Mengenal Filsafat Stoikisme – Kita tahu kalo hidup itu gak melulu tentang kebahagiaan. Pasti, kita juga sering ngalamin perasaan sedih, cemas, bahkan stres. Ngomongin tentang hal ini, tiap orang pasti punya cara masing-masing untuk ngatasin perasaan-perasaan tadi. Salah satu cara buat mengelola perasaan dan emosi tadi adalah dengan bertanya kembali tentang asal perasaan negatif yang ada dalam diri kita.
Dengan bertanya, berarti kita berusaha untuk mencari akar permasalahan yang ada, termasuk dalam hal ini adalah perasaan dan emosi kita. Ngomongin tentang gimana cara mengelola semua itu, belakangan ini Stoikisme lagi jadi perbincangan buat melawan pikiran dan perasaan negatif tadi. Dengan mengenal Stoikisme, kita bakal lebih bisa mengelola perasaan supaya bisa mencapai kebahagiaan lewat hal-hal sederhana. Aliran filsafat Yunani Kuno ini dikembangin sama Zeno pada awal abad 3-SM.
Dalam perkembangannya, banyak filsuf yang menjadikan ajaran ini sebagai pedoman hidup, contohnya kayak Marcus Aurelius, Seneca atau Epictetus. Menurut ajaran Stoikisme, segala sesuatu yang ada di hidup kita itu bersifat netral. Gak ada yang namanya hal baik maupun buruk. Semua yang terjadi dalam hidup adalah hasil interpretasi manusia. Maka dari itu, ajaran ini mengedepankan pengendalian diri dan pikiran untuk mencapai hidup yang kita kehendaki.
Ajaran ini pun gak jauh dari kehidupan kita sehari-hari. Misalnya, kita kena semprot sama atasan gara-gara ada hal yang miss dalam kerjaan. Nah, alih-alih emosi atau berlarut-larut dalam kesedihan, kita bisa ngalihin pikiran kita buat ngelakuin hal-hal yang lebih impactful sama inti masalahnya. Misalnya kita berusaha komunikasiin sama atasan, terus juga cari cara dan berbenah supaya kejadian serupa gak terulang lagi.
Kok ajaran kuno ini bisa populer ya di zaman sekarang?
Walaupun kuno, ajaran Stoikisme masih relevan sama kehidupan sekarang. Salah satu ajaran yang sering para stoik terapkan adalah metode dikotomi kendali. Maksudnya, kita harus sadar kalo dalam hidup ini ada hal yang bisa kita atur, dan ada juga yang gak bisa. Nah, dan kita harus fokus sama hal yang bisa kita atur aja, hal yang di luar kendali kita, gak usah terlalu dipikirin.
Penerapan dikotomi kendali ini bisa kita terapin di kehidupan sehari-hari. Misalnya pas kita dapet panggilan interview kerja. Nah, kita gak perlu fokus sama hal-hal yang gak bisa kendaliin kayak soal test-nya gampang atau susah, HR-nya ramah atau gak, bakalan keterima atau gak karena itu cuma bakal kita cemas dan draining our energy aja. Instead, kita bisa fokus sama hal yang bisa kita kendaliin. Misalnya belajar interview, dan usahain buat nguasain materi yang relevan sama kerjaan yang kita apply.
Dengan nerapin ajaran Stoikisme dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa menjalani hidup yang lebih efektif karena kita tahu cara mengelola pikiran dan tindakan kita. Kita juga bakal terhindar dari emosi-emosi negatif yang bisa aja muncul secara tiba-tiba. Dengan begitu, tentunya kita semakin wise buat ngejalanin hari-hari kita.
See? Filsafat yang sering dikonotasikan sebagai hal yang rumit ini ternyata gak rumit-rumit amat ketika dalam praktiknya. Filsafat Stoikisme ini nawarin sebuah metode hidup yang sebenernya gak baru tapi masih relevan buat kehidupan sekarang. Kalo emang tertarik buat belajar lebih dalam lagi tentang Stoikisme ini, kita bisa baca beberapa rekomendasi bukunya. Salah satunya adalah Filosofi Teras karya Henry Manampiring, How To Be Free dari Epiktetos, Meditasi dari Marcus Aurelius, dan juga The Daily Stoic karya Ryan Holiday.
Untuk menemukan konten menarik lainnya seputar isu anak muda, yuk kunjungi profil Instagram Ziliun! dan jangan lupa di-follow juga!