Toko Buku Gunung Agung Tutup: Pertanda Turunnya Minat Baca?– Kabar menyedihkan datang dari PT GA Tiga Belas atau Toko Buku Gunung Agung. Pasalnya, mereka bakal menutup seluruh tokonya pada akhir tahun ini karena udah gak bisa bertahan dari kerugian yang amat besar.
Pihak manajemen sebenernya udah ngelakuin efisiensi dan efektivitas usaha sejak 2013. Tentu hal ini berdampak sama nasib para karyawannya. Menurut artikel dari CNBC, Sebanyak 220 pekerja kena PHK secara sepihak sejak 2020 sampai 2022, dan kabarnya hal ini terus berlanjut pada tahun 2023. Bahkan, per Mei 2023, Toko Buku Gunung Agung cuma nyisain 5 toko saja yang tersebar di kawasan Jakarta, Depok dan Karawang.
Kenapa sih Toko Gunung Agung ini bisa sampe tutup?
Mengutip dari artikel CNBC, Toko Gunung Agung ini tutup karena permasalahan beban operasional yang begitu besar, misalnya beban sewa bangunan dan juga gaji karyawan. Beban yang besar ini sayangnya gak sebanding sama pencapaian penjualan perusahaan tiap tahunnya yang terus boncos. Selain itu, Toko Gunung Agung ini dinilai sama banyak pihak gak bisa bersaing dan gagal nerapin strategi bisnis yang ideal. Hal ini jadi semakin parah karena datangnya wabah pandemi Covid-19 di awal tahun 2020 yang ngebuat perusahaan makin “tenggelam”.
Cukup miris dan sedih emang ngeliat gimana salah satu toko buku legendaris ini harus tutup total akhir tahun nanti. Padahal, Toko Gunung Agung punya banyak kontribusi buat kemajuan literasi di Indonesia. Mereka punya banyak banget koleksi buku bersejarah, salah satu yang paling fenomenal adalah autobiografi Presiden Soekarno yang ditulis sama seorang jurnalis asal Amerika Serikat– Cindy Adams yang berjudul Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat. Banyak juga karya Presiden Soekarno yang terbit dari sini, misalnya Bendera Revolusi. Selain itu, toko buku ini juga nerbitin autobiografi tokoh-tokoh penting Indonesia lainnya.
Toko Gunung Agung ini sedari dulu rajin banget buat ngadain pameran buku. Bahkan pas awal peluncurannya, Toko Gunung Agung ngadain pameran yang berisi 10 ribu buku. Setelah itu, muncul lagi pameran-pameran lainnya kayak Pekan Buku Indonesia tahun 1954, dan di tahun yang sama sempat dipecaya sama Presiden Soekarno buat menggelar pameran buku dalam Kongres Bahasa di Medan.
Ternyata, bukan cuma Toko Gunung Agung yang tutup, banyak juga toko buku lainnya yang bernasib sama!
Pas bulan April kemarin, toko buku Books & Beyond pun harus menutup seluruh gerai tokonya di Indonesia. Meskipun begitu, buku-buku mereka tetep bisa dibeli secara online.
Toko buku Aksara yang berada di Jakarta Selatan juga harus menutup dua cabangnya. Tempat yang dulunya menjadi pusat toko buku Aksara di Kemang sekarang berubah jadi creative-hub. Sama seperti Books & Beyond, buku-buku dari Aksara ini masih bisa dibeli secara online. Kemudian ada toko buku lokal nan fenomenal asal Solo, Togamas yang juga resmi berhenti beroperasi sejak bulan Juli 2022 yang lalu. Lagi-lagi pandemi yang memengaruhi penjualan jadi salah alasan tutupnya perusahaan ini. Duh… Semoga toko buku yang sekarang masih ada gak menyusul mereka ya.
Kalo udah gini, apa dong penyebab sebenernya?
Benarkah ini karena minat baca di Indonesia yang makin menurun? Atau justru Toko Gunung Agung yang gak bisa berinovasi dalam penjualan mereka? Yuk cek faktanya! Bertolak belakang sama penutupan toko buku belakangan ini, ternyata menurut artikel Data Indonesia, minat baca warga Indonesia ini mengalami peningkatan lho! Pas tahun 2022 kemarin, tingkat kegemaran baca warga Indonesia mencapai 63,9 poin. Skor ini naik 7,4% dibandingin tahun sebelumnya yaitu 59,52 poin.
Nah, kalo Toko Gunung Agung gimana? Ternyata, banyak pihak yang menilai kalo mereka ini gak bisa berinovasi. Menurut pegiat literasi Wien Muldian, Toko Gunung Agung tutup karena “gagal nyesuiain” strategi bisnis mereka dengan perilaku konsumen yang berubah di era digital. Di mana akses buku jadi lebih luas dan mudah via online.
Sedangkan Pakar Pemasaran & Guru Besar FEB UI Prof. Rhenald Kasali menilai tutupnya Toko Gunung Agung ini terjadi akibat adanya gabungan disrupsi dan non-disrupsi dalam pengelolaan perusahaan. Ia melanjutkan kalo Toko Gunung Agung ini kurang berinovasi dalam hal pemilihan lokasi, produk, branding, bahkan sampe marketing-nya. Semua faktor ini membuat Toko Gunung Agung pada akhirnya harus gunung tikar setelah 70 tahun berdiri.
Faktor ini juga nyebabin banyak toko buku lainnya pada tutup. Di tengah gempuran teknologi dengan hadirnya online shop dan juga e-book, toko buku dituntut harus bisa cepat beradaptasi. Mereka gak bisa terus-terusan fokus sama channel penjualan offline. Tapi, mereka seharusnya bisa bangun suatu sistem penjualan online lewat berbagai e-commerce supaya bisa mengakomodir seluruh kebutuhan pembeli.
Ya, walau pun di zaman sekarang ini kita bisa beli buku secara online dengan pilihan yang lebih beragam, kita bisa lho dukung dan menghargai toko-toko tersebut dengan sekadar berkunjung dan membeli 1 atau 2 buku.
Untuk menemukan konten menarik lainnya seputar isu anak muda, yuk kunjungi profil Instagram Ziliun! dan jangan lupa di-follow juga!