Ziliun
  • Issuepedia
  • Workipedia
  • Inner Space
No Result
View All Result
  • Issuepedia
  • Workipedia
  • Inner Space
No Result
View All Result
Ziliun
No Result
View All Result

Melawan Media Mainstream dengan Zine

PutribyPutri
26/09/2014
in Insight
1
Melawan Media Mainstream dengan Zine
Share on FacebookShare on Twitter

“Konglomerasi media belum sejahterakan jurnalis.” – Ucu Agustin, Di Balik Frekuensi

Media mainstream versus media alternatif, mungkin terdengar sedikit berat ini topiknya. Semacam menitikberatkan adanya ranah akademisi yang memang menjadi saklek dalam ilmu pendidikan. Bicara media, jika kita menyadari lebih lanjut, media yang selama ini kita temui dalam kehidupan sehari-hari seperti televisi, koran, majalah, dan radio merupakan media mainstream. Media konvensional atau media massa, adalah bagian dari pers.

Dengan adanya pers, sebenarnya suara masyarakat jadi tersalurkan. Media memiliki peran sebagai penengah dari komunikator dengan komunikan. Dengan begitu, pesan yang diinginkan pun akan tersampaikan dengan baik. Namun, dewasa ini banyak media yang mulai dianggap lalai dalam melakukan perannya sebagai “penengah”. Banyak media yang kian hari terlalu mementingkan kepentingan si empunya, sebut saja budaya konglomerasi media.

Baca juga: Tentang Menemukan Alasan dan Bikin Perubahan

RelatedPosts

Kembangkan Kreativitas dalam Komunitas

Web Design dan Digital Marketing: Anak Kembar yang Tak Dapat Dipisahkan

Sebagai media dari kebebasan bereskpresi lewat media mainstream, beberapa kalangan membuat memilih untuk membuat media sendiri. Media tersebut sangat populer, biasa dikenal dengan Zine. Jika ditarik benang merah, Zine adalah sebuah media alternatif non komersial dan tentu saja non profit yang dipublikasikan sendiri oleh penulis. Zine biasanya terdiri dari perorangan maupun kolektif. Media yang satu ini memilih untuk mendobrak batasan yang ada dalam etika penulisan, dan dikerjakan secara non konvensional. Tak ada deadline yang mengikat, tak ada tata bahasa yang baku, dan mendesain layout alakadarnya.

contoh salah satu webzine wearedisorder.net

Cara pembuatan Zine pun cukup mudah, diproduksi dengan proses fotokopi atau cetak sederhana apapun dalam jumlah yang terbatas. Sebagai media non profit, Zine biasanya tidak dijual, atau bisa juga minta ganti biaya fotokopi saja. Sedangkan jika seseorang adalah pelaku pembuat Zine, maka mereka biasanya barter Zine atau iklan Zine.

Baca juga: Creative Commons, Melegalkan Karyamu Secara Gratis

Namun, di era digital saat ini, Zine tak hanya ditemui dalam bentuk cetak, tetapi juga online. Welcome 2.0 era! Walaupun memang tidak ada esensi DIY dalam proses percetakan, namun esensi DIY disini menjadi bergeser ke dalam hal kolektif seperti pembuatan website yang dikerjakan bersama-sama, satu tujuan yang dikerjakan bersama-sama. Tak banyak memang masyarakat yang hingga saat ini memiliki semangat kolektif. Di sini, Zine online berusaha membuat habit tersebut.

Salah satunya adalah Disorder Zine, webzine musik dan budaya independen yang diinisiasi sejak 2013 oleh Raka Ibrahim dan Zaka Sandra Novian. Dengan usia yang masih terbilang muda, 18 tahun dan 22 tahun, dua kawan ini berinisiasi untuk mengumpulkan beberapa anak muda yang sama-sama memiliki visi misi kolektif dan mau meluangkan waktunya untuk bergerak dalam sebuah perubahan yang membangun..

Baca juga: Memimpikan Indonesia Serba Terbuka

Webzine kolektif yang berbasis di Jakarta ini memiliki kontributor di Jakarta, Malang, Magelang, Surabaya dan Bandung. Disorder ingin mendokumentasikan scene musik dan budaya independen di Indonesia dan luar negeri, serta menggali ide, kisah, dan perspektif yang baru, tersembunyi, dan terlupakan melalui karya feature mendalam, ulasan, esai, prosa, cerpen, dan visual art. Hingga sampai saat ini, Disorder Zine masih memilih untuk menjadi media Zine berbasis online karena agar sistem penyebarannya lebih mudah dan luas.

Jadi sebenarnya, media adalah sebuah perantara yang tak hanya dapat diciptakan oleh beberapa orang yang terlibat dalam konglomerasi media. Ketika mereka mulai melakukan sebuah kecurangan, maka bergeraklah, buatlah sebuah perubahan. Saat ini segala macam kecanggihan dapat membuat kita lebih optimal dan bermanfaat karena ini adalah era mobile.

Baca juga: Jangan Mau Punya Mental PNS!

Dan kawan, marilah kita selalu berkarya, berbagi, dan tetap bersenang-senang. Boleh banget bikin media alternatif asal jangan lupa untuk selalu kreatif. Mari berkarya dan bersuara!

header image credit: osisa.org

Bagikan ini:

  • Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)

Menyukai ini:

Suka Memuat...
Tags: alternatifmediaonlineWhat We Learnzine
Previous Post

Zu: Menciptakan Wonderland dengan Coruscate Unique

Next Post

Tyas Nastiti: Sematkan Budaya Asli Indonesia pada Klastik Footwear

Next Post
Tyas Nastiti: Sematkan Budaya Asli Indonesia pada Klastik Footwear

Tyas Nastiti: Sematkan Budaya Asli Indonesia pada Klastik Footwear

Comments 1

  1. Ping-balik: Gantungkan Cita-Citamu Setinggi PNS | Ziliun

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Yang Terbaru

  • Fenomena Media Alternatif: Efektif Tapi Bisa Bawa Dampak Negatif
  • Fenomena Konser Ramah Lingkungan, Gimana Praktiknya?
  • Mengenal Apa itu Chronically Online
  • Apakah Demokrasi Adalah Sistem Pemerintahan Terbaik?
  • Mengenal Filsafat Stoikisme
Ziliun

Media yang menemani perjalanan anak muda untuk menghadapi kehidupan dan memasuki dunia kerja, serta mendorong dan memotivasi anak muda untuk menjadi versi terbaik diri mereka.

  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Tentang Kami
  • Kerja Sama

Ruang & Tempo Coworking Space

Gedung TEMPO, Jl. Palmerah Barat No. 8, Jakarta Selatan 12210

Bikin kontenmu sekarang!

© 2025 Ziliun All rights reserved.

Ziliun

  • Issuepedia
  • Workipedia
  • Inner Space

© 2025 Ziliun All rights reserved.

%d