Di jaman kekinian ini, berteman itu mudah, sesimpel meng-klik tombol add to my friends, dan voila! You are now everybody’s friend! Tinggal jaga baik pertemanan hangat ini dengan memberi Like secara berkala saja, kalau bisa, ya jadi orang yang nge-like habis ada 10 orang dulu yang nge-like aja, biar ga dikira stalker. Lalu, biasakan ngepost sesuatu yang bisa bikin orang lain relate dengan kamu. Entah itu keceriaan yang membuncah-buncah atau kesedihan yang mengiris urat nadi, pokoknya yang biasanya orang lain alami deh!
Hm, hm, tapi coba pikirkan lagi, seharusnya berteman nggak seribet itu kok. Iya, yang di atas tadi tuh ribet.
Sekarang, coba kita bedah anatomi pertemanan. Tenang, kajian kita ini ga akan bikin tambah ribet kok. Bayangin ini tuh kayak mau membedah sebuah… balon helium. Iya, ini bakalan bikin kita kaget karena saat balonnya meletus, kita baru sadar bahwa untuk berteman itu sesimpel letusin balon! Gak diapa-apain aja balon tuh bisa meletus kok.
Oke, kita mulai.
Baca juga: Teman Jalan, Solusi Mobilisasi Hemat Untuk Mahasiswa
Sebagai permulaan, tolong setuju bahwa pertemanan itu dibutuhkan komitmen antara dua orang atau lebih. Untuk alasan apapun, terutama saat kamu memutuskan untuk membaca postingan ini, jangan percaya dengan istilah ‘berteman dengan kesendirian’. Itu pertemanan yang tidak valid karena tidak ada yang bisa memvalidasi apakah kamu berteman baik dengan dirimu sendiri atau tidak. Intinya, pastikan dalam pertemanan bahwa kedua pihak atau lebih tersebut menyadari bahwa mereka adalah teman.
Kalau ternyata hubungannya itu lebih dari sekedar teman, itu lain cerita, tapi tenang, hasil kajian kita ini tetap bisa diaplikasikan dalam hubungan antar manusia apapun itu. Hubungan musuh dalam selimut juga bisa! Heran tapi, saya sih prefer kalau selimutan ya sendiri-sendiri.
Pertanyaan pertama, kenapa harus ada namanya berteman, beraliansi di dunia ini?
Sendirian juga bisa. Tapi pasti bakalan kalah sama yang keroyokan.
Bersama teman, kamu bisa melakukan lebih banyak hal!
Baca juga: Kalau Sekedar Nyari Uang, Buka Warteg Aja!
Kita ambil aja filosofi game online (walaupun saya ga pernah main, tapi kayaknya saya ngerti). Kan harus bikin kubu-kubu tuh, pasti kamu metain dengan benar kekuatan pemain-pemain yang mau kamu masukin ke tim. Kalau bisa, temenannya sama yang jago di semua skill, kalau enggak, ya yang jago di skill yang kamu gak punya.
Itu cara kamu pilih tim kan?
Nah, itu pun cara yang sama yang dilakukan semua orang.
Berteman itu supaya hidup jadi jauh lebih gampang, saling mengisi kekosongan, dan menyempurnakan. Kalau satu tambah satu itu sudah seharusnya jadi dua, dengan teman yang tepat, satu tambah satu itu hasilnya bisa berlipat ganda.
Jadilah teman yang membuat satu tambah satu hasilnya jadi satu juta. Semua orang bakalan pengen jadi teman kamu habis itu.
Mari kita lanjut ke pertanyaan kedua, karena menurut saya yang di atas sudah cukup menjawab.
Pertanyaan kedua. Oke, kita udah sepemikiran tentang esensi berteman. Sekarang, gimana caranya biar seseorang itu bisa jadi teman yang melipatgandakan satu menjadi satu juta? Gimana caranya biar bikin kamu yang malah dikejar-kejar orang biar mau temenan sama dia?
Untuk jawaban ini, saya bertapa di atas kursi, memejamkan mata, dan mencoba mendengarkan alam. Tak lama, ada yang berujar, “hidup itu hanya tentang value. Lo gak akan dianggap kalau lo gak deliver value.” Kaget ada yang ngomong, langsung buka mata deh. Ternyata itu Ko Yansen yang ngomong! Lain kali kalau bertapa harusnya di bawah air terjun. Atau kalau itu kejauhan, di bawah air shower saja. Jangan di kantor, karena banyak orang lalu lalang.
Baca juga: Merayakan Kegagalan
Anyway, jadi value di sini maksudnya tuh semacam suatu hal yang memiliki makna bagi calon temanmu itu. Cari tahu apa yang terpenting bagi calon temanmu, sesuaikan dengan konteks hal yang bisa kamu lakukan untuk menolong dia agar mencapai apa yang dia mau. Jadilah bala bantuan. Jangan cuma ngejar kata “impas” aja, tapi kamu harus berbuat lebih sampai calon temanmu merasa berhutang budi. Tunjukin kalau kamu beneran teman sejati yang diturunkan dari langit.
Dan, belom apa-apa jangan minta apa-apa, jangan pamrih, jangan transaksional. Fokus untuk jadi berguna aja.
Simpel kan? Mulai dari misalnya kamu tahu temen kamu lagi pengen marah-marah, ya dengerin aja. Kalau dia kasih kode minta solusi, baru kasih. Jangan tiba-tiba bilang “yaelah gitu doang, harusnya kan…” atau malah marahin balik. Jangan, ya.
Baca juga: Panti Asuhan, Warteg, dan Tukang Ojek
Di level advance-nya, ini bisa diaplikasikan untuk melancarkan negosiasi. Dalam negosiasi, semua orang pasti fokus pada “apa yang bisa gue dapet”. Dari sini, bisa ditarik kesimpulan dong (bisain aja) kalau semua orang suka negosiasi sama orang yang bakalan ngasih dia segala yang dia mau. Nah, be the person who put others first. Cari tahu apa yang dia mau, kasih deh. Saya punya keyakinan kalau memberi itu gak pernah mengurangi. Jangan tanya, “terus gue dapet apa” karena objektif postingan ini adalah buat bikin kamu bisa jadi temennya semua orang, ya. Pokoknya abis baca postingan ini kamu bisa jadi temennya semua orang deh.
Selanjutnya… selanjutnya apa ya? Hm.. udah sih kayaknya. Kan judul postingannya: “Satu Cara untuk Jadi Temennya Semua Orang”. Udah terjawab kan? Hayo, apa?!
Artikel ini ditulis oleh Fadhila Hasna Ata dan sebelumnya dipublikasikan di blog pribadi Dhila
Comments 1