Saya lagi jalan-jalan kelilingan di Popcon Asia 2014 kemarin, dan ngga sengaja ngeliat sebuah book signing di doodle area.
Penulisnya sih orang bule, tapi kok judul bukunya Rampokan Jawa & Selebes? Kebetulan saat itu ada beberapa orang lagi antre untuk minta tanda tangan Peter Van Dongen, sang pengarang buku tersebut.
Ngga cuma kasih tanda tangan, Peter juga dengan baik hati bikin doodle alias orat-oretan, secara langsung di sampul bagian dalam bukunya untuk mereka yang datang minta tanda tangan. Bukan doodle sembarang doodle loh, tapi karikatur gambar wajah atau karakter seperti yang ada di novel grafis yang ia buat.
Baca juga: Memimpikan Indonesia Serba Terbuka
Saya langsung buru-buru googling soal Rampokan Jawa & Selebes, dan saya langsung tertarik nanya-nanya sama Peter soal novel grafis nya yang punya gaya komik Eropa macam Tintin, tapi dengan cerita yang berlatar belakang Agresi Militer Belanda di Indonesia tahun 1946-1947.
Hi Peter, denger-denger kamu setengah Indonesia ya?
Iya, Ibu saya keturunan Cina-Manado, tapi keluarganya berasal dari Ternate. Sementara Ayah saya orang Belanda. Saya lahir di Amsterdam, dan baru ke Indonesia tahun 1992. Kali ini sudah kali ke delapan saya ke Indonesia.
Hmm, terus kenapa bikin novel grafis dengan latar Agresi Militer Belanda di Indonesia?
Saya awalnya ngga banyak tahu soal Indonesia, kecuali sedikit-sedikit dari Ibu saya. Di Belanda sendiri, meskipun kita punya sejarah panjang tentang Indonesia, tapi cerita masa lalu soal kolonialisme Hindia Belanda di Indonesia ngga pernah diajarin di sekolah. Padahal kan itu harusnya jadi pelajaran, bahwa kita dulu pernah salah dan kita mengakui bahwa itu bagian dari sejarah.
Akhirnya saya cari tahu sendiri, riset sendiri di perpustakaan, pusat arsip nasional, sampai akhirnya saya datang sendiri ke Indonesia, ke beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, dan Jogja untuk mendatangi tempat-tempat bersejarah seperti gedung-gedung lama dan museum untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas.
Baca juga: Idealisme, Kemewahan Terakhir yang Hanya Dimiliki Pemuda?
Saya bikin buku ini karena Ibu saya, karena cerita-cerita dari beliau tentang Indonesia. Saya juga meriset beberapa referensi, seperti Kapten Raymond Westerling dan pasukan KNIL yang waktu itu masuk ke Indonesia pasca kemerdekaan untuk mencoba masuk dan mengambil alih Indonesia kembali yang kemudian jadi latar cerita buku ini.
Apa kesulitan Peter ketika bikin buku ini?
Cari data di Belanda ngga terlalu sulit sebetulnya, karena arsip-arsip mudah diakses. Yang sulit cari data pendukung di Indonesia karena banyak hal yang sudah hilang atau rusak. Dan ngga semua orang punya akses ke arsip. Saya butuh waktu tiga belas tahun, untuk menyelesaikan dua buku ini, Rampokan Jawa dan Rampokan Selebes. Memang total waktu yang dibutuhkan ngga selama itu, karena saya sambil ngerjain hal lain. Tapi ya rentang waktunya selama itu untuk riset, sketching, ide cerita dan gambar sampai jadi. Tadinya buku ini terbit sendiri-sendiri, tapi pas diterbitkan di sini oleh Gramedia jadi disatukan, terpisah bab saja.
Di Belanda sendiri, gimana tanggapan atas buku ini?
Awalnya orang lihat dan tertarik karena gaya komik saya seperti Tintin. Tapi setelah mereka baca, mereka jadi tertarik soal Indonesia. Gimana pun, kita punya kedekatan sejarah. Belanda dan Indonesia punya love-hate relationship sejak dulu, dan seharusnya kita belajar tentang siapa kita dan asal-usul kita.
***
Saya menutup wawancara dengan Peter sambil berpikir bahwa half-Indonesian kayak dia aja bisa bikin novel grafis keren seperti Rampokan Jawa dan Rampokan Selebes ini. Niat banget sampe riset ke berbagai kota untuk mendapatkan gambaran yang otentik tentang Indonesia di masa itu. Yang luar biasanya lagi, dia bahkan belum pernah ke Indonesia sampai akhirnya memulai untuk membuat buku ini.
Baca juga: Jtoku: Dari Jogja untuk Indonesia, Dari Indonesia untuk Dunia
Emang mungkin kita aja yang jarang menghargai hal-hal yang kita punya. Padahal orang lain melihat itu sebagai sesuatu yang sangat berharga. Salah satunya ya sejarah bangsa kita sendiri. Karena dengan mengenal sejarah, kita bisa tahu siapa kita dan kita bisa belajar untuk ngga mengulang kesalahan yang sama.
Btw, Peter Van Dongen masih ada hari ini dan besok di Popcon Asia 2014. Kalau mau ngobrol dan minta digambarin, Peter ada di area Doodle lho.
Baca juga: Kabar Gembira untuk Kita Semua: Pesta Kreatif Popcon Asia Kini Dibuka!
#popcon2014 adalah rangkaian artikel Ziliun mengenai industri kreatif Indonesia dalam rangka menyambut Popcon (Popular Culture Convention) Asia 2014. Festival komik, film, mainan, dan animasi terbesar di Asia ini akan diselenggarakan di Jakarta, 19-21 September 2014.
header image credit: wikipedia.org