Seperti yang sudah berulang kali Ziliun katakan, bahwasanya startup harus solve problem dan bukan hanya keren-kerenan doang. Oke, kita setuju bahwa setiap kegiatan kita layaknya adalah untuk solving problem dan bukannya banyak gaya doang. Namun sekarang kembali kita bertanya, solve problem itu gimana sih? Sampai taraf mana kita perlu memecahkan masalahnya? Dan apakah masalah yang kini berusaha dipecahkan adalah masalah-masalah yang cukup prioritas dan benar-benar membawa kebaikan dalam jalannya hidup?
Satu hal yang membuat kita agak bimbang, adalah ketika kita sering lupa kebersamaan sebagai pondasi dasar untuk memecahkan berbagai masalah. Bayangkan, kalau kita hanya memecahkan masalah dengan egosentris, hanya berdasarkan pada kepala kita saja, apakah benar-benar akan memecahkan masalah “real” yang ada di masyarakat? Dengan gaya pandang anak muda yang seringkali Gue-Elo-Sentris, bagaimana akan memecahkan masalah yang dihadapi oleh “kita”?
Baca juga: Berhenti Mencela, Mulailah Berkarya
Hal-hal ini yang kadang membuat kita saling apatis, lupa membuka diri bahwa masalah yang kita hadapi adalah milik semesta, milik bersama. Analogi sederhananya saja, kita heboh menggadang-gadangkan ketahanan pangan lokal, karena itu kita memaksa menanamkan padi untuk teman-teman papua kita yang sehari-harinya mengkonsumsi sagu dan tanahnya kurang cocok untuk ditanami padi. Apakah ini solusi untuk masalah bersama? Kita bilang cinta produk lokal, banyak teman-teman kita yang menciptakan startup marketplace produk lokal, namun apakah persentase keuntungan yang mereka tarik tidak lantas membebani produsen lokal? Atau sudahkah kita mengedukasi para produsen agar menciptakan produk dan sistem yang lebih baik? Terlebih lagi, kita kini heboh menciptakan peluang dan platform yang menghubungkan antara para investor dan petani, apakah kita lupa bahwa kita sendiri sedang mengalami krisis jumlah Petani? Berapa banyak anak muda yang ingin menjadi petani dan mempertahankan hajat hidup masyarakat, dibandingkan menjadi CEO startup berbasis pertanian?
Baca juga: #NGO-GODigital: Memperluas Dampak Perubahan Dengan Teknologi
Cobalah kita belajar untuk menoleh pada kearifan lokal kita untuk memecahkan masalah. Kita selama ini selalu disibukkan dengan teori-teori asing yang masuk dari arah luar dan kita anggap “kekinian”. Kita lupa identitas kita, kita lupa masalah fundamental kita bersama. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Keberagaman tetap dilestarikan. Kolaborasi semakin diciptakan. Kompetisi hanyalah solusi temporal, bukan solusi yang lestari. Kita bisa belajar pada Kasepuhan Ciptagelar misalnya, dimana bertani dilakukan bersama untuk kebutuhan bersama. Mereka menciptakan smart vilage, smart citizen tanpa membutuhkan aplikasi keren atau bahkan smartphone sekalipun. Tanpa aplikasi keren, mereka dapat mandiri pangan, energi, bahkan media. Dan bukankah hidup itu sejatinya sederhana?
Coba kita hilangkan bersama Gue-Elo-Sentris yang ada di kepala kita. Mari kita sadar dan fokus pada kebutuhan dan prioritas bersama. Coba rancang UX (User Experience) yang memang benar-benar kita butuhkan. Bukan yang semata “gue” butuhkan. Dan jika memang kita ingin solving problem, efektiflah dalam memilih solusi. Pikirkan solusi dari berbagai sudut pandang, bukan hanya dari sudut pandang dan kepentingan “gue”. Mulailah bicara “kita” alih-alih “gue-elo”. Karena untuk menyelesaikan masalah bersama, dibutuhkan pula kebersamaan.
Setuju?
Baca juga: Problem Seeker Vacancies, Blow Your Mind!
Image header credit: picjumbo.com