Jaman sekarang, emang kata “startup“ itu ngehip abis. Seakan-akan, kalo ngobrol dan ada kata “startup”-nya di situ, kita tuh berasa jadi anak hi-tech dan kekinian banget! Padahal, ya.. mungkin lo ga sepenuhnya paham juga sih sama startup. Yang penting keliatan keren aja. Biar kelewat gaul.
Bagi gue sendiri, waktu pertama kali denger kata startup, yang ada di pikiran adalah “bisnis yang masih bayi” atau “bisnis yang masih baru dibangun”. Ternyata, ekspektasi gue kurang tepat. Setelah search Google, ditambah dengan baca banyak artikel inspiring dari Ziliun tentang startup, gue sekarang jadi lebih paham sama dunia startup.
Mulai dari basicnya lo punya ide. Kemudian, ide tersebut mesti diolah dengan melakukan validasi. Untuk validasi ide, sudah pernah dibahas di artikel Ziliun sebelumnya, ya.
Kali ini, kita akan fokus membahas tentang user research (riset pengguna). Riset dibutuhkan karena ga cukup kalau hanya mengandalkan validasi ide aja. Kita mesti paham dan mengeksekusi apa yang pengguna butuhkan.
Terus, guna riset cuma itu doang?
Waah, jangan salah. Riset itu worth it banget buat menghindari bias refleksi diri. Karena kita yang menciptakan startup, otomatis kita bakal pede dan yakin banget bahwa startup ini sangat berguna. Apalagi, tim startup biasanya berisikan anak-anak muda yang punya semangat menggebu. Pokoknya yakin banget deh startup ini bakal bermanfaat buat banyak orang. Dengan adanya riset, kita jadi lebih tahu fakta yang ada di lapangan itu seperti apa. Bukan berdasarkan asumsi tim pembuat startup. Karena seperti yang kita tahu, asumsi itu membunuh! User research juga bisa digunakan sebagai paper prototypes, alat interaksi, sekaligus memantau KPI (Key Performance Indicator / indikator kinerja).
Baca juga: Startup yang Gagal itu Sering Berasumsi
Berarti, user research itu hukumnya wajib dong?
User research wajib kalau startup yang kita jalani ga pengen berasa useless atau bahkan berhenti di tengah jalan. Tapi faktanya, banyak anggota tim startup malas buat ngejalanin riset. Ngapain ribet-ribet buat riset? Alasannya sih macem-macem: mulai dari riset itu ribet, mau fokus ke fitur, sampai ke alesan ga penting kayak, “gue kan bukan peneliti, ngapain riset!” atau “pokoknya jadi anak muda itu ga usah kebanyakan mikir, langsung action!”. Sebenernya, ini kurang tepat, lho. Riset ga boleh diabaikan, dan harus terus ditingkatkan.
Kalo lo bikin startup cuma buat mecahin permasalahan lo aja, atau bikin startup karena bidang ini yang lo suka doang, itu namanya memecahkan masalah pake masalah, alias usaha lo ga menghasilkan solusi.
Hal inilah yang mendasari Erika Hall, seorang web designer professional dan Co-Founder dari Mule Design Studio, untuk menciptakan buku yang berjudul “Just Enough Research”. Misi utamanya adalah memberikan pemahaman mengenai nilai riset kepada para entrepreneur, developer, dan designer. Riset sendiri bukan hanya milik para peneliti, tapi semua orang dapat melakukan riset. Selain berhubungan dengan desain, user research juga biasanya tidak jauh kaitannya dengan UX (User eXperience).
Baca juga: Belajar Membesarkan Bisnis dari Mendaki Gunung Everest
Nah, emang riset apa aja yang perlu kita lakukan?
Survey merupakan hal yang paling jelas. Salah satu caranya dilakukan melalui wawancara. Baik wawancara langsung, melalui perangkat karena keterbatasan jarak, ataupun tools via internet. Wawancara juga bisa dilakukan perseorangan, kelompok/komunitas, atau diskusi antar grup. Tools online sendiri banyak sekali macamnya, beberapa diantaranya adalah Survey Monkey, Survey Expression, dan Fluid Surveys.
Sebelum melakukan user research, pahami dahulu user mana yang akan kita inginkan. Ini termasuk tujuan kritis lho! Jadi tim startup harus bener-bener paham sebelum nyemplung langsung untuk riset.
Berapa rentang usia user nya? Berasal dari wilayah mana? Apa gendernya? Apa profesinya? Ataukah cakupan user nya lebih luas dan tidak mengenal batasan? Apa saja aktivitas yang mereka lakukan? Dan berbagai macam klasifikasi lain. Tulislah secara detail, sehingga kita akan mendapatkan user yang potensial dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Kalo user yang dituju sudah tepat, proses untuk riset ke depannya tentu bakal lebih gampang!
Baca juga: Cara Tepat Untuk Validasi Ide Startup
Image header credit: picjumbo.com