Masa pandemi masih berlanjut sampai sekarang, dan gak pasti kapan selesainya. Makanya butuh banget yang namanya terobosan-terobosan untuk menghadapi pola hidup baru alias “new normal”. Salah satu sektor yang perlu mendapat terobosan, yaitu pendidikan, karena sektor ini termasuk yang paling kerasa dampaknya. Guru dan siswa harus terpaksa keluar dari “zona nyamannya” dan banyak banget tantangan yang terjadi ketika proses belajar mengajar.
Saya yang menulis artikel ini pun masih banyak banget tantangannya, mulai dari sinyal, sulitnya berkomunikasi via online, dan urusan sepele-sepele yang kadang ganggu fokus kita pas lagi kerja di rumah. Kayak nyiapin buka puasa, nerima paket pas lagi meeting yang penting banget. Tapi mau gak mau, kita harus berdamai alias beradaptasi dengan tantangan ini. Atau jangan-jangan ini semua semacam “pemanasan” buat situasi yang lebih menantang di masa depan?
Untuk menjawab keresahan saya di atas, saya menemukan insight yang cukup menarik dari bapak Menteri Pendidikan kita, yaitu Bapak Nadiem Makarim, di launching Akademi Edukreator yang diselenggarakan secara online. Yuk, mari disimak!
Profesi-profesi di masa depan itu seperti apa?
Mas Nadiem bilang kalo sektor pekerjaan itu akan berubah dengan adanya teknologi. Terlebih lagi, dunia software engineering yang juga akan besar peluangnya untuk berkembang. Dengan kata lain, dunia teknologi seperti aplikasi, web, riset, desain, data analyst ini adalah New Economy kita.
Tapi gini analoginya, dulu itu misalnya pada saat tahun 70-an, 80-an, itu kan masa di mana Insinyur membangun infrastruktur & struktur-struktur fisik di dunia. Mereka adalah aset yang paling paling berharga. Seperti Physical Engineering atau Civil Engineering yang membangun bangunan fisik untuk kepentingan publik.
Di masa depan, bangunan-bangunan terbesar punya fungsi penting akan dibangun secara virtual. Oleh karena itu, engineering skill yang dibutuhkan itu skill-skill seperti digital, data, user experience, dan jadi hal yang sangat penting buat Indonesia.
Lalu menurut Mas Nadiem, kalau kita tidak ingin tertinggal dan mau jadi produsen teknologi, bukan hanya jadi konsumen kayak selama ini. Indonesia harus menciptakan suatu generasi produser teknologi, bukan hanya di bidang software, tapi juga robotik, digitalisasi dan efisiensi di bidang Manufacturing.
Makanya butuh paradigma baru di pendidikan, baik pendidikan menengah ke bawah dan juga pendidikan tinggi, yang fokusnya pada kreativitas, computational logic, dan juga fokus pada berkarya. Bukan hanya dalam mengerjakan soal seperti kebanyakan pelajar Indonesia alami, inget berkarya dan mengerjakan soal itu skill yang berbeda. Idealnya, itu jadi kompetensi baru bagi guru dan juga siswa.
Tapi gimana kabarnya profesi-profesi lain seperti seniman, pemain film, atau pelukis, orang-orang yang passionnya di seni atau kebudayaan, di masa depan?
Untuk bisa menjawab pertanyaan itu, pertama kita harus mengerti objektif student profile yang kita ingin ciptakan itu seperti apa. Ada 6 profil pelajar-pelajar kita, yaitu karakteristiknya: Pertama, yaitu bernalar kritis, jadi bisa memecahkan masalah. Kedua, dia mandiri atau self driven, di mana siswa-siswa bisa secara mandiri memperbaiki dirinya. Ketiga adalah berakhlak mulia, ini adalah spiritualitas, baik agama, moralitas, dan etika.
Keempat itu adalah kebhinekaan global, yaitu mengenai norma mencintai keberagaman bangsa, dan juga mencintai keberagaman antar bangsa. Jadi global itu sangat penting. Humanisme lah istilahnya, kita share humanity. Karena masalah dunia seperti: pandemi, global warming, semua masalah dunia harus kita pecahkan secara bersama.
Lalu yang kelima adalah gotong royong, yaitu kemampuan akan berkolaborasi kemampuan berempati. karena tidak ada satupun pekerjaan, karir, atau tugas di dunia ini yang dikerjakan secara individu.
Dan yang keenam adalah kreativitas. Kemampuan berinovasi, kemampuan mencintai kesenian, inovatif, dan mencoba hal-hal yang baru. Kreativitas itu sangat penting. Jadi untuk menjawab pertanyaan itu, Kalau kita ingin mencapai 6 profil pelajaran itu, tentunya perannya seni di dalam kurikulum, di dalam sekolah, di dalam ekstrakurikuler, itu sudah pasti harus ditingkatkan secara signifikan.
Karena kita di dalam dunia knowledge economy, kreativitas itu adalah modal yang luar biasa pentingnya. Banyak orang mengira kreativitas itu hanya dibutuhkan di level pekerjaan yang tinggi saja, itu salah total. Kreativitas itu dibutuhkan dalam semua strata sosial ekonomi.
Pernah ada bilang kepada saya, buat apa kreativitas untuk petani misalnya? Berarti dia belum pernah bertani. Jumlah kepentingan, kemampuan untuk berinovasi dalam menanam padi atau menghadapi krisis, menemukan tool-tool baru dengan keterbatasan dana, dan kemampuan menciptakan tool-tool baru. Di sini luar biasa pentingnya kreativitas.
Jadi keenam profil tadi menjadi dasar untuk mengakomodasi kebutuhan profesi-profesi di luar teknologi. Tanpa seni, budaya, dan penguatan karakter tidak mungkin tercapai 6 profil di atas.
Saatnya bersiap untuk “The New Normal” di Pendidikan
Pernyataan-pernyataan Mas Nadiem semoga memantik kita untuk bareng-bareng menciptakan pendidikan masa depan, ga cuma tugas sekolah, guru, dan murid-murid. Dan tentunya basic-basic 6 student profile di atas itu bisa kita terapin dari orang-orang terdekat kita, karena pendidikan di masa depan itu gak cuman buat profesi yang berhubungan dengan dunia digital, tapi semua jenis pekerjaan.
Ditulis oleh: Azwar Azhar