Sekarang ini, banyak dari kita menyadari bahwa bekerja itu gak selamanya kaku, ada yang lagi berkembang-berkembangnya, yang namanya biasa disebut startup. Dan, tidak sedikit juga yang memilih untuk bekerja atau bahkan membuat startup sendiri. Fenomena seperti ini sudah tidak terlalu asing lagi di sekitar kita bukan?.
Oleh karena itu, tidaklah heran jika banyak startup yang bermunculan. Jumlahnya pun terbilang cukup banyak yaitu 2070 startup per Februari 2019 di Indonesia. Itu tandanya startup sangat tumbuh subur di Indonesia, dan fantastisnya, hal itu pun menempatkan Indonesia dalam 5 besar jumlah startup terbanyak di dunia.
Meskipun tumbuh dengan subur, namun sebenarnya tak sedikit startup itu yang mengalami kegagalan. Bisa dibilang jika sebagian besar dari ribuan startup hanya 10% saja yang bisa bertahan, dan sisanya pun terhenti di tengah jalan alias gulung tikar. Itu artinya mendirikan startup itu sangatlah riskan. Tapi, sebenarnya apa yang menyebabkan startups bisa gulung tikar?.
Nah, permasalahannya bukan terletak di perusahaannya, tapi pada pelaku yang bergerak di dalamnya. Mungkin ini bisa dibilang berbeda-beda penyebabnya, jikalau dilihat secara subjektif. Namun, secara garis besar, dalang yang berperan sangat penting dalam kegagalan ini adalah para founders-nya, dengan catatan yang memiliki keterbatasan dalam hal self-awareness.
Apalagi dalam membentuk sebuah ide, karena tidak semua ide baru itu akan membawa keberlanjutan pada startup. Jadi, ide-ide yang baru, dan berasal dari banyak orang itu pun tentunya harus dites dulu sebelum diterapkan. Misalnya, ide untuk meng-hire orang, atau menggunakan modal untuk pengembangan model bisnis.
Ide tidak selamanya baik
Mungkin seringkali, para founders berpikir kalau mengembangkan startups akan menyelesaikan masalah. Oleh karenanya, ide startup tersebut tentunya harus melalui proses validasi agar mengetahui apakah ide tadi bisa menyelesaikan masalah.
Dilansir dari Inc.com (2018), kegagalan startup ini karena para founders merasa stuck dengan ide originalnya, mereka melakukan apapun untuk mewujudkannya, dan tentu saja, *ehm* ingin cepat kaya. Tentu saja untuk mewujudkan ide original pun membutuhkan dana yang bisa dibilang tidaklah sedikit, namun akibat terlalu mengejar ambisi, alhasil dana yang dikeluarkan pun tidak terkontrol dan ide tersebut tidaklah bermanfaat alias tidak mendapatkan keuntungan darinya.
Selanjutnya, tidak selamanya ide yang luar biasa akan membawa startups pada kesuksesan, hal inilah yang seringkali terjadi pada startup yang punya ide sangat luar biasa, dan ternyata tidaklah dibutuhkan ataupun menyelesaikan masalah di masyarakat. Sebab, ide yang imajinatif dan sering disebut-sebut keren itupun, nyatanya tidak lah laku di pasaran.
Baca juga: Memahami Sudut Pandang Investor Dalam Membangun Bisnis Bersama Paul Ahlstrom
Masih besarnya rasa ego
Adanya ekspektasi kalau mendirikan sebuah startup pasti bisa langsung ‘besar’, membuat rasa ego pun menjadi besar. Ya, entah itu merasa lebih baik, merasa lebih pintar, kemudian tidak bisa menerima kenyataan jika melakukan kesalahan. Tentu saja ini akan sangat beresiko bagi pengembangan startup selanjutnya.
Menurut CEO Robotics yang dilansir dari Forbes (2019), pengambilan keputusan pun dalam startup seringkali mengandalkan rasa ego, bukan berdasarkan pada pengalaman dalam mengambil keputusan yang kuat, maupun kemampuan dalam mengelola serta mengembangkan startup. Jadi, untuk melihat track record pun bisa meminimalisir kegagalan startup dari rasa ego yang cukup besar ini, apalagi rasa ego yang dimiliki oleh para founders.
Namun, semua permasalahan itu tentu saja bisa diatasi, jadi tidak usah merasa risau ataupun kehilangan harapan untuk mendirikan sebuah startups. Apalagi kalau dilandasi rasa takut karena membaca penyebab kegagalannya. Nah, berikut ada sedikit tips dari Startups Genome Report agar bisa melahirkan sebuah startup yang sukses.
Kenali siapa konsumennya
Seperti yang dikatakan di atas, kalau ide yang luar biasa itu tidak akan laku karena tidak mengenal siapa sebenarnya konsumennya. Untuk memperjelas hal ini, alangkah baiknya untuk mencari konsumen secara spesifik dan personal agar startups yang akan dibangun pasti menyelesaikan masalah mereka, alias benar-benar sesuai dengan apa yang mereka butuhkan.
Cari tahu cara menemukan ‘mereka’
Setelah mengetahui siapa sasaran empuk utamanya, jalan selanjutnya yang ditempuh adalah cara menemukan konsumennya. Maksudnya adalah cari tahu meraih pasarnya, dan kenali juga cara merebut perhatiannya. Kemudian, jikalau cara yang kita lakukan itu gagal, kita bisa mengubah rencana yang telah dibuat alias melakukan pivoting.
Bersikap lebih bijaksana
Bersikap bijaksana mungkin akan membantu para founders dalam mengembangkan startup. Memang banyak ide yang menarik untuk cepat-cepat ekspansi bisnis, namun ternyata upaya untuk ekspansi, atau biasa disebut scalling itu pun dirasa belum terlalu dibutuhkan. Atau justru, belum melakukan persiapan yang matang ketika melakukan scalling. Oleh karenanya, bisa bersikap lebih bijak dengan melakukan validasi ide sebelum benar-benar dilaksanakan, caranya dengan menganalisis tren pasar, mencari tahu cara engage konsumen, memelihara rencana bisnis, dan bersikap terbuka pada masukan-masukan, serta tentu saja, cara tersebut dipilih secara bijak dan matang.
Jadi, tidak usah merasa risau atau menjadi tidak percaya diri untuk mengembangkan sebuah startup. Intinya, startup dibuat sebagai solusi untuk mengatasi masalah yang ada di masyarakat. Namun, untuk mencapainya pun dibutuhkan validasi ide yang matang dan tidak lupa bersikap lebih bijaksana, agar startup yang dibuat mencapai titik kesuksesan!
Referensi: Merdeka.com, Inc.com, Forbes