaya membaca yang kuat dulu, baru bisa maju,” sambung Yunus.
Dengan kekuatan komunitas tadi, Lendabook hari ini udah punya lebih dari 4000 member, mencatat lebih dari 500 transaksi, dan didukung penuh oleh 20 orang pengurus di berbagai kota dengan perannya masing-masing.
Dengan semakin mudahnya akses terhadap buku dan meningkatnya nilai manfaat sebuah buku melalui keberadaan Lendabook, budaya membaca pun perlahan tapi pasti akan meningkat. Begitu value yang Lendabook pegang dan percaya. Iya, angka indeks baca nasional kita emang nggak boleh selamanya cuma 0,001, bikin malu.
Images and header credit: lendabookco.blogspot.com