Pernah dengar tentang law of diminishing returns? Salah satu prinsip dasar ekonomi ini menyatakan bahwa seiring meningkatnya jumlah suatu faktor produksi secara incremental, dengan faktor produksi lain konstan, maka output dari proses produksi akan berkurang secara incremental.
Oke, mungkin ini agak ribet bagi mereka yang belum pernah tahu. Tapi kalau dijelaskan secara sederhana seperti ini:
Misalnya, di pabrik bantal, pastinya untuk produksi bantal butuh mesin dan tenaga kerja. Semakin banyak mesin dan tenaga kerja yang ditambah, pastinya jumlah bantal yang bisa diproduksi makin banyak, kan? Iya, tapi margin pertambahannya semakin sedikit. Misalnya, ada 100 orang tenaga kerja dan 100 mesin. Kalau tenaga kerja dianggap konstan (100 orang), sementara ada penambahan 50 mesin, maka mungkin yang awalnya cuma 200 bantal yang bisa diproduksi, bisa jadi 300 bantal. Tapi kemudian waktu ada penambahan 50 mesin lagi, produksi bantal cuma bertambah dari 300 bantal jadi 350 bantal, which means jumlah output bertambah, tapi “pertambahan”-nya berkurang. Itulah yang dimaksud dengan law of diminishing returns.
*ngos-ngosan jelasinnya
Baca juga: Baca Manifesto Ini Setiap Kali Lo Kehilangan Motivasi
Poin pertama
Oke, yang mau kita bahas di sini bukan tentang teori ekonomi, pabrik, atau apapun. Tapi kita percaya kalau law of diminishing returns ini gak cuma berlaku dalam produksi, tapi juga dalam berbagai hal dalam kehidupan ohoho.
Terutama, terkait uang dengan happiness. Banyak yang bilang money doesn’t buy happiness. Ya, tapi gak bisa dipungkiri berdasarkan data-data survey yang dikumpulkan dari berbagai negara, peningkatan pendapatan penduduk suatu negara meningkatkan happiness index mereka. Berarti, money does buy happiness doong?
Yep, tapi faktanya, di banyak negara maju, saat pendapatan tersebut sudah sampai ke titik atau angka tertentu, kebahagiaan seseorang gak bisa bertambah secara signifikan lagi. Istilahnya, ada suatu threshold. Inilah yang bisa dibilang diminishing returns-nya uang terhadap kebahagiaan.
Baca juga: Kenapa Harus Hidup Hemat Walaupun Punya Uang Banyak
Poin kedua
Oke, itu poin pertama. Itu berarti orang yang udah kaya banget itu seperti gak perlu lebih banyak uang lagi! Ya udah mentok bahagianya, ngapain cari uang lagi?
Inilah yang membawa kita pada poin kedua: apa sih yang sebenarnya orang kaya inginkan?
Video dari The School of Life yang menggugah berikut ini ngasih tahu kita kalau sebenarnya orang kaya itu cuma pengen dihargai.
Nah lho?
Ya duit udah berlebih, mau apa lagi. Kayak konglomerat-konglomerat gitu lho, gaya hidupnya udah pol mewahnya, lama-lama coba terjun ke politik buat mengejar ambisi yang lebih besar, power, misalnya. Terus ada juga konglomerat-konglomerat yang mulai bikin yayasan, menyalurkan uangnya yang berlebihan untuk good causes.
Mungkin lebih tepatnya, mereka pengen merasa lebih bermakna aja.
Baca juga: 5 Quotes on Money and Wealth
Kesimpulan
Sekarang mari kita tarik kesimpulan dari dua poin di atas.
Pertama, uang memang membeli kebahagiaan, tapi hanya sampai batas tertentu. Kedua, saat batas itu sudah terlewati, maka orang-orang mencari tujuan lain yang lebih daripada uang, yaitu makna, dan power, dan respect.
Kedua fakta di atas merujuk ke satu hal:
If we can have both money and meaning in this life, would things be perfect?
Habisnya anak muda banyak banget yang ngomong, “Realistis dikitlah, bro. Hidup perlu cari makan” dan ada juga yang suka ngomong “Uang nomor kesekian. Yang penting menjani hidup yang bermakna, melakukan apa yang kita suka”.
Padahal, bukan gak mungkin dua-duanya bisa dicari secara bersamaan. Tinggal gimana kitanya pinter-pinter ber-compromise.
So stop thinking that money is the most important, or meaning is the most important. Both are.
Baca juga: Punya Banyak Uang? Belilah Pengalaman!
Header image credit: parade.com
Comments 2