Gue yakin, diantara kalian pasti pernah download aplikasi. Entah itu via gadget atau di laptop/PC. Bagi yang sudah familiar dengan dunia download, pasti ga asing dengan yang namanya ‘beta version’. Selain beta version, ada lagi istilah lain yang berbeda, yaitu alpha version. Udah pada tau belom apa itu alpha version? Soalnya dari pengalaman gue kalo download aplikasi, istilah alpha version ini kurang populer dibandingkan dengan beta version.
Definisi alpha version sendiri yang gue rangkum dari beberapa sumber adalah, versi pertama dari sebuah program atau aplikasi (alpha adalah huruf pertama dari alphabet Yunani). Versi ini biasanya belum stabil, memiliki fitur yang belum lengkap, serta masih ada bug atau cacat pada produk. Apa tujuan dari dibuatnya versi alpha? Tentu saja untuk menstabilkan produk, mencari tau bug serta memperbaikinya, dan melengkapi fitur yang ada. Alpha version ini terletak setelah pre-alpha version dan sebelum beta version.
Baca juga: Bikin StartUp dengan Konsep ATM
Sekarang gue jadi tau kenapa gue ga familiar dengan istilah alpha version ini ketika lagi download aplikasi. Karena alpha version biasanya hanya dikonsumsi oleh developer, tim uji produk, dan juga beberapa user yang terpilih. Selain itu, dengan adanya alpha version ini, tim startup bisa mendapatkan feedback dari developer, tim penguji, serta beberapa user tadi untuk menjadikan produk lebih layak dan buildable. Seringkali, alpha version juga digunakan untuk mengidentifikasi dan memecahkan berbagai kesulitan teknis.
Sehingga tim startup akan mengetahui apa yang harus dilakukan pada langkah selanjutnya dalam beta version. Lebih baik tim startup mengambil risiko dengan terus memperbaiki apa saja yang menjadi kelemahan produk. Dibandingkan dengan menyelesaikan keseluruhan produk namun pada akhirnya produk atau aplikasi yang dihasilkan gagal. Inget kan konsep trial and error? Dengan melakukan step by step, maka akan meminimalisir risiko terhadap aplikasi yang sedang dibangun.
Baca juga: Startup yang Bukan Sekedar Instrumen Finansial
Rilisnya versi alpha hingga perbaikan dari versi ini tidak bisa dipublikasikan selain dari komunitas penguji tadi. Analoginya, resep yang belom jadi, apalagi makanannya belom matang, kok mau dijual ke pengunjung restoran? Harusnya dibuat master recipe nya dahulu, dicicipi oleh chef, baru lakukan langkah selanjutnya. Bukannya dapet kritik yang konstruktif, justru tim startup malah dapat complain yang bikin lo semua nge-down. Ga mau kan, startup yang diperjuangkan dari awal malah jadi jatuh gara-gara keburu mau nge-launch produk? Bahkan, versi beta sendiri yang udah lebih stabil aja hanya dipublish ke user yang lebih banyak, namun belum dipersiapkan untuk disebarkan ke target user.
Yang perlu digarisbawahi, target user ga akan dengan sukarela kasih lo masukan untuk memperbaiki fitur dan segala macam perbaikan yang harus dilakukan. Sesuai dengan namanya, mereka cuma pengguna produk aja. Selebihnya, kalo dirasa produk yang mereka gunakan jelek atau ga memberikan manfaat, tanpa pikir panjang mereka akan beralih menggunakan produk lainnya. Itulah alasannya, alpha version hingga beta version menjadi krusial untuk dilakukan oleh tim startup. Di sisi lain, developer, tim penguji, dan beberapa user terpilih menjadi kunci dalam mengembangkan produk lo di tahap ini. Secara kan, ga mungkin lo sendiri ngenilai apa aja yang ‘kurang’ karena bakal berakhir dengan subjektifitas (euforia dari membangun startup masih menggebu dan lo bakal ngerasa produk lo itu udah bagus).
Baca juga: Validasi Ide Startup Aja Nggak Cukup!
Sedikit tips untuk membangun hubungan yang baik dengan komunitas penguji alpha version, yaitu perlakukan mereka lebih dari mitra kerja. Tim startup lo ga bakal kesulitan menawarkan produk ke komunitas penguji, kalo lo punya diferensiasi dan kasih banyak benefit dalam aplikasinya. Feedback yang mereka berikan juga harus segera direspon secara cepat. Walaupun kebanyakan para beginner startup ga akan bisa langsung menjadi professional dalam bidangnya. Karena semuanya dibangun dari langkah terkecil, termasuk membangun alpha version ini. Setidaknya perlihatkan bahwa tim startup lo emang memiliki etos kerja tinggi, etika yang baik, dan semangat menyelesaikan produk.
Jangan kaget kalo nantinya alpha version yang lo buat akan membuat lo gagal lebih cepat. Think the opposite. Seharusnya, lo justru makin optimis, karena tim startup lo juga otomatis akan belajar memperbaiki kesalahan lebih cepat.
Baca juga: Ide Buat Branding Startup Lo? Kenapa Enggak!