“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia.” (Soekarno)
Anak muda Indonesia memang sepatutnya mengimani perkataan Soekarno. Pada pundak anak muda, harapan terbesar bangsa ini berada. Untuk maju, tentunya pemuda di setiap kota harus saling bersinergi untuk membangun kotanya, lalu negaranya.
Dahulu Jakarta adalah barometer dari tren masyarakat Indonesia. Namun sepertinya tidak untuk saat ini, karena sekeliling kota di Indonesia sudah mulai unjuk gigi dan bersinergi. Hal itulah yang dilakukan oleh arek-arek Suroboyo. Pembangunan gerakan yang dilakukan oleh anak muda di Surabaya emang makin hidup sejak pemerintahan Tri Rismaharini.
Melalui komunitas-lah, arek-arek Suroboyo berguyub menciptakan kota produktif. Apa kuncinya? Community to Community dan Community to Government nampaknya menjadi kunci penting dalam membangun atmosfir produktif Surabaya.
Baca juga: Mulai Jadi Pahlawan Melalui Start Surabaya
Surabaya adalah kota yang tiada sekat keberagamannya, multi etnis, bahasa, dan kebudayaan menjadi tumpah ruah dikota ini. Kota industri dengan kondisi sosial yang masih santai namun tetap kreatif. Dari perbedaan tersebutlah, arek-arek Suroboyo sepertinya telah memiliki insting bahwa kota ini harus maju dengan adanya perbedaan tersebut. Melalui komunitas mereka bergerak, suara militan dan sesuatu yang memprihatinkan, dari sebuah hobi dan kesukaan yang sama mereka terbentuk.
Komunitas di Surabaya tentunya berkembang dan menjamur sangat pesat, Ziliun pernah menuliskan artikel mengenai Alek Kowalksi salah satu penggerak anak muda melalui Sunday Market. Di dalam acara tersebut, sebuah kecintaan art, music, food, and fashion menjadi satu, para penggiat dan komunitas saling bersinergi pada tahun 2012 saat Alek berhasil menggiring komunitas untuk unjuk gigi ke masyarakat luas.
Ada juga c2o library, sebuah perpustakaan yang berdiri tahun 2008 dan sekaligus menjadi public space dari berbagai multi disipliner yang ingin membagikan beredukasi, seperti seniman, kritikus, pemusik, peneliti riset, maupun masyarakat sosial lainnya. Dari sini pula, banyak komunitas yang semula hanya berada di dasar kini berani untuk muncul ke permukaan untuk ikut bersinergi.
Baca juga: Mimpi Anak Pemulung
Kalau sebelumnya Ziliun menyorot gebrakan Start Surabaya dari Kota Pahlawan, hari ini ada cerita dari Aini Hanifa, inisiator Surabaya Youth Carnival. Komunitas yang cukup berperan dalam pergerakan anak muda Surabaya adalah Surabaya Youth Carnival (SYC), event kepemudaan independen dan non profit. SYC digelar untuk meningkatkan kepedulian anak muda Surabaya. Memberikan space bagi komunitas, dan organisasi di Surabaya untuk memperkenalkan diri ke masyarakat luas. Di tangan Aini Hanifa, sang inisiator Surabaya Youth Carnival, kini komunitas ini semakin berkembang.
Berawal dari mengikuti workshop bernama Klasik Muda, Aini yang saat ini masih menjadi mahasiswi aktif Desain Interior ITS bertemu dengan beberapa teman dari berbagai komunitas di Surabaya.
“Miris rasanya ketika menemukan banyak komunitas yang memiliki visi dan misi sama namun mereka bergerak sendiri-sendiri dengan berbagai kegiatan secara terpisah,” ungkapnya. Merasa Surabaya perlu memiliki wadah yang bisa mempertemukan komunitas dan individu produktif, Aini menginisiasi SYC pada tahun 2013.
Baca juga: Kenapa Lo Harus Selalu “Kepepet”
Tentu saja, dengan adanya SYC, Aini ingin anak muda Surabaya memiliki wadah berapresiasi, salah satunya melalui Gerakan Surabaya Youth yang fokus menjadi partner utama Pemerintah Kota Surabaya untuk bidang kepemudaan.
“Dari sinilah, SYC percaya bahwa komunitas harus bersinergi dengan pemerintahan. Terinspirasi dari konsep Parlemen Muda Indonesia, dimana seharusnya setiap kota memiliki dewan pemuda untuk bisa menyampaikan harapan dari para pemuda dan komunitas kepada pembuat kebijakan, dalam hal ini Pemerintah Kota Surabaya,” ujar Aini.
Sejauh ini, SYC telah berkontribusi di bidang youth movement salah satunya dengan mengirim delegasi volunteer ke Future Leaders Summit 2014 di Semarang, Forum Indonesia Muda di Jakarta, dan Open Government Partnership Asia Pacific di Bali. Bagi Aini, ini merupakan sebuah upaya memperkenalkan kota Surabaya sekaligus menjadikan anak muda Surabaya memiliki sense of belonging yang lebih tinggi terhadap kotanya sendiri.
Baca juga: Mengubah Dunia dengan Hashtag, Percaya?
“Saya berharap bahwa setiap anak muda bisa menyadari bahwa kontribusi mereka bisa dimulai dari menciptakan perubahan pada diri mereka masing-masing. Jika setiap anak muda memiliki rasa ingin berubah menjadi pribadi yang lebih baik, itu akan berpengaruh pada lingkungannya, bahkan semakin baik untuk kota dan negaranya,” imbuh Aini.
Seperti yang dikatakan oleh Aini, anak muda memiliki dua pilihan. Menuntut perubahan atau menciptakan perubahan. Pilih mana?
Header image credit: i.ytimg.com