“Konsep tentang kreativitas gak cuma berhenti sebagai jalan untuk mengubah hal-hal yang tradisional aja, namun digunakan sebagai jalan untuk mencari solusi bertahan hidup“
Selama pandemi, manusia-manusia di dunia yang biasanya sibuk berlalu-lalang, sekejap saja dipaksa berdiam diri dalam rumah. Alih-alih menekan laju pertumbuhan kasus yang kian hari, kian menyeramkan. Rasa takut dan cemas kian lekat menyelimuti bumi, sehingga rasa kehampaan pun tentram menemani hari-hari. Namun, rasa ini pun tak berlangsung cukup lama, bagi manusia-manusia yang justru memanfaatkannya untuk menghasilkan kegiatan yang menghidupkan kembali sepinya rumah dalam ruang media sosial.
Tulisan ini dibuat berdasarkan hasil refleksi penulis selama berdiam diri dalam rumah, lalu, apa saja yang dilakukan oleh banyak orang di luar sana?
Sejalan dengan Ruh Ekonomi Kreatif
Siapa yang bakal menyangka jika berdiam diri di rumah, hanya dimanfaatkan sebagian besar untuk rebahan semata? Rebahan memang dianggap sebagai kegiatan bermalas-malasan yang kurang produktif, namun siapa yang akan menyangka bahwa rebahan kini dapat menyelamatkan dunia?
Itulah hal yang terjadi selama masa karantina mandiri saat pandemi. Namun, dari rebahan saja, banyak orang yang justru menghasilkan ide-ide brilian untuk membunuh rasa bosannya. Misalnya, kegiatan webinar pengembangan diri, konser-konser daring, kegiatan bermain gim bersama, sampai dengan menjual hasil karyanya untuk sekedar bertahan hidup bahkan beramal.
Semua kegiatan daring ini diselenggarakan oleh komunitas, perusahaan ternama, media massa, bahkan individual. Penulis pun mungkin di masa-masa bekerja seperti biasanya tidak pernah menghadiri kegiatan ini, namun sejak adanya pandemi, kegiatan ini semua hadir dalam satu layar ponsel pintar.
Alih-alih mati, seakan kegiatan-kegiatan ini dihidupkan oleh kreativitas. Sebelum menelusuri lebih jauh, mari kita telaah dulu apa itu kreativitas?
Definisi Kreativitas
Menurut Mihaly Csikszentmihalyi, kreativitas merupakan seperangkat ide, tindakan, produk yang diubah dari bentuk awalnya yang ditransformasi ke dalam bentuk baru, yang ditambahkan kekhasan novelty sebagai tandanya. Orang-orang kreatif terlihat dari mengekspresikan hal-hal yang kurang umum namun bisa menstimulasi menjadi hal-hal yang menarik, menghasilkan ide-ide segar, dan mengubah budaya melalui sebuah karya, seperti yang dilakukan oleh Leonardo Da Vinci, Picasso, Edison, Einstein, dan tokoh-tokoh terkemuka lainnya.
Intinya, kreativitas dipandang sebagai jalan untuk mengubah hal-hal yang tradisional menjadi ide-ide baru nan original. Terus apa hubungannya dengan kegiatan yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya?
Konsep tentang kreativitas gak cuma berhenti sebagai jalan untuk mengubah hal-hal yang tradisional aja, namun digunakan sebagai jalan untuk mencari solusi bertahan hidup baik membantu sesama dengan donasi atau menghidupi diri sendiri. Konsep yang berkembang selama pandemi ini sejalan dengan ekonomi kreatif.
Dilansir dari British Council, konsep ekonomi kreatif telah berkembang selama 20 tahun terakhir yang dimulai dengan industri kreatif. Namun, konsep ini bergeser ke ekonomi kreatif karena adanya pemanfaatan teknologi yang mengubah model bekerja industri kreatif, sehingga penggunaan makna ekonomi kreatif pun menjadi lebih inklusif.
Pada umumnya, ekonomi kreatif dibentuk dalam kebijakan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi masyarakat di tengah globalisasi yang didukung oleh “wajah-wajah” budaya yang ada di sekitar kita. Lalu, bagaimana kondisi ekonomi kreatif saat ini, khususnya di Indonesia?
Ekonomi kreatif terpuruk?
Seperti banyak dilansir dalam media daring, sektor ekonomi kreatif mengalami keterpurukan signifikan akibat adanya pandemi ini. Hanya sedikit yang dapat bertahan karena umumnya berhubungan sama obyek wisata, karena adanya kebijakan pembatasan sosial, banyak pekerja yang terpaksa dirumahkan.
Walaupun begitu, dilansir dari Kompas.com, para pekerja kreatif memilih untuk tidak diam aja. Sesama pelaku ekonomi kreatif pun membuat penggalangan dana dan menggeser sektor ekonomi kreatif seperti fesyen dan kuliner untuk membantu para tenaga medis serta para pekerja sektor lain yang ikut terdampak agar bisa bertahan hidup.
Begitu pula yang diarahkan oleh Kementerian Pariwisata, untuk menjamin para pekerja sektor kreatif mendapatkan insentif dan membuat konser amal yang bertajuk Konser Solidaritas-Bersama Jaga Indonesia. Sektor utama penyokong ekonomi Indonesia ini diharapkan dapat bangkit pertama kali dan dapat beradaptasi dengan situasi new normal setelah masa pandemi ini berakhir.
Dalam kondisi yang sulit ini, kreativitas dan inovasi-inovasi ini menjadi jalan terbaik bagi individu atau kelompok agar dapat bertahan hidup, meskipun sektor ekonomi ini sendiri mengalami keterpurukan yang signifikan. Skema-skema terbaik pun telah disiapkan demi mendorong ekonomi kreatif bisa bangkit lagi di Indonesia. Hal ini terlihat dari masih berlangsungnya kegiatan-kegiatan kreatif dalam bentuk lain, yaitu dijembatani oleh internet dan terbentuk dalam ruang publik yang sifatnya online. Walaupun hasilnya gak semaksimal kegiatan offline, tapi seenggaknya ruh ekonomi kreatif tetap bisa hidup.
Berpindah ke Jaringan, Bukanlah Masalah
Mungkin manusia yang hidup pada zaman sekarang, bisa bernafas sedikit lega karena diuntungkan oleh zaman yang sudah terkoneksi oleh internet. Jarak jauh dan blurnya batasan-batasan bukanlah sebuah masalah.. Meskipun, gak dapat dipungkiri permasalahan kesenjangan digital masih belum terselesaikan dengan baik. Namun, perpindahan kegiatan yang biasanya berlangsung di luar rumah ke dalam rumah pun berlangsung dengan cukup khidmat.
Aktivitas dalam jaringan pun melesat tajam, seperti data dari Tempo.co, aktivitas online ini meningkat 400 persen, khususnya untuk berbelanja. Baik berbelanja kebutuhan sehari-hari, alat-alat kesehatan, sampai dengan perlengkapan untuk hobi dan kantor.
Lantas adanya pembatasan jarak ini, enggak menghalangi masyarakat, khususnya kelas menengah, dalam memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Bagi yang masih bersekolah, kegiatan belajar di rumah yang diamini oleh kaum rebahan pun terwujud menjadi kenyataan.
Sama halnya dengan belajar, kegiatan perkantoran pun juga dipindahkan berjalan dari rumah. Rekonstruksi mengenai jarak dan berkegiatan di luar rumah pun terjadi selama masa pandemi, dapat disimpulkan bahwa di rumah saja pun bukanlah penghalang untuk berkegiatan seperti biasa bukan?
Peluang ini sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh para pelaku ekonomi kreatif untuk memindahkan kegiatannya hanya melalui layar ponsel pintar saja. Mungkin membutuhkan waktu tersendiri untuk bisa bener-bener mengubah kegiatan ini dari balik layar ponsel. Namun, beberapa pihak yang kita temukan di media sosial pun menyelenggarakan kegiatan talk show, pertunjukan musik, menyelenggarakan bazar secara online dengan promosi-promosi yang menarik konsumen, yang juga didukung oleh platform seperti Instagram dan Youtube.
Alhasil, konsumen pun bisa menikmati kegiatan yang seyogyanya didapati di luar rumah, namun kini bisa disaksikan melalui layar ponsel pintar milik mereka. Tak sedikit pula, para penyelenggara yang membuat kegiatan kompetisi menarik dan kampanye-kampanye solidaritas bersama yang juga dapat menghilangkan kebosanan bagi para konsumen yang berada di rumah saja selama masa pandemi.
Bahkan pembelajaran daring pun juga banyak diselenggarakan oleh beberapa pihak demi menunjang kompetensi pekerja selama dirumahkan akibat pandemi COVID 19 yang dikemas dalam program-program pembekalan seperti umumnya. Dari sini, dapat terlihat bahwasanya kreativitas menjadi kunci yang mendorongnya kegiatan-kegiatan ini dapat berjalan sama halnya seperti masa sebelum pandemi tentunya dengan versi yang berbeda.
Adanya kreativitas ini dapat menentukan apa saja yang dapat diadopsi dan diseimbangkan dengan kehadiran teknologi tanpa menghilangkan sifat manusiawi serta menjaga shared culture.
Merenungkan Kembali Makna Kreativitas: Dari Hura-Hura ke Produktivitas!
Alangkah beruntungnya sebenarnya Indonesia memiliki masyarakat yang bisa dibilang kreatif. Karya-karya kreatif hasil tangan anak Indonesia banyak dikenal oleh dunia. Dari sini, terlihat Indonesia punya berpotensi besar dalam menggarap bidang kreatif ini, ya gak?
Meskipun, tonggak utamanya, pembentukan badan ekonomi kreatif, baru dibangun pada tahun 2016. Sektor ekonomi kreatif ini menjadi salah satu penggerak perekonomian utama bagi Indonesia. Alhasil, pemaknaan kreativitas di Indonesia gak bisa dibilang lagi sebagai sektor yang kurang menjanjikan bagi kehidupan dan kerap membunuh produktivitas alias hura-hura doang. Hal ini seperti yang dilansir pada Kompas.com (2019), melihat tren positif pertumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia yaitu fesyen, kuliner, dan kriya.
Namun, stigma mengenai kreativitas ini masih menjadi problematika tersendiri dihimpun dari Ziliun,com, seperti belum menghargai karya, masih adanya pembajakan/pencurian karya, karya yang dibayar murah, dan kesadaran yang belum merata dari pihak-pihak yang tidak terlibat dengan proses kreatif ini.
Meskipun, kreativitas juga memiliki peranan sebagai alternatif untuk melepaskan stigma-stigma dalam masyarakat. Dalam rangka melepas stigma ini sendiri, tentunya membutuhkan tindakan-tindakan kolektif dari pihak-pihak seperti para ahli, para pekerja kreatif, kurator seni, pihak pemerintah, dan juga masyarakat awam. Lalu, apa yang dapat dilakukan dari hal ini?
Sejak adanya masa pandemi ini, bisa menjadi momentum untuk merekonstruksikan makna mengenai kreativitas, seperti yang ditulis dalam International Journal of Philosophy of Culture and Axiology oleh Kačerauskas (2015) bahwasanya kreativitas lebih dari hiburan dan dapat digunakan untuk memaksimalkan potensi masyarakat yang ditunjang oleh kehadiran teknologi. Kreativitas menjadi faktor kunci dalam pembangunan masyarakat yang kreatif, namun juga melekat pada pembentukan identitas dan tidak dapat dilepaskan dalam budaya tradisional. Lalu, kreativitas pun menjadi alat pengendali soft power yang dapat menggali ide-ide dalam kehidupan yang rumit seperti masa pandemi ini, sehingga dapat menemukan jalan baru untuk membentuk kesadaran masyarakat dan lingkungan sosial yang baru pula.
Hal yang diutarakan ini sejalan juga dengan pemaknaan kreativitas secara umum yaitu sebagai cara untuk menemukan hal-hal yang tersembunyi dan menemukan solusi yang berasal dari ide baru dan bernilai. Ide yang selama ini (baca: ekonomi kreatif) ada dapat dikembangkan sebagai sumber daya yang dapat diperbaharui, merangsang kreativitas masyarakat, menguatkan identitas bangsa, sampai dengan menggerakan roda perekonomian.
“Kreativitas lebih dari hiburan dan dapat digunakan untuk memaksimalkan potensi masyarakat yang ditunjang oleh kehadiran teknologi”
Kačerauskas dalam International Journal of Philosophy of Culture and Axiology
Bagi penulis sendiri, momentum ini menjadikan kreativitas sebagai cara pandang baru bagi masyarakat agar dapat memaksimalkan sumber daya yang dimiliki ditengah keadaan yang sangat terbatas. Kreatif ini digunakan sebagai cara bertahan hidup, bukan hanya sebagai cara untuk bersenang-senang dan tidak produktif semata.
Banyak dilansir oleh media daring, bahwa kreativitas dapat melihat peluang usaha yang menguntungkan dan dapat menemukan cara bertahan hidup baru, sekaligus dapat membantu orang banyak. Perilaku-perilaku baru pun terlahir dari kreativitas ini dengan memanfaatkan daya riset dan jaringan sosial yang dimiliki, bagi yang ingin berusaha di tengah pandemi.
Kemudian, seperti yang dikutip dari Presiden Joko Widodo, dalam Kompas.com (2020), “Banyak lagi karya dan produk Indonesia yang membanggakan. Produk industri kreatif kita bagus-bagus desain dan kualitasnya tidak kalah dengan produk-produk luar negeri. Banyak produk-produk bermutu, berkualitas, yang dihasilkan oleh para industri rumahan kita.” Dari sini, di tengah keterbatasan ini, banyak talenta-talenta baru yang menghasilkan karya dari kreativitasnya, lebih dari sekadar alat perjuangan dan bertahan hidup semata. Mungkin termasuk juga kerabat, teman dekat, bahkan keluarga sendiri bukan?
Menghadapi New Normal
Apa yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang setelah pandemi ini berakhir? Ya, jawabannya adalah hidup normal. Namun, adanya pandemi seperti ini banyak pula yang membahas bahwasanya kehidupan tidak berjalan kembali utuh sama seperti sedia kala, justru melahirkan kehidupan normal yang baru. Prospek-prospek kehidupan normal ini dilahirkan oleh adanya kreativitas yang selama ini terbangun pada masa pandemi.
Dilansir dari The Power of Communications, kreativitas menjadi bentuk respons manusia dalam menghadapi tantangan yang besar dengan menyadari kehidupan baru yaitu berdampingan dengan COVID 19. Situasi kehidupan baru pun akan terlihat ketika masa pelonggaran lockdown atau karantina wilayah ini. Masyarakat pun diharapkan dapat hidup dengan cara yang baru dengan perubahan-perubahan yang terjadi sekarang. Persiapan oleh diri kita pun dilahirkan oleh kreativitas yang telah tertanam dalam diri. Salah satu gambarannya diungkap oleh The Conversation (2020), bahwasanya bentuk kreativitas, yaitu bermain dapat mengubah bentuk pemahaman kita mengenai bentuk kota baru, bentuk bekerja baru, dan bentuk relasi antarmanusia yang lebih peka terhadap gaya hidup yang lebih bersih.
Lantas pertanyaannya, apakah kita, manusia, telah siap sepenuhnya menghadapi kehidupan normal yang baru? Sejauh mana kreativitas kita sudah terasah selama masa pandemi ini? Jawabannya dapat direfleksikan masing-masing, karena pada dasarnya tiap pihak memiliki pilihan-pilihan dalam hidupnya.
Lalu, apa yang kesimpulannya?
Selama masa pandemi, tentu banyak stigma yang kita dengar mengenai kreatif ini, hanya sekadar alat hiburan dan jauh dari kata produktif. Namun, pada momentum ini, manusia diberikan kesempatan untuk melihat kreativitas dalam kacamata baru, yaitu sejalan dengan ruh ekonomi kreatif, dapat dipindahkan juga kedalam jaringan, menjadi alat utama dalam menggerakan produktivitas, dan menyiapkan diri untuk menghadapi kehidupan normal yang baru.
Tak kalah penting, kreativitas juga menjadi jalan perjuangan baru dan cara bertahan hidup di tengah kondisi pandemi yang cukup menyulitkan ini. Bagi penulis, rekonstruksi makna kreativitas perlu dipertimbangkan secara matang oleh berbagai pihak, karena bisa jadi kreativitas sebagai jalan untuk mengembalikan apa yang sudah lumpuh karena pandemi, dengan catatan: jika kreativitas ini diiringi oleh inovasi dan kebijaksanaan diri.