Di lingkungan kerja, orang-orang memiliki tendensi untuk membagi dirinya dalam dua kubu berbeda. Kubu pertama adalah kubu para pekerja keras dengan work ethic yang sangat tinggi dan selalu berusaha mengerahkan seluruh tenaganya dalam sebuah proyek. Mereka punya tendensi untuk melakukan semuanya sendiri.
Kubu kedua adalah orang yang bekerja secara “cerdas” yaitu melakukan delegasi pekerjaan dengan anggota timnya, serta melakukan hal yang mungkin diluar tugas utama lebih dulu namun bisa membantu pekerjaan utamanya secara langsung. Yang penting adalah pekerjaan selesai dengan lebih cepat dan efisien. Kubu ini biasanya menganalogikan dirinya sebagai penebang pohon yang mengasah kapaknya terlebih dahulu agar bisa menebang dengan lebih cepat.
Nah, mana sih yang lebih bagus, kerja keras atau kerja cerdas?
Jawabannya adalah tidak ada yang lebih bagus.
Seperti yang mungkin kamu tebak, keduanya punya perannya masing-masing dalam lingkungan kerja.
Keseimbangan Antara Kerja Keras dan Kerja Cerdas
Sebagian besar dari kita perlu bekerja keras dan cerdas secara bersamaan tetapi cara tersebut biasanya jarang berhasil. Pendekatan dari kedua metode ini berada dalam arah yang berbeda. Tetapi pada dasarnya, kedua approach ini saling melengkapi satu sama lain, ketika keduanya seimbang.
Keseimbangan antara kerja keras dan kerja cerdas adalah tujuan paling ideal yang kita inginkan. Kenapa? Lalu bagaimana bisa memberikan hasil yang optimal?
Yap, karena keduanya memiliki arah dan fokus yang berbeda, tetapi kita bisa tetap menggunakan kerja keras dan kerja cerdas secara bergantian. Semuanya bisa dijelaskan dengan memahami perbedaan antara keduanya:
Kerja cerdas menunjukkan ke mana kita mengarahkan fokus kita dan bagaimana cara kita memprioritaskan pekerjaan. Mindset ini bertindak sebagai seorang manajer yang membantu kita memprioritaskan waktu dan perhatian kita pada hal-hal yang penting. Mirip-mirip dengan prinsip pareto principle yaitu memanfaatkan 20% pekerjaan untuk mendapatkan 80% hasil.
Kerja keras memberi kita dorongan lebih untuk bertindak. Begitu kita tahu apa yang kita butuhkan untuk memfokuskan perhatian kita, kita akan mendapatkan momentum untuk keluar dari zona “stuck” dan kembali mendapatkan momentum. Meskipun sedikit demi sedikit, momentum akan membantu kita untuk mendapatkan progress positif secara konsisten.
Lalu, apa rahasianya untuk bisa menyeimbangkan keduanya?
Rahasianya adalah kamu harus bisa mengatur apa yang kamu kerjakan. Kamu harus bisa membedakan kapan harus menggunakan prinsip kerja keras dan kapan menerapkan prinsip kerja cerdas. Pertanyaannya adalah bagaimana cara membedakannya?
Karakteristik kerja keras:
- Memiliki bobot kesulitan tinggi. Biasanya pekerjaan yang ada dalam kategori ini sangat terasa perkembangannya di awal tapi semakin sulit seiring berjalannya waktu. Contohnya adalah: bermain alat musik, belajar untuk menulis copywriting yang bagus, atau mempelajari sebuah skill baru.
- Jelas dan terarah. Semua kerja keras harus dimulai dari niat dan tujuan yang jelas. Tanpa tujuan yang jelas, tidak ada gunanya kita kerja keras.
- Anti menyerah. Kalo kita gampang menyerah, biasanya akan susah untuk bisa konsisten. Kita akan seringkali mengalami kegagalan, namun kegagalan itu harus bisa diubah menjadi pembelajaran untuk momen selanjutnya.
- Waktu yang lebih lama, biasanya dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan sesuatu hanya dengan kerja keras, tergantung dengan seberapa konsisten kita melakukannya.
Di sisi lain, karakteristik kerja cerdas meliputi:
- Eksponensial. Pertumbuhan dan progress biasanya datang perlahan-lahan pada awalnya, tetapi peningkatan hasil akan terasa lebih cepat seiring waktu, bahkan hasilnya bisa berkali-kali lipat. Contoh: pekerjaannya adalah membangun audiens bisnis, melakukan investasi properti, atau merancang bisnis model baru.
- Pekerjaan yang menjadi leverage. Untuk mendapatkan hasil yang berkali-kali lipat, biasanya dibutuhkan leverage atau pengungkit. Misalnya adalah membuat strategi untuk iklan menggunakan influencer, melatih orang baru agar bisa bekerja secara efektif.
- Tentukan keterlibatan. Salah satu tradeoff dari kerja cerdas adalah dengan mengurangi effort pribadi dan melakukan delegasi pekerjaan kepada orang yang lebih ahli. Biasanya kita harus mengurangi keterlibatan personal agar pekerjaan tersebut bisa cepat selesai.
Memiliki resiko. Tidak dapat dipungkiri bahwa ketika kita memilih untuk mendelegasikan pekerjaan ke orang lain, bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti salah paham atau miskomunikasi. Untuk mengurangi resiko tersebut, kita bisa melakukan risk management dan komunikasi yang lebih baik untuk mengurangi potensi dampak dari resiko tersebut.
Referensi: Upwork