Tech and internet has radically changed the nature of money and financial services. Indonesia, let’s embrace the change!
Kalau dulu nyari uang buat modal usaha pilihannya antara ke bank, atau minjem ke orangtua/teman/saudara, sekarang ada alternatif yang baru namanya crowdfunding. Pada udah tahulah ya pasti… Kalau di luar negeri ada yang namanya Kickstarter atau Indiegogo, sementara di Indonesia ada Wujudkan atau KitaBisa.
Well, kita bukan mau ngomongin crowdfunding kali ini, tapi ngomongin payung lebih besar yang menaungi crowdfunding, yaitu… financial technology atau fintech. Fintech sendiri adalah istilah yang biasanya merujuk pada startup teknologi yang merombak nature dari uang dan layanan keuangan. Ya, salah satu contohnya adalah crowdfunding, yang memungkinkan kita mendapat pinjaman dari uang patungannya banyak orang.
Fintech ini lagi seksi-seksinya di negara-negara maju, karena fintech bikin layanan keuangan jadi lebih efisien. Misalnya, di US ada yang namanya LendingClub, sebuah startup yang menjadi platform peer-to-peer lending. Jadi kalau lagi butuh personal loan, gak perlu lagi tuh pake jaminan BPKB, terus susah balikin gara-gara bunganya terlalu tinggi (dan didatengin preman-premannya rentenir kayak di sinetron). LendingClub menyediakan bunga yang lebih rendah, proses yang cepat, dan lebih aman bagi pihak yang meminjam maupun yang meminjamkan.
Baca juga: Cashless Society, Generasi Masyarakat Tanpa Uang Tunai
Terus ada juga yang namanya Tesorio, yaitu startup yang membantu bisnis dan vendor mengelola working capital mereka. Simpelnya, biasa suatu usaha kan butuh vendor, dan ada kesepakatan antara usaha tersebut dan vendornya, tentang kapan pembayaran akan dilakukan (biasanya dengan proses negosiasi dan lobi-lobi). Nah, tapi banyak vendor yang gak dibayar tepat waktu, atau bahkan gak dibayar, gara-gara perusahaan yang menyewa emang tipu-tipu gitu. Tesorio berusaha menyelesaikan problem ini, dengan membuat suatu algoritma yang bisa menghitung rate yang sifatnya win-win: vendor dibayar cepat, dan usaha yang menyewa jasa vendor bisa dapat harga lebih murah (anak finance pasti ngerti nih yang beginian).
Satu lagi deh contohnya. Ada yang namanya MotifInvesting, fintech yang bergerak di thematic investing, yaitu platform yang ngebantu investor untuk menemukan obyek investasi yang sesuai dengan interest-nya. Ya misalnya ada bapak-bapak yang suka banget sama online gaming. Dia bisa langsung search perusahaan-perusahaan yang bergerak di online gaming yang terbuka dengan investasi, jadi portfolio investasinya bakal merefleksikan goal, view, dan, interest dirinya sendiri.
Nah, gimana dengan fintech di Indonesia? Di Indonesia fintech juga lagi berkembang, walaupun startup-nya belum sevariatif startup di negara maju. Selain crowdfunding, udah banyak startup yang bergerak di payment gateway, personal finance, dan lending.
Baca juga: Jangan Terlalu Ngikutin Prinsip Ekonomi
Untungnya mulai ada nih inisiatif-inisiatif yang ingin mendorong iklim fintech di Indonesia, seperti Ibex Hackathon misalnya. Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) yang tiap tahun rutin mengadakan Indonesia Banking Expo (Ibex) tahun ini menambahkan Hackathon di rangkaian acaranya. Hackathon yang khusus mengundang developer muda usia 18-30 tahun ini berharap kalau para developer muda bisa memberikan solusi teknologi untuk bank (dalam hal user experience klien dan social media engagement), usaha kecil (dalam hal produktivitas), dan masyarakat luas (dalam hal edukasi keuangan dan personal finance).
Ya, mungkin bagi kita-kita sekarang, fintech ini belum terlalu berguna. Tapi beberapa tahun lagi waktu kita udah jadi orang kaya (aamiin…), bakal butuh banget nih, kemudahan-kemudahan teknologi kayak gini dalam hal keuangan. Apalagi, generasi kita adalah generasi melek teknologi yang pengen segala sesuatunya instan dan efisien.
Tech and internet has radically changed the nature of money and financial services. Indonesia, let’s embrace the change!
Baca juga: Selain Unplug dari Gagdet, Ayo Unplug dari Uang!
Header image credit: mastercard.com
Comments 3