Apa jadinya saat empat tokoh yang peduli dengan nasib bangsa dikumpulkan dan ditarik naik ke atas panggung bersama? Jawabannya: diskusi dua jam penuh yang sangat merombak pola pikir.
Inilah yang terjadi di sesi diskusi Ekonomi yang membuka Indonesian Youth Conference (IYC) tahun ini (28/11). Forum yang dimoderatori oleh Andini Effendi, jurnalis Metro TV ini, menghadirkan Vivi Alatas (ekonom World Bank), H.S Dillon (tokoh Indonesia, Utusan Khusus Presiden bidang Penanggulangan Kemisikinan di masa pemerintahan SBY), Iwan Jaya Azis (Guru Besar di Cornell University dan Universitas Indonesia), dan Antonius W Sumarlin (tenaga ahli bidang ekonomi di Komisi XI DPR RI).
Berikut beberapa insight penting dari sesi Ekonomi IYC tersebut yang semua anak muda harus ketahui:
Tidak ada yang namanya global governance
Apa ada di antara kalian yang bercita-cita bekerja di lembaga internasional seperti PBB atau OECD? H.S. Dillon yang sudah memiliki banyak pengalaman duduk di forum-forum internasional memaparkan bahwa tidak ada yang namanya global governance.
Menurut beliau, kebijakan-kebijakan atau bentuk-bentuk kerjasama internasional seperti perdagangan bebas akan selalu lebih menguntungkan negara-negara adidaya.
Baca juga: Saat Bule Lebih Peduli Daripada Pemerintah Sendiri
Tidak mungkin ekonomi negara berkembang langsung maju dengan perdagangan bebas
Poin pertama tadi kemudian erat kaitannya dengan poin kedua: tidak ada negara berkembang yang langsung maju karena perdagangan bebas.
Korea Selatan, contohnya. Negara yang kemudian sekarang berhasil menyebarkan korean wave ke seluruh penjuru dunia dengan industri entertainment-nya ini mengerti betul bahwa dalam memajukan ekonomi negara, semua harus dimulai dari pembangunan bangsa. Mereka dengan sabar merumuskan dan mengeksekusi langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menjadi negara maju. Mereka melakukan perlindungan terhadap industri dalam negeri, sebelum akhirnya membuka diri terhadap dunia global.
Baca juga: Gara-gara Ariana Grande, Nasionalisme Kita Dipertanyakan
Semua masalah bangsa berakar dari tidak adanya keberpihakan
Insight ketiga ini sangatlah penting untuk kita renungi: apakah pemerintah sudah berpihak kepada rakyat? Apakah kita sendiri sudah berpihak pada bangsa sendiri?
Indonesia akan begini-begini saja jika kita selalu punya mental inferior yang mengagung-agungkan negara lain. Jika ingin membuat perubahan, harus dimulai dari keberpihakan terhadap nasib bangsa sendiri.
Baca juga: Dino Patti Djalal: Teknologi dan Meritokrasi, Kunci Kemajuan Indonesia
Header image credit: dok. IYC