Clay Christensen adalah dosen Kim B. Clark di Harvard Business School. Pada tahun 2011, dia disebut sebagai business thinker paling berpengaruh di dunia oleh Thinkers50. Ia merupakan penulis buku ‘How Will You Measure Your Life?’ yang inspirasinya diambil dari salah satu sesi kuliah yang ia berikan di angkatan 2010 di kampusnya.
Sesi kuliah yang membicarakan tentang bagaimana mahasiswa-mahasiswanya yang segera lulus harus menghadapi dunia yang berganti dengan cepat tersebut sangat inspiratif, sehingga ia diminta menuliskannya menjadi sebuah artikel di Harvard Business Review, kemudian menjadi buku yang laris dan direplikasi menjadi sebuah TED Talk.
Di sini, Ziliun akan mengulas beberapa poin penting yang secara personal disampaikan oleh Clay Christensen melalui wawancaranya dengan Forbes, di antaranya alasan mengapa orang yang berprestasi tinggi justru sering tidak puas dengan yang telah ia capai, dan bagaimana memutuskan jalur karier yang tepat.
Alokasi Sumber Daya
Meski terdengar teknis dan ribet, tetapi secara esensial sungguh sederhana: alokasikan waktu dan tenagamu untuk hal-hal yang tepat. Christensen mengatakan bahwa orang-orang yang berprestasi tinggi seringkali mengalami hal ini, yang justru menjauhkan mereka dari tujuan utama, yaitu hidup yang bahagia.
Menurut analisisnya, hal ini karena orang-orang seperti ini punya default setting di dalam diri mereka untuk mencapai berbagai hal fantastis. Mereka merasa berhasil setiap kali naik gaji, dapat promosi, atau berhasil menjual barang yang sulit dijual. Akibatnya, mereka jadi ingin merasa seperti ini tiap saat, sehingga mereka terus-terusan bekerja.
Masalahnya, rasa keberhasilan ini bukanlah hal yang akan membuat kita merasa bahagia secara jangka panjang. Keberhasilan-keberhasilan ini cepat naik, tetapi cepat turun juga. Justru, hal-hal yang butuh untuk dirawat yang akan memberikan kepuasan yang bertahan lama, yaitu hubungan kita dengan keluarga, teman, dan orang-orang tersayang. Namun, hubungan-hubungan seperti ini jarang memberikan rasa keberhasilan secara cepat–sesuatu yang dicari oleh si over-achiever ini. Misalnya, butuh waktu bertahun-tahun dalam mendidik dan membesarkan anak sampai akhirnya suatu saat kita bisa dengan bangga bilang, “Anakku menjadi anak yang berhasil dan bahagia dengan hidupnya karena didikanku.” Padahal, dengan bekerja terus-terusan, kita ngga akan merasa bahwa kehidupan di rumah atau kehidupan pertemanan kita telah dikorbankan–sampai akhirnya terlambat.
Seperti dalam dunia bisnis, seringkali kita tidak tahu bagaimana mengatasi sebuah masalah karena terlalu berfokus pada hal-hal yang jangka pendek. Padahal, seringkali masalahnya berada pada hal-hal jangka panjang yang telah lama terbengkalai.
Jadi, alokasikan waktu dan tenagamu untuk hal-hal yang juga butuh perawatan konstan. Keberhasilan dan kebahagiaanmu akan lebih lengkap.
Jalur Langsung & Tidak Langsung
Christensen bilang, meski ada orang-orang yang bisa sukses melalui direct path, di dunia nyata hal ini jarang sekali terjadi. Lebih sering kita menemukan tempat kita di dunia melalui indirect path. Misalnya, jadi dosen yang membuatnya dikenal luas justru adalah opsi kariernya yang ketiga. Opsi pertamanya adalah menjadi editor di Wall Street Journal. Dan dengan jadi dosen itu, kesempatannya untuk memenuhi opsinya yang pertama menjadi lebih besar.
Ia berkata, anak muda seperti kita seringkali berpikir bahwa jalan untuk mewujudkan impian hanya bisa ditempuh melalui jalur langsung–kamu tahu ingin jadi apa, dan kamu jalani langkah-langkah yang diperlukan, kemudian jadilah seperti apa yang kamu inginkan. Namun, kalau itu yang terjadi, kalau kamu sudah menemukan apa yang benar-benar memotivasimu, pekerjaan yang kamu cintai, dan mampu menghidupimu dengan cukup, ya bagus. Tetapi, kalau tidak, jangan puas dulu. Terus cari kesempatan untuk mengetuk pintu lain, buka opsimu seluas-luasnya. Suatu saat kamu akan mencari that perfect spot, yang mungkin ngga pernah masuk ke opsimu, tetapi bahagia kamu jalani.
Baca juga: Goals Sering Tidak Tercapai? Ubah Cara Kamu Bikin Goals!
Satu-satunya keahlian yang perlu dimiliki
Set keahlian tertentu tidak ada, yang penting adalah kemampuan untuk memperoleh keahlian-keahlian tersebut. Di dunia yang berubah dengan sering–terutama karena teknologi dan ekonomi–yang bisa bertahan bukan lagi yang terkuat atau terpintar, tapi yang paling cocok di dalam keadaan yang berubah-ubah. Artinya, yang paling tahu caranya untuk belajar terus-menerus.
Mental yang paling penting adalah untuk selalu memiliki kerendahan hati dalam belajar. Di dunia perkuliahan, para mahasiswa biasa belajar dari orang-orang yang memiliki kepandaian dan pengalaman hebat. Saat mereka lulus nanti, mereka akan gantian menjadi orang yang dipandang sebagai orang pandai dan berpengalaman tersebut. Namun, dengan kerendahhatian yang seharusnya dimiliki, sarjana-sarjana atau master-master tersebut akan menyadari bahwa di dunia nyata kita ngga harus selalu belajar dari orang-orang terhebat atau terpintas–kalau begini kesempatan belajar kita sungguh terbatas. Kita bisa belajar dari siapapun, dan dari situasi apapun. Hal inilah yang penting untuk disadari.
Mengatasi “Nggak tau mau kerja apa?”
Pertama, temukan apa yang benar-benar memotivasimu. Banyak lulusan universitas yang mencari kerja dengan filter pikiran (yang disebut oleh Christensen sebagai hygiene factor atau faktor kebersihan, red) seperti berapa gaji saya, apakah jabatannya oke, dll. Itu ngga cukup. Kamu harus mengerjakan apa yang benar-benar kamu sukai, supaya kamu dengan senang hati memangku tanggung jawab dan mencapai hal-hal yang berarti bagimu. Apa yang bikin kamu semangat bangun di pagi hari? Karena pasti ada waktu-waktu di mana kita harus menghabiskan banyak waktu untuk bekerja, lembur, dan lain-lain, penting bagimu untuk secara ikhlas mencintai apa yang kamu kerjakan.
Setelah itu, kita butuh rencana untuk mencapainya. Tetapi, sekali lagi, tidak semua orang harus melalui jalur langsung menuju kesuksesan. Jadi, kalau belum menemukan rencana yang ajeg, ngga apa-apa. Kamu bisa menggantinya setiap saat, bahkan harus! Sampai kamu menemukannya. Tetap buka lebar-lebar pintu dan opsi yang mungkin menyambutmu. Jangan abaikan tantangan yang menantimu, dan tidak memilih jalan tersebut karena terlihat sulit atau ngga bisa jadi kendaraanmu mencapai tujuan. Karena, bisa jadi mereka yang memberimu nilai tambah.
Tujuan Hidup
Menurut Christensen, salah satu yang akan memudahkanmu menemukan apa yang memotivasi, dan kemudian menemukan jalur kehidupan, adalah dengan menemukan tujuan hidupmu. Jika kamu telah menemukannya, segala hal yang kamu lakukan di dunia profesional, personal, bahkan investasi waktu, akan sejalan dengan tujuan itu.
Kata Christensen, sebaiknya kita sudah menemukan tujuan itu dari semenjak kuliah. Namun, kata Ziliun, kalau kamu belum menemukannya waktu kuliah, ngga perlu panik. Kamu masih punya waktu sekarang. Dan jika sudah ketemu, bertekadlah untuk menginvestasikan waktu dan tenagamu untuk itu.