Di antara generasi muda Indonesia sendiri, merek Toshiba hanya diasosiasikan dengan “laptop dengan performa bagus”, tidak pernah dianggap merek inovatif. Padahal, di masa lalu Toshiba banyak menghasilkan gebrakan.
Banyak perusahaan sekarang berlomba menggunakan tagline untuk memperkuat branding perusahaan mereka. Contohnya seperti Apple dengan “Think Different”, Walmart dengan “Save Money, Live Better” dan Visa dengan “It’s everywhere you want to be”. Namun, sebuah tagline perusahaan ternyata belum tentu berhasil menanamkan image yang mereka inginkan di mata konsumennya. Sebut saja perusahaan teknologi asal Jepang besutan Hisashige Tanaka–Toshiba–dengan tagline yang dibawa “Leading Innovation”.
Mengklaim dirinya sebagai inovator kelas dunia, Toshiba, mengaku telah menggebrak revolusi notebook yang membantu kemudahan dalam berbisnis. Ya, Toshiba sendiri di masa lalu memang banyak menghasilkan gebrakan. Beberapa yang paling terkenal adalah mesin cuci listrik pertama di Jepang, ponsel warna pertama, dan laptop PC pertama. Lalu ada juga inovasi tahun 2000-an seperti Cosmio G50, World’s First Quad Core Cell-based Processor dan Portege R600, yang di situsnya ditulis sebagai World’s First Ultraportable Notebook with a 512GB SSD.
Baca juga: Belajar Dari Cerita Hewlett-Packard
Produk-produk terdahulu di atas mungkin dianggap inovasi bagi Toshiba. Tapi apa sebenarnya kita, yang notabene mereka anggap sebagai konsumen, merasakan dampak dan perubahan besar dari produk di atas? Di antara generasi muda Indonesia sendiri, merek Toshiba hanya diasosiasikan dengan “laptop dengan performa bagus”, tidak pernah dianggap merek inovatif, seperti Apple misalnya.
Ziliun sebelumnya pernah membahas tentang moonshot thinking. Wired.com mendefinisikan moonshot thinking seperti ini: “When you aim for a 10x gain, you lean instead on bravery and creativity — the kind that, literally and metaphorically, can put a man on the moon.” Intinya, daripada meningkatkan sesuatu sedikit-sedikit, lebih baik langsung memecahkan masalah yang besar dengan solusi radikal.
Baca juga: Moonshot Thinking, Menyasar 10 Kali Lipat Kesuksesan, Bukan 10% Peningkatan
Mungkin Toshiba belum mengajak semua engineer-nya yang sekarang untuk mengusung mindset moonshot thinking. Nyatanya, tagline “Leading Innovation” seperti hanya jadi jargon, tanpa benar-benar diresapi. Balik ke contoh laptop Protege R600 tadi, ultraportable notebook pertama yang punya kapasitas SSD sebesar 512 GB. Sebelum ada Protege R600, kapasitas SSD paling besar hanyalah 128 GB. Iya, ini improvement.
But, is it innovation? Lagi-lagi bandingkan dengan Apple, perusahaan ini ga tanggung-tanggung menaruh segambreng inovasi baru, bukan cuma peningkatan-peningkatan kecil.
Toshiba bukannya gak inovatif. Hanya saja, Toshiba belakangan ini lebih memilih jadi safe player (menyasar 10% peningkatan), bukan risk taker (10x kesuksesan). Coba aja Toshiba bisa nerapin moonshot thinking ini, pasti produknya bisa ngunggulin Apple. Sayang banget kan dengan sejarah panjang sebagai inovator, Toshiba yang udah lama berdiri dan udah punya ide bagus hanya dianggap sebagai “laptop dengan performa bagus” oleh generasi sekarang?
Baca juga: What We Can Learn From The “Real” Iron Man
Header image credit: mclib.com