Pas lagi di jalan mau berangkat ke kampus, gue kepikiran, “Mau bikin tugas dari dosen, ah!”. Tapi begitu mau nugas, gue beralasan “Nanti aja deh jam 10 pas kelar kelas.” Pas udah jam 10, gue malah mikir, “Abis makan siang kayanya jadi performa terbaik gue buat nugas.” Begitu udah makan siang, ada tugas baru lagi dan gue beralasan “Nanggung nih, nanti deh kerjain pas udah di rumah. Sekalian aja, biar efisien.” Ternyata setelah sampai rumah, apa yang terjadi? Gue capek dan langsung tidur. Repeat everyday. Kalo procrastination ini sampai jadi kebiasaan. Hancurlah hidup gue.
Procrastination, adalah aksi menunda suatu kegiatan. Orang yang melakukan procrastination disebut procrastinator. Salah satu aktivitas yang disukai oleh para procrastinator adalah membuat rencana atau planning. (Hayo ngaku!) Procrastinator menyukai perencanaan karena di dalam perencanaan tidak terdapat aktivitas untuk melakukan. Pada umumnya, planning yang dibuat oleh procrastinator adalah rencana yang kurang spesifik, tidak jelas, ingin sempurna, atau bahkan terlalu banyak sehingga tidak realistis. Ingat, 24 jam yang kita miliki setiap hari, tidak dapat digunakan untuk mengerjakan segala rencana yang dipikirkan. Ketika lo kelar bikin planning, pasti lo mikir, “Gokil, banyak banget plan gue, sempurna nih.”
Bagaimana mungkin, tugas untuk membuat paper 20 halaman dalam waktu 2 minggu. Sedangkan kenyataannya, tinggal 2 hari tersisa, dan kita harus begadang sepanjang malam, melawan kelelahan, berharap hasilnya maksimal, padahal kapasitas tubuh dan pikiran sedang dalam kondisi minimal? Bagaimana bisa? Sekarang nyesel?
Baca juga: Menghidupi Potensi, Mengobati Impotensi
Terus, gimana solusinya?
Solusinya, planning yang lo buat harus memiliki satu prioritas yang harus banget lo lakukan. Lo musti meluangkan waktu untuk bisa fokus di SATU PRIORITAS tersebut. Ga bisa ga! Dan tidak ada alasan apa pun untuk menunda. Terapkan prinsip Pareto 80-20. Dimana untuk banyak kejadian, sekitar 80% efeknya disebabkan oleh 20% dari penyebabnya. 80% dari keberhasilan hidup lo adalah hasil dari 20% usaha lo selama ini. Artinya, cuma ada 20% planning atau usaha yang musti dimaksimalkan untuk mendapatkan 80% keberhasilan. Jadi, tugas lo adalah mempertajam intuisi dan mencari 20% usaha tersebut.
Setelah lo udah pikirin 1 prioritas utama yang musti lo kerjakan, what’s next? Kalo lo adalah seorang procrastinator kelas berat, gue yakin, pasti prioritas itu ga akan lo kerjakan.
Gue punya satu contoh efektif untuk bisa menerapkan prioritas ini.
Baca juga: Mau Menyelesaikan Masalah? Ceritakan Bagaimana Caramu Membuat Roti Bakar!
Katakanlah, gue ingin menjadi full time developer dan akan membuat sebuah aplikasi. Disini, kalo gue menulis prioritas: pelajari cara coding. Otak gue yang punya bawaan procrastinator ini, pasti akan menolak mentah-mentah untuk belajar coding. Jadi, gue harus breakdown satu prioritas tadi menjadi seperti ini:
Step 1: Mendaftar kursus coding untuk jangka waktu 3 bulan
Step 2: Mengerjakan tugas kursus dengan rutin dan identifikasi knowledge gaps
Step 3: Membangun mockup dan mengirimnya ke developer untuk mendapatkan feedback
Tidak ada seorang pun yang bisa “membangun rumah”. Yang ada hanyalah menyusun bata demi bata, dilapisi semen, dan bahan material lainnya, setiap hari, tanpa menyerah, dan akhirnya menjadi rumah. Jadi yang perlu dilakukan seorang procrastinator adalah memulai dengan perlahan dan rutin. Bedakan antara, “Mulai belajar coding pada bulan November” dengan “Mulai belajar coding sejak tanggal 12 November dari jam 6-8 malam”.
Baca juga: Prodigy, Bakat, atau Kerja Keras?
Memulai apa yang telah direncanakan. Komit sama apa yang udah dibuat. Buang semua distraksi, dan mulailah! You need to show yourself you can do it, not tell yourself. They told you, you couldn’t, and that’s why you did.
Cara lain yang dapat dilakukan adalah, menceritakan mengenai satu prioritas tersebut pada orang yang kita percaya, dan meminta tolong untuk mengingatkan dan memotivasi kita saat kita berusaha melakukan penundaan lagi.
Tips lain yang agak gokil tapi worth it adalah dengan menciptakan kepanikan lo sendiri. Misal, kalo lo mau bikin apps buat startup, maka lo musti menentukan tanggal untuk launchingnya, dan kemudian membuat sounding untuk publikasi aplikasinya. Atau kalau lo mau bener-bener membesarkan bisnis yang selama ini “disambi” sama kerjaan, lo bisa ciptakan kepanikan dengan cara memberanikan diri untuk resign dari pekerjaan dan mulai fokus dengan bisnis.
Sekarang udah tahu semua kuncinya, jadi jangan ditunda-tunda lagi, ya!
Baca juga: Politik Kotor? Lalu Siapa Yang Membersihkan?
Image header credit: brainscape.com