Saya membaca sebuah artikel mengenai percakapan antara Hermawan Kertajaya dengan Philip Kotler. Dua pakar Marketing kelas dunia yang ilmunya sudah tidak perlu diragukan lagi. Waktu itu, Hermawan Kertajaya mengajukan sebuah sebuah pertanyan bodoh pada Kotler,“why don’t you have a Marketing degree?”.
Ada alasan sederhana dibalik pertanyaan ini. Hermawan Kertajaya merasa heran karena S-1 Kotler di bidang Matematika, sedangkan S-2, S-3, maupun Post-Doctoral Research-nya di bidang Makro Ekonomi. Bagaimana bisa Kotler menjadi expert dalam Marketing, bahkan dijuluki sebagai “Bapak Pemasaran” yang buku-bukunya dijadikan pedoman bagi mayoritas perguruan tinggi di dunia?
Akhirnya, Kotler bercerita bahwa dia mencintai Marketing justru dari mentor-mentornya di bidang Makro Ekonomi. Kotler merasa belum puas dengan ilmu yang telah dipelajarinya selama ini. Sehingga Kotler mempopulerkan Ilmu Marketing yang pada waktu itu masih tahap awal.
Disitu saya merasa kagum dan tidak habis pikir. Selama ini tidak ada yang namanya “belajar bukan di bidangnya” atau “salah jurusan”. Banyak sekali anak-anak muda yang mengeluh dan membenci ilmu atau bidang yang saat ini ditekuninya. Dengan dalih mengatakan “gue salah jurusan”, dan kemudian sekolah atau kuliahnya jadi tidak beres.
Baca juga: Startup yang Gagal itu Sering Berasumsi
Andai kata, saya atau kamu tidak menyukai suatu bidang ilmu yang saat ini ditekuni, bukan berarti ilmu itu sia-sia. Bukan berarti saya atau kamu membuang waktu. Semua ilmu pasti bermanfaat. Tidak ada ilmu yang useless. Useless itu hanya karena saya atau kamu belum menerapkan ilmu tersebut, atau belum membagikannya kepada orang lain yang butuh. Lagipula ya, kecintaan pada bidang ilmu lain yang tidak bisa ditekuni secara formal (melalui sekolah atau kuliah) kan bisa dikembangkan secara informal. Autodidak, ikut kursus, punya mentor, gabung dengan komunitas, dan lain-lain.
Hidup itu memang pilihan. Seandainya saya atau kamu salah mengambil pilihan, toh nggak apa-apa. Terus aja melangkah, karena di depan pasti ada jalan, walaupun jalan buntu!
Baca juga: Mau Jadi Apapun Kita Harus Punya Mindset Entrepreneur!
Jalan buntu pun kan pasti masih punya celah, gimana caranya pinter-pinternya kita buat melipir nyari jalan keluar.
Percuma menjadi idealis kalau ternyata hanya bullshit saja. Percuma menjadi idealis kalau ternyata niat hanya sekedar niat aja, nggak dijalanin. Seperti Kotler tadi, yang ternyata justru mengembangkan kecintaannya terhadap ilmu Marketing dari ilmu Makro Ekonomi yang telah dipelajarinya terlebih dahulu. Contoh tadi bukan berarti Kotler tidak menyukai ilmu Makro Ekonomi ya, tetapi beliau lebih memilih jalan untuk menjadi expert dan mengembangkan ilmu Marketing. Itu yang perlu ditekankan disini.
Terus sekarang kalau saya atau kamu memilih untuk menjadi tidak puas, coba deh menjadi kayak “Philip Kotler”, bukan malah merenungi nasib “salah jurusan kuliah”.
Baca juga: Mentang-mentang Karya Anak Bangsa, Apa Harus Dimaklumi?
Image header credit: statsbusters.com