Isu lingkungan lagi naik-naiknya di dunia, hingga majalah TIME aja di tahun 2019 kemarin menganugerahkan Person of The Year kepada orang yang concern banget sama isu ini, yaitu Greta Thunberg. Bumi semakin panas, enggak cukup Greta Thunberg doang yang bersuara, semua orang yang punya keresahan yang sama. Termasuk di dunia bisnis, ya kalau enggak, yang ada kita cuma mempercepat proses kehancuran dunia.
Fakta mengerikan tentang isu lingkungan ini ternyata datang dari sesuatu yang menutup badan kita, yups, bener pakaian atau Fashion. Industri fashion adalah salah satu penyumbang terbesar polusi di dunia. Dari sini lah banyak bermunculan brand-brand yang melirik eco-friendly dan sustainability product sebagai jalan ninjanya.
Kali ini Ziliun berkesempatan mewawancarai salah satu brand footwear lokal yang concern terhadap isu lingkungan yaitu Pijakbumi. Ziliun bertemu dengan Wenseslaus Guantana yang merupakan Designer sekaligus Project Manager Pijakbumi di acara Demo Day Gojek Xcelerate Batch 3, program akselerator startup kolaborasi Digitaraya dan Gojek.
Sebelum wawancara, ternyata ada berita bahagia yang dibagiin sama tim Pijakbumi, saat ini, Pijakbumi lolos menjadi 1 dari 12 2020 di Milan. Foundernya, Rowland Asfales menjadi perwakilan tunggal dari Indonesia dan akan mempresentasikan karya nya di Fashion Show MICAM, mantap ya!
Oke, tanpa berlama-lama yuk simak cerita dari Pijakbumi
Gimana awal mulanya Pijakbumi berdiri dan mengapa mengambil jalur sustainable footwear?
Cerita dimulai dari founder kami yaitu Rowland Asfales, yang emang sebelumnya udah terjun di footwear, dan dia udah punya brand lain sebelum Pijakbumi. Dari situ dia melihat banyak banget masalah di industri pembuatan/manufacturing footwear dan kebetulan di Indonesia di tahun segitu, di tahun 2016 belum mulai aware tentang isu eco-friendly. Berangkat dari situ dia ngeliat chances dan dia mulai riset “Apa yang bisa dikurangin dari industri ini?” Ternyata bisa dari material, dari manufacturing-nya seperti penggunaan lem, dari riset itulah dia memulai Pijakbumi.
Mindset apa yang dibutuhin buat anak muda yang mau bisnis sustainability product?
Sekarang udah mulai banyak produk atau brand di Indonesia yang bikin sustainability product. Satu yang harus dikhawatirkan terkait bisnis ini adalah Greenwashing. Yang di mana ternyata eco-friendly itu cuman omongan, cuman jadi bahan marketing doang, dan ternyata enggak 100 persen. Jadi, satu rules di Sustainability Brand di luar, kita juga harus transparan ke konsumen, jangan bohong gitu lah. Dari transparan itu, bisnis kita bisa berkembang.
Dari segi produk, apa sih yang menjadi tantangan bagi Pijakbumi?
Ini bisa jadi challenge atau keuntungan di kami sih, karena enggak banyak produk eco-friendly di Indonesia dan kami sudah dari awal. Mungkin misalnya brand lain mau bahan kanvas dan warnanya lucu, langsung beli di pasar, kalau di kami enggak bisa ambil. Kira-kira kanvas itu ada material plastik gak di dalamnya? Kami pakai organic cotton, bukan hanya kanvas di setiap bahan kami.
Jadi selain ngedesain, kami juga harus ngeriset material-material yang dipakai. Nah, hal itu yang jadi PR, enggak sembarang material bisa dipake. Ya kami juga baby step, enggak langsung full semuanya eco-friendly, kayak sol sepatu kami itu 35% materialnya dari ban bekas dan kami berusaha semuanya dari lokal.
Baca juga: Gojek bikin Program Akselerator Startup?
Pijakbumi kuat di storytelling, apa efeknya buat customer yang ada?
Karena start-nya Pijakbumi memulai sesuatu yang pertama, yang pertama kami lakukan harus bikin awareness ke konsumen. Dalam raising awareness, kita harus bikin cerita yang relatable ke konsumen. Contoh simpelnya, kami bikin sepatu tapi belakangnya pendek, banyak banget kan orang suka nginjek belakang sepatunya, apalagi waktu masih jadi anak jaman sekolah kan? Nah cerita yang relate kayak gitu, secara enggak langsung bikin emotional bonding dari kami dan konsumen (community).
Rencana selanjutnya buat Pijakbumi?
Kami berusaha lebih buat ngenalin Pijakbumi di level internasional, salah satunya yang di Milan itu, di lokal kita lebih mau banyak orang buat lebih orang, mau giveback ke community juga gak mau ke kami sendiri. Secara internal kami cuman berempat, dan berencana expand our teams. Soalnya udah banyak yang ngajak kolaborasi, ngajak ini itu, jadi takutnya enggak bisa kesentuh semua, dan dengan adanya extra team itu, Pijakbumi bisa bikin milestone yang di-achieve lagi ke depannya.
Apa yang dilihat jika ada calon partner yang berkolaborasi?
Yang dateng itu banyak. Sekarang banyak banget tren collab, apalagi di sneakers kan? Yang kami lihat kira-kira tujuannya mau ngapain, mau collab doang atau mau ngasih impact juga? Selain itu menurut kami, visinya harus sejalan juga baru bisa terjadi. Sebagai contoh terakhir itu sama Kevinswork. Kolaborasi ini bisa terjadi karena Kevinswork-nya sendiri mau ngasih message juga, yang akhirnya diterjemahkan ke produk kolaborasinya. Ya, juga harus ada trust dari kedua belah pihak.
Nah bagi kamu yang tertarik bangun usaha seperti Pijakbumi, tunggu apalagi?