Hidup di Jakarta, sudah pasti lo akan membayangkan bagaimana sistem kota yang tertata rapi karena everyone know, bahwa Jakarta adalah ibu kota Indonesia. Apalagi, kalo lo adalah anak rantu, pikiran lo pasti akan membayangkan gemerlap kota metropolitan yang akan lo datangi dan lo jadikan tumpuan hidup lo.
Smart city, apa hal pertama kali yang muncul dalam kepala lo kalo lo denger tentang smart city?
Minggu (14/8/2016) lalu, #TheBackstage menghadirkan sosok-sosok yang berkecimpung di bidang IT untuk berdiskusi dan sharing tentang apa itu smart city.
Sebelum membaca artikel ini lebih lanjut, gue saranin lo untuk baca tulisan mas Paw tentang Salah Kaprah Smart City di Indonesia. Dan ketika lo sudah memahami hakikat dari smart city, gue berharap lo berada di jalan yang benar dan tidak menuntut hal-hal di luar logika tentang smart city seperti di film-film luar negeri.
Tiga orang panelis keren yang dihadirkan di #TheBackstage angkat bicara mengenai bagaimana peran smart city seharusnya. Kira-kira, apa ya menurut mereka smart city itu?
Baca juga: SFpark, Inovasi Smart Parking di San Fransisco
Fajar Pahrul Jaman, Head & Founder, Data Science Indonesia
Bagi Fajar, smart city adalah kondisi dimana sebuah kota mengerti dan paham kondisi masyarakatnya. Konsep Jakarta Smart City seharusnya bukan hanya menitikberatkan pada pemerintah saja, melainkan pada masyarakat yang seharusnya tahu bahwa mereka juga harus ikut andil untuk mewujudkan Jakarta menjadi smart city yang sebenarnya. Kebayang nggak sih kalau pemerintah cuma bikin sistem dan peraturan tanpa tahu kondisi masyarakatnya?
Robertus Theodore, Associate Director, Executive Office of The President
Lain kepala lain pendapat. Menurut Robert, smart city sendiri adalah sebuah indikator kebahagiaan seseorang saat hidup di suatu kota. Lalu, apa tolak ukur kebahagiaan tersebut? Tentu bukan uang. Dan untuk bisa menciptakan smart city yang terintegrasi dengan baik, pemerintah dan masyarakat harus melakukan kolaborasi yang epic.
Masyarakat bisa mengambil peran untuk berkontribusi terhadap pengembangan smart city dan pemerintah juga harus berani berkomitmen agar masyarakat tidak hanya sebagai penikmat saja. Tapi, juga bisa ikut andil dalam memberikan masukan-masukan penting yang nantinya bisa diterapkan untuk mewujudkan Jakarta menjadi smart city. Dengan kolaborasi yang epic antara pemerintah dan masyarakat, perubahan smart city yang diidam-idamkan akan menjadi lebih cepat untuk terealisasi, bukan?
Baca juga: Masdar City, Masa Depan Eco-City di Tengah Padang Pasir
Prasetyo Andy Wicaksono, Head of IT Development, Jakarta Smart City
Kalau bagi Mas Paw, sapaan akrab dari Head of IT Development Jakarta Smart City ini, smart city seharusnya bisa dipahami dalam perspektif tentang bagaimana seharusnya sebuah pemerintahan bisa memahami apa yang ada dalam kota tersebut. Nah, beberapa hal yang ada dalam kota inilah yang nantinya akan bisa dipelajari dan akhirnya bisa di-deliver ke masyarakat supaya masyarakat juga tidak hanya menghujat kinerja pemerintah saja. Tapi, juga memahami langsung “Oh, ternyata seperti ini pemerintah Jakarta bekerja”.
Sebagai masyarakat, gue, elo dan kita semua bisa banget lho berkontribusi untuk ikut mewujudkan smart city. Caranya? Cukup mengadu saja. Dengan melakukan pengaduan, kita sudah ikut memberikan suara berupa masukan ke lembaga-lembaga yang menurut kita kinerjanya kurang baik. Bahkan, kata mas Paw, dalam sehari ada 5000-an komplain masuk ke sistem pemerintahan, lho. Gila, kan? Itu artinya, masih banyak yang peduli untuk menciptakan perubahan yang lebih baik terkait keamanan dan kenyamanan sebuah kota agar layak untuk ditinggali.
Baca juga: Coming (Hopefully) Soon: Smart City
***
Kalau kita mau melihat perspektif yang sedikit berbeda dengan sedikit bijak, harusnya kita memahami bahwa sejatinya Jakarta memiliki masalah yang terlalu banyak sebagai kota besar. Akibatnya, pemerintah kota sulit untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut sendirian. Dan tentu, akan memakan waktu yang lama untuk bisa membenahi semua komplain yang masuk, bukan?
Nah, sebagai warga yang baik, masa iya kita mau diam saja? Kenapa kita nggak nyoba untuk ikut andil memberi suara meskipun itu hanya berupa lewat pengaduan dan keluhan? Feedback berupa pengaduan dan keluhan dari masyarakat ini bisa menjadi kontribusi yang baik kepada kota untuk perbaikan-perbaikan yang lebih baik, lho. Dan akhirnya, kontribusi ini bisa menciptakan perubahan yang besar demi smart city yang diidam-idamkan.
Apalagi kita sudah hidup di dunia digital yang serba gampang. Mau komplain aja, kita tinggal nge-tweet dan mention ke akun pemerintah. By email pun juga bisa. Jangan takut nggak bakalan dibuka. Karena ribuan komplain, kritik dan saran yang masuk dibaca, kok. Masalahnya, nggak mungkin kan semuanya dibalas dalam satu waktu?
Kalo gue boleh menyimpulkan versi gue, smart city itu bukan cuma soal kotanya yang cerdas, tetapi juga tentang warganya. Kalo SDM yang ada di sebuah kota cerdas, sudah pasti smart city bukan lagi halangan untuk direalisasikan, bukan?
Baca juga: Yakin Lo Tahu Apa Itu Smart City?