Mari kita bahas satu hal yang lagi panas banget di masyarakat.
Unicorns.
Topik ini mendadak menjadi trending topic di tongkrongan, kantor, media sosial–you name it.
Sebelumnya, kamu udah tahu kan bahwa topik mengenai unicorn tiba-tiba jadi hits karena adegan yang terjadi saat Debat Capres 17 Februari 2019 lalu?
Good. Mari kita lanjut.
Adegan tersebut ternyata membuka mata kita bahwa banyak sekali masyarakat Indonesia yang belum paham mengenai adanya industri digital yang melahirkan ekonomi digital. Oleh karena itu, ngga heran kalau banyak masyarakat Indonesia yang belum paham pentingnya Revolusi Industri 4.0 yang lagi rajin digadang-gadang oleh pelaku industri digital dan pemerintah.
Jadi, edukasi dan klarifikasi mengenai peran industri digital bagi negara kita itu penting banget.
Dan bukan hanya orang yang semi-awam terhadap unicorn saja yang ‘gatel’ untuk berkomentar, para pelaku dan orang-orang yang terlibat langsung di industri digital pun ikut mengklarifikasi mengenai ‘yang online-online itu’, termasuk Alyssa Maharani dari Digitaraya dan juga Kok-bisa?.
Oleh karena itu, Ziliun akan memberikan kamu informasi-informasi pokok yang berguna untuk kamu menjelaskan mengenai industri digital, ekonomi digital, dan unicorn kepada siapa pun yang bertanya.
PS: Informasi ini salah satunya bisa dibaca di instastory Alyssa dan akun Instagram Kok-Bisa?.
Pertama, apa itu Unicorn?
Mungkin hal pertama yang terlintas waktu mendengar seseorang bilang, “Unicorn yang online-online itu, kan?” adalah, “Iya, sih, unicorn identik dengan online….”
Untuk menjelaskan dengan sederhana, kita perlu memahami bahwa Unicorn adalah istilah yang digunakan untuk mendefinisikan perusahaan startup swasta yang memiliki valuasi lebih dari USD 1 miliar. Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Aileen Lee dari Cowboy Ventures, investor yang berfokus pada pendanaan bibit.
Kenapa unicorn?
Karena unicorn adalah hewan mitos. Dan dulu, perusahaan yang mampu mencapai valuasi USD 1 miliar dianggap mitos. Alias mustahil.
Meski terbukti tidak impossible, secara statistik perusahaan unicorn memang jarang. Studi yang dilakukan oleh Stanford University menyebutkan hanya 2% perusahaan yang berhasil menjadi unicorn. Bahkan, CB Insights menyatakan bahwa kemungkinan sebuah perusahaan menjadi unicorn hanya 1 persen! W-O-W.
Baca juga: 7 Tips Agar Startupmu Lebih Cepat Gagal!
Di dunia ini, sampai tahun 2019, hanya ada 310 unicorn. Di Indonesia, hanya ada empat unicorns–padahal, negara kita menempati urutan pertama di Asia Tenggara. Tuh, sulit kan!
Lalu, apa ngaruhnya ke ekonomi digital?
Unicorn adalah pemain raksasa di ekonomi digital. Mereka berhasil menjadi unicorn karena membuka bisnis di arena digital, di mana informasi digital bukan lagi digunakan sebagai media berkomunikasi, melainkan juga lahan berstrategi, transaksi, dan interaksi langsung antara perusahaan dan konsumen.
Intinya, ekonomi digital juga didorong oleh kehadiran unicorn, dan ekonomi digital mendorong peningkatan positif bagi aktivitas-aktivitas ekonomi lain yang sudah ada sebelumnya.
Sejak tahun 2015, Kemenkominfo Republik Indonesia sudah menganalisis tentang potensi Indonesia sebagai pemain ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Dan disebutkan pula bahwa pada tahun 2020, bisnis online di Indonesia diprediksi akan membawa Pendapatan Domestik Bruto naik sebanyak 22 persen.
Kok bisa?
Karena ekonomi digital di Indonesia ngga lama lagi akan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Sejauh ini, mereka telah berhasil menciptakan banyak lapangan kerja, akses informasi, akses pendapatan, dan akses informasi yang cepat dan real-time. Mereka bahkan sudah menjadi gaya hidup, seperti GO-JEK misalnya.
Kalau masih penasaran, TEMPO juga sudah membahas mengenai hal ini dengan cukup detail.
Sebagai bagian dari industri digital, startup unicorns mendorong startup lain untuk tumbuh dan berkembang.
Semakin banyak startup dan unicorn, semakin cuanlah Indonesia. Jadi, penting banget bagi pemerintah dan masyarakat untuk bareng-bareng mendukung perkembangan industri digital.
Menurut Kemkominfo, industri digital ini ngga terbatas pada pemberdayaan bisnis digital saja. Industri lain juga terhubung di dalamnya, misalnya penyedia jasa layanan antar dan logistik, provider telekomunikasi, dan produsen dan penyalur perangkat pintar pun mengambil peran di dalamnya. Oleh karena itu, industri digital berperan besar bagi ekonomi negara.
Indonesia sendiri punya masa depan yang saking cerahnya jadi silau di wilayah ekonomi digital, terutama e-commerce. Bahkan, tahun 2025 nilai ekonomi digital Indonesia diprediksi akan mencapai USD 250 miliar.
TAPI, hal ini akan terealisasi hanya jika elemen-elemen pendukungnya dioptimalkan, yaitu infrastruktur, regulasi, dan sumber daya manusia.
Bayangkan jika kita mau maju dalam berbisnis online, tetapi ngga punya jaringan yang memadai, ngga punya regulasi yang mendukung, dan ngga punya orang yang melakukan bisnisnya. Oleh karena itu, memaksimalkan ketiga elemen tersebut jadi vital.
Sampai saat ini, pemerintah Indonesia sudah membuat progres yang cukup baik dalam ngedukung perkembangan industri dan ekonomi digital. Misalnya, dengan menggelar Nexticorn–sebuah pertemuan internasional yang membawa investor dari seluruh dunia untuk berinvestasi di startup-startup potensial Indonesia sebagai program pemerintah.
Selain itu, Kemkominfo juga mendukung pengembangan talenta teknologi digital melalui pemberian beasiswa talenta digital.
Kalau begitu, persoalan selanjutnya adalah,
Bagaimana cara mendorong ekonomi digital untuk masa depan?
Nah, menurut Alyssa dan beberapa pemain startup, sejauh ini kinerja pemerintah dalam memfasilitasi dan mendukung pertumbuhan startup dan industri digital udah cukup keren. Namun, usaha ini masih butuh banyak perbaikan.
Jadi, kata Alyssa, bagi siapa pun yang memiliki kuasa untuk memerintah (alias presiden selanjutnya), ada PR yang cukup banyak agar Indonesia bisa menjadi pemain besar dalam Industri Revolusi 4.0:
- Mengedukasi dan melatih talenta-talenta di bidang teknologi dan industri digital, karena sampai sekarang sumber dayanya masih sangat minim,
- Perluas dan perbarui infrastruktur, terutama untuk jaringan 5G yang akan segera digunakan, dengan memastikan bahwa jaringan tersebut mencapai SELURUH wilayah Indonesia tanpa terkecuali,
- Berkolaborasi di antara seluruh kementerian yang terkait untuk mendorong ekonomi digital Indonesia,
- Perbaiki kebijakan perpajakan yang mendukung startup kecil, tetapi juga tetap bisa mendistribusikan kekayaan perusahaan-perusahaan raksasa agar sama-sama senang, dan
- Meningkatkan kapabilitas dan kualitas pekerja agar memahami cara main ekonomi digital, yaitu dengan perbaikan sistem pendidikan yang tidak lagi terlalu mementingkan ujian dan UN, tetapi lebih mengasah problem-solving dan critical thinking.
Kalau presiden Indonesia yang terpilih di tahun 2019 melakukan hal-hal di atas, Indonesia pasti akan bisa benar-benar merasakan bahwa memang yang online-online itu yang menopang negara kita.
Dan yang lebih penting lagi, kita sebagai warga negara pun harus dengan aktif berpartisipasi dalam program-program dan kebijakan yang pemerintah demi mendorong perkembangan industri digital.