Banyak orang yang ingin bekerja di startup dengan asumsi kalau startup itu bebas politik kantor kalo dibandingin sama perusahaan besar. Tapi bener nggak ya asumsi itu?
Sebelumnya, apa sih politik kantor itu dan dari mana asalnya?
Politik kantor muncul ketika karyawan cenderung menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk dapetin perhatian dan popularitas yang tidak semestinya di tempat kerja. Karyawan yang “enggak bener” itu menikmati politik kantor untuk dapetin pandangan baik dari atasan alias cari muka, dengan cara menodai reputasi rekan kerja mereka.
Ok, udah kebayang belom orangnya? Atau sekarang lo lagi ngerasain politik kantor di tempat lo kerja?
Hmm, orang-orang sering ngebayangin kalo soal kerja startup bebas karena di ruang kantor yang terbuka, hoodies, meja pingpong, dan lingkungan entrepreneur yang bergerak cepat sehingga percaya bahwa politik kantor enggak akan terjadi di sana. Tapi ternyata ada kesalahpahaman yang naif tentang startup. Pada kenyataannya, yang namanya kerjasama baik itu tiga orang, 30 orang, atau bahkan 30 ribu orang, there is going to be some level of politics to navigate. Karena gimana pun setiap orang memiliki ego, tujuan pribadi, aspirasi, dan agenda mereka sendiri sehingga akan selalu ada kebutuhan untuk berkompromi, bernegosiasi, dan politicking.
Tapi kabar baiknya, masalah politik kantor di startup biasanya tidak sebesar masalah di perusahaan besar. Hal itu karena tim yang cukup kecil dapat memudahkan untuk menyelesaikan konflik secara langsung dan intensif. Namun, kecilnya tim ini juga bisa jadi bumerang ketika enggak ada yang mewadahi keluhan karyawannya sehingga atasan di startup tersebut enggak sadar adanya politik kantor.
Daved Frankel dalam Harvard Business Review bilang, politik kantor bisa jadi ada di startup karena adanya ketidaksejajaran antara motivasi pribadi si karyawan dengan motivasi perusahaan. Lebih besar lagi, politik kantor bisa kejadian karena kurangnya visi bersama di antara para pendiri, investor, dan karyawan. Bahkan kalau para pemimpin di startup punya kebiasaan menilai terlalu tinggi loyalitas pribadi kepada anggota timnya, hati-hati aja akan terjadi politik kantor. Seringnya perdebatan antara nyari duit atau ngejar idealisme untuk ngasih dampak positif di masyarakat juga bikin politik kantor bisa masuk ke budaya startup.
Tapi sebenernya politik kantor juga ada perlunya loh, cuma para eksekutor di startup perlu memastikan bahwa perilaku politik kantor yang terang-terangan dapat menjadi gangguan yang tidak bisa ditoleransi. Pertama, para eksekutif startup harus menyadari dan mengakui bahwa politik akan terjadi karena kepentingan anggota tim yang berbeda-beda. Dengan mengakui hal itu, maka akan mematahkan kesalahpahaman bahwa tidak ada politik kantor di startup. Kesadaran ini juga bisa jadi edukasi untuk karyawan tentang betapa mengganggunya politik kantor bagi tim. Selain itu, berguna juga untuk menyelaraskan ukuran kesuksesan bagi setiap orang dengan pengukuran perusahaan.
Jadi, apa yang bisa kita lakuin ketika ada politik kantor di startup kita?
Ada saran bagus dari David Frankel untuk founder startup yang lagi bingung gimana caranya supaya perusahaan lo terhindar dari politik-politikan ini. Kuncinya adalah transparansi dan kepercayaan.
Frankel menyarankan agar pemimpin-pemimpin startup ngasih isyarat bahwa mereka akan mengintervensi jika perilaku politik kantor telah menjadi kebiasaan. Pengaturan itu sebaiknya dilakukan dalam perjanjian kerja atau bahkan saat pertemuan di luar kantor sebagai bagian dari kegiatan internalisasi nilai-nilai perusahaan.
Para eksekutif startup juga harus menanamkan komitmen soal transparansi dan kepercayaan dalam budaya perusahaan mereka. Untuk itu, mereka harus memastikan semua orang tahu apa tujuan perusahaan untuk bulan berikutnya, kuartal, atau bahkan tahun. Berbagi hasil rapat dan meminta umpan balik dari para karyawan juga bisa jadi cara yang ampuh untuk mendorong transparansi dan kepercayaan. Berbicara secara terbuka dan jujur tentang tantangan yang sedang dihadapi perusahaan akan menghindarkan perusahaan lo dari serangan negatif gara-gara masalah ini.
Transparansi ini melahirkan loyalitas terhadap kesuksesan perusahaan di seluruh bagian organisasi. Budaya transparansi bisa bikin karyawan terhindar dari kekhawatiran sehingga nggak kepikiran untuk berpolitik kantor.