Masih hangat sama suasana kemerdekaan, kayaknya gak lepas dari yang namanya pahlawan yang berperang melawan penjajah. Buat bisa menang ketika perang, pahlawan gak mungkin cuma ngandalkan bambu runcing, tameng, dan alat-alat lainnya. Ada senjata ampuh lain yang jadi andalan, yaitu strategi! Bayangkan kalo para pahlawan cuma asal serang aja pake senjata tanpa adanya strategi, apa jadinya? Kalo Tuhan dan keberuntungan berpihak pada mereka, mungkin bisa aja menang perang. Nah kalo enggak? Gak usah dijawab, dibayangin aja udah ngeri!
Sama kayak bisnis atau startup. Gak bisa tuh yang namanya founder cuma jualan produk aja. Kalo dipaksain mungkin bisa, tapi ya.. kayak perang tadi, untung-untungan! Peluang antara gagal dan berhasil bisa aja 50:50. Bakalan aneh juga kalo cuma buat strategi doang tapi gak ada produk (lah, apanya yang mau dijual coba?). Gak mau kan startup yang selama ini diusahakan harus ditakdirkan dengan gambling?
Baca juga: Sudah Benarkah Cara Kita Mengukur Kinerja Startup?
Kalo mau merdeka dan memenangkan persaingan pasar, seorang founder harus paham sama yang namanya Go to Market Strategy (GTMS). Ada 5 elemen dari GTMS ini: markets, customers, channels, offerings (product), dan value propositions. Buat bikin strategi ini, lo gak harus jadi lulusan sekolah bisnis dulu. Semua bisa learning by doing asalkan punya niat yang kuat.
Contoh penerapan GTMS dalam bisnis yang diulas disini adalah mobil Lamborghini. Gue percaya lo semua pasti tahu bahwa harga mobil ini sangat mahal. Target konsumen mereka adalah kalangan ekonomi tingkat atas yang mengedepankan prestise juga punya selera yang mewah. Sekarang pertanyaannya, pernahkah lo lihat iklan mobil Lamborghini di televisi? Mungkin sambil mengingat-ingat, lo bakal menggeleng dan menjawab ‘gak pernah’. Jawaban lo bener, kok. Lamborghini gak pernah dan gak akan pernah mengiklankan produknya di televisi. Karena yang sanggup beli Lamborghini bukan orang yang kerjaannya hanya nonton televisi seharian. Lamborghini sukses menerapkan implementasi GTMS dalam produknya.
Baca juga: Mengapa Pengembangan Produk Startup Sering Kali Gagal Menghasilkan Growth?
Buat elemen customers, products, dan value propositions udah banyak dibahas di beberapa artikel Ziliun sebelumnya. Jadi, lo bisa scroll down sendiri, ya. Untuk markets sendiri, lo harus bener-bener ngerti pasar yang akan dituju itu yang seperti apa. Markets strategy ini gak jauh dari yang namanya kriteria pasar dan pengujian pasar, serta mengembangkan market size (ukuran pasar), growth rate (tingkat pertumbuhan), barriers to entry (hambatan masuk pasar), dan faktor lainnya. Sebagai contoh, gue punya startup dengan produk boneka karakter pewayangan atau pahlawan dari cerita rakyat Indonesia. Purpose yang mau diangkat adalah menanamkan kecintaan bahwa superhero dalam negeri itu jauh lebih keren daripada superhero ala negeri barat sana. Sehingga karakter dari tokoh pahlawan dari dalam negeri ini bisa menjadi role model bagi anak-anak Indonesia.
Untuk mengukur besarnya pasar, harus ditentukan terlebih dahulu segmen pasar yang menjadi target serta luasnya pasar. Dari contoh tadi, pasar yang ingin gue tuju adalah anak-anak TK hingga SD (usia 4-12 tahun) dan semua gender. Ability to compete gue pada awalnya adalah satu provinsi dimana tempat usaha ini didirikan. Jadi, gue akan menghitung berapa banyak anak-anak yang masuk dalam kategori target pasar dalam radius tersebut. Misalnya ada 50.000 anak, dan dihitung separuhnya untuk masuk ke dalam market size.
Baca juga: Startup Gagal Bukan Tanpa Sebab
Hambatan yang masuk adalah para pesaing yang memiliki produk serupa atau produk lain yang bisa menggantikan (substitution). Jika masih terdapat banyak peluang, maka gue masih bisa tembus dan bermain dalam pasar ini. Tapi, jika jumlah pesaing sangat banyak. Otomatis peluang yang gue dapat sangat kecil dan menyulitkan untuk tembus pasar. Sehingga gue harus memiliki keunggulan produk (direfensiasi produk) tersendiri.
Pada umumnya, sebuah pasar yang highly attractive, akan menarik kompetitor secara tinggi pula. Contohnya, bisnis penjualan susu sapi perah pada 4 tahun lalu belum se-ngehits sekarang. Tetapi, ketika ada beberapa pemain pasar yang sukses menjual produk susu sapi dengan aneka rasa, udah dapet ditebak pasti sebentar lagi akan banyak followers yang bermunculan. Nah, pe-ernya adalah gimana caranya kita bisa bersaing diantara ratusan atau ribuan kompetitor lainnya. Apakah lebih mengunggulkan dari segi kualitas dan banyaknya rasa? Atau dari segi olahan produk susu sapi yang lain seperti keju atau yoghurt? Atau dari segi packaging yang kekinian seperti packaging dari lampu kaca, botol dot, atau dikemas dalam kantung yang biasa buat nyimpen darah? Semua kembali kepada strategi owner dan founder masing-masing.