Stres pada Mahasiswa Tingkat Akhir: Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasinya – Desember 2018, sebagaimana dilansir dari Tirto, dua mahasiswa Universitas Padjajaran meninggal akibat bunuh diri. Usut punya usut, kabarnya, keduanya sedang mengalami masalah, salah satunya, karena skripsi yang gak kunjung kelar.
Di era pandemi, tepatnya 2020 lalu, seorang mahasiswa semester 14 juga ditemukan gantung diri. Gara-garanya, lagi-lagi masalah skripsi yang judulnya konon selalu ditolak sang dosen.
Nah, kasus-kasus barusan bukan terjadi kali itu aja. Sebab, berdasarkan riset Tirto, di Indonesia, sejak Mei 2016 sampai Desember 2018, berbagai pemberitaan online mencatat ada 20 kasus bunuh diri mahasiswa. Sebagian besar, berkaitan dengan masalah tugas dan skripsi.
DeAnnah R. Byrd dan Kristen J. McKinney dalam penelitian “Individual, Interpersonal, and Institusional Level Factors Associated with the Mental of College Students” mengungkapkan, pada dasarnya ada berbagai faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental mahasiswa. Misalnya, kondisi emosional, fisik, kognisi, dan komunikasi intrapersonal.
Penyebab lainnya, menurut Misra dan Castillo dalam Academic Stress Among College Student, gak lain dan gak bukan adalah stres yang dialami seseorang saat mengerjakan sesuatu di luar batas kemampuannya. Akibatnya, muncul kecemasan dan rasa tegang.
Tentunya, gak semua mahasiswa mengalami stres di akhir pendidikan. Namun, rata-rata 20% mahasiswa tingkat akhir rentan mengalami stres karena beban semakin bertambah. Hal ini diperparah dengan kondisi pandemi yang gak tau kapan berakhirnya.
Lebih lanjut lagi, beberapa penelitian mengamini kalo stres pada mahasiswa tingkat akhir bisa disebabkan baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal mencakup kondisi fisik, perilaku, dan kognisi. Sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan fisik, belajar, dan kegiatan sehari-hari.
Baca juga di sini: Work-Life Balance di Dunia Kerja: Mitos atau Fakta?
Stres pada Mahasiswa Tingkat Akhir dapat Memicu Berbagai Gangguan Kesehatan Mental
Sejatinya, bila tidak ditangani dengan baik, berbagai hal yang menyebabkan stres pada mahasiswa tingkat akhir—salah satunya karena skripsi—dapat berujung pada gangguan kesehatan mental serius. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Depresi
Pada dasarnya, stres pada mahasiswa tingkat akhir adalah pintu masuk menuju depresi. Beban skripsi yang gak kunjung selesai, relasi dengan dosen pembimbing alias dospem yang gak terlalu oke, ditambah pertanyaan “Kapan lulus?” yang selalu menghantui, tanpa disadari ikut memengaruhi kondisi fisik dan kesehatan mental mahasiswa tingkat akhir.
Depresi sendiri merupakan gangguan kesehatan mental yang memiliki gejala suasana hati terus-menerus sedih dan tertekan, sampe-sampe kehilangan minat beraktivitas. Ujung-ujungnya, hal ini pun berpengaruh ke penurunan kualitas hidup sehari-hari. Bila depresi udah nyampe ke level depresi berat, perasaan, pemikiran, hingga perilaku pun dapat ikut terganggu, termasuk ke masalah emosional dan fisik.
Pada mahasiswa tingkat akhir, gejala depresi mungkin terlihat kayak capek biasa. Padahal, beban ini bisa-bisa meledak suatu saat nanti kalo gak dapet penanganan.
2. Cemas Berlebihan
Cemas sesekali, wajar. Tapi kalau rasa cemas muncul hampir di setiap aktivitas dan rutinitas, kemungkinan besar kita berada di dalam kondisi gangguan kesehatan mental yang gak bisa kita sepelekan.
Rasa cemas berlebihan atau anxiety disorder jelas bisa mengganggu aktivitas sehari-hari dan bikin kita jadi kesulitan menjalani aktivitas. Kalo kita biarkan terus-menerus, kondisi ini bisa menyebabkan gangguan fisik, bahkan meningkatkan risiko penyakit jantung.
Salah satu penyebabnya, apa lagi kalo bukan stres yang rentan menerpa mahasiswa tingkat akhir, ataupun untuk mahasiswa secara umum di berbagai tingkatan, penyebabnya dapat berupa tekanan akademis dan kondisi kehidupan sosial.
3. Insomnia
Mengerjakan tugas sampai larut malam bisa bikin seorang mahasiswa mengalami insomnia. Gangguan tidur yang mengakibatkan kesulitan tidur ini bisa bikin kita kekurangan waktu istirahat, dan ujung-ujungnya bisa berdampak pada fungsi kognitif. Insomnia juga bisa bikin otak capek dan lelah, sampe sulit berkonsentrasi dan berpikir.
Sebagian ahli berpendapat, insomnia bisa terjadi karena kondisi psikologis yang gak stabil, rasa cemas yang meningkat, gelisah, serta emosi yang gak terkontrol. Stres pada mahasiswa tingkat akhir inilah yang bisa jadi salah satu pemicu mahasiswa tersebut mengalami insomnia ringan sampai berat. Jadi, waspadalah…waspadalah!
4. Gangguan Makan
Percaya atau gak, gangguan makan juga dapat mendera mahasiswa tingkat akhir. Entah itu karena stres pada mahasiswa tingkat akhir yang dipicu tugas akhir atau adanya beban dan kecemasan yang muncul ketika membayangkan kehidupan setelah perkuliahan.
Nah, stres ini ujung-ujungnya bisa memengaruhi perilaku makan, sehingga akhirnya ikut memengaruhi status gizi. Gangguan ini bisa jadi semakin buruk ketika kita sama sekali gak sadar kalo kita lagi mengalami gangguan makan.
Baca juga di sini: 5 Cara Meningkatkan Kesadaran akan Kesehatan Mental
Gejala Stres pada Mahasiswa Tingkat Akhir
1. Gejala Fisik: Kelelahan dan Kurang Tidur
Apa pun gangguan kesehatan mental yang dapat mendera mahasiswa tingkat akhir, biasanya, gejala yang pertama dapat terlihat dari sisi fisik. Hal ini termasuk pusing akibat kelelahan, kurang tidur, dan tubuh yang mudah pegal serta lelah.
2. Gejala Emosi: Gelisah, Takut, Mudah Marah
Dari sisi emosi, gangguan kesehatan mental pada mahasiswa tingkat akhir dapat ditandai gelisah, tertekan, ketakutan, kecemasan, dan perasaan mudah marah. Emosi yang negatif tentunya bisa berdampak pada kinerja otak dan lagi-lagi, dapat berpengaruh ke kondisi fisik seseorang.
3. Gejala Kognitif: Kurang Fokus dan Sering Melamun
Tentunya, gejala satu ini berkaitan dengan gejala lainnya. Ketika emosi terganggu, seseorang akan rentan sering melamun, kurang fokus, dan kesulitan dalam mengambil keputusan. Tekanan darah rendah, kadar gula darah rendah, serta kelelahan juga berpengaruh ke kognisi seseorang.
4. Gejala Interpersonal: Kurang Peka terhadap Sekitar
Biasanya, gangguan kesehatan mental juga ditandai dengan perubahan dalam komunikasi interpersonal. Misalnya, jadi kurang peka terhadap lingkungan sekitar, termasuk keluarga dan teman-teman terdekat.
Gak cuma itu, gejala stres pada mahasiswa tingkat akhir yang satu ini juga bisa berpengaruh ke bagaimana kita berkomunikasi sama orang lain. Contohnya, timbul kesulitan dalam menyampaikan atau menceritakan permasalahan yang ada ke teman-teman dan keluarga.
Baca juga di sini: Stigma Kesehatan Mental di Indonesia. Mau Ada Sampai Kapan?!
Terus, Apa yang Harus Dilakukan Bila Kita Mengalaminya?
Pertama-tama, walau kita punya kecenderungan buat mendiagnosis apa yang kita alami, self-diagnosed sebetulnya sangatlah gak disarankan. Menyadari gejala-gejala yang kita alami itu tentu penting, tapi ada baiknya kita tetap mengunjungi ahli untuk berkonsultasi lebih lanjut supaya mendapatkan penanganan yang tepat. Ahli di sini bisa berupa psikolog atau psikiater.
Selain itu, ada pula beberapa hal lain yang penting untuk kita lakukan untuk menjaga kesehatan mental kita, seperti:
- Jaga pola makan dan konsumsi makanan bergizi yang mengandung protein, lemak sehat, karbohidrat, vitamin, mineral, dan serat.
- Olahraga! Jangan duduk depan laptop terus, tapi coba lakukan aktivitas buat mengurangi tingkat stres. Aktvitas fisik bisa merangsang tubuh memproduksi hormon endorfin yang bisa meredakan stres, mengurangi rasa khawatir, dan memperbaiki mood.
- Diet media sosial, bijak pilih-pilih informasi. Jangan sampai kebanyakan informasi bikin kita overwhelmed atau cemas.
- Bercerita ke keluarga dan sahabat. Cari orang-orang terdekat yang bisa kamu percaya untuk jadi tempat bercerita.
- Jangan begadang dan coba terapkan pola hidup teratur. Kelola waktu dengan baik dan paksa diri sendiri untuk punya waktu tidur yang cukup.
- Lakukan hal-hal yang bikin happy. Di tengah waktu yang tersita buat bikin skripsi, upayakan tetap ngelakuin hal-hal yang kamu suka. Entah itu baca buku, denger lagu, nonton film, atau main game!
- Lakukan kebaikan. Gak usah yang ribet-ribet, cukup lihat ke sekitar, dan lakukan hal-hal yang berdampak positif. Hal ini akan mendatangkan pengaruh positif juga ke diri sendiri.
Baca juga di sini: Gaslighting adalah Manipulasi Jahat yang Sering Terjadi
Akhir Kata…
Buat kalian yang sekarang lagi bergelut dengan masalah skripsi ataupun hal-hal lain yang kamu gelisahkan sebagai mahasiswa tingkat akhir, percayalah, kalian gak sendirian. Jadi, usahakan gak memendam masalah sendiri, validasi perasaan sendiri, cerita ke orang-orang yang bisa kamu percaya dan gak judgmental, plus gak ada salahnya kunjungi ahli.
Dan buat siapa pun kalian yang lagi baca tulisan ini, yuk, lebih aware ke sekitar. Jangan-jangan tanpa kita sadari, ada teman-teman kita yang lagi bergelut dengan stres dan gangguan kesehatan mental.
Jadilah teman cerita yang baik, gak menghakimi, dan nemenin mereka biar gak sendirian. Karena bagaimanapun juga, orang-orang dengan gangguan kesehatan mental membutuhkan teman cerita dan ruang aman, bukan malah kita tinggalkan berjuang sendirian.
Satu lagi, jangan lupa main-main ke Instagram @ziliun untuk berbagai konten menarik lainnya, ya! Kalian juga bisa DM kami kalo mau cerita. Semangat!