Dalam sesi Nail It Then Scale It: Digital Transformation! yang diadakan di ruang & tempo pada 19 November 2018 lalu, Paul Ahlstrom yang baru saja berpartisipasi di Startup Nations Summit 2018 membagikan ilmunya mengenai bisnis di zaman digital. Paul Ahlstrom merupakan Managing Director dan Co-founder Alta Ventures, perusahaan venture capital yang berfokus pada bisnis-bisnis yang inovatif.
Banyak sekali insight menarik yang Paul bagikan kepada audiens. Sebagai pembuka, ia mengingatkan bahwa di zaman yang berprogres pesat karena teknologi informasi, semua hal berubah. Jadi, semua hal perlu bertransformasi. Cara main berubah. Contohnya, dulu kita membaca buku, sekarang membaca Wikipedia.
Kita pun perlu bertransformasi. Bagaimana caranya? Kalau kamu punya waktu 24 jam sehari, artinya kamu punya banyak waktu untuk melahirkan ide-ide baru. Pikirlah ke depan, apa yang bisa diinovasikan? Kalau punya startup berpikirlah besar, incarlah cara yang keren untuk balik modal. Misalnya, exit (dibeli perusahaan lain yang lebih established) atau dapatkan IPO.
Dalam konteks ekosistem startup Indonesia, agak berisiko untuk berinvestasi di startup yang masih ada di tahap awal karena venture capitalist sering gagal dalam berinvestasi. Sebenarnya ini mengikuti pola dunia startup: sepertiga gagal, sepertiga biasa-biasa saja, sepertiga lagi bertumbuh hebat dan sukses. Jadi, VC akan lebih mempertimbangkan sepertiga yang mempunyai potensi sukses.
Gimana supaya nggak jadi startup yang gagal?
Paul memberikan beberapa tipsnya untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Don’t be a Homer.
Di salah satu episode The Simpsons, Homer ditawari mendesain sebuah mobil untuk perusahaan kakak tirinya. Dianggap sebagai perwakilan masyarakat pada umumnya, ia didorong kakak tirinya untuk mendesain sesuai dengan apa yang masyarakat inginkan. Homer bersikeras menuruti kata hatinya, meski karyawan-karyawan lain banyak protes saat mengikuti proses pembuatan mobil yang Homer desain. Padahal, desain tersebut luar biasa kacau, dan akhirnya perusahaan raksasa tersebut bangkrut karena desain mobil yang Homer buat.
Jangan jadi seperti itu. Kita harus mendengar umpan balik dari konsumen. Jangan biased terhadap orang-orang yang kita pikir kita percaya saja, dengarkan juga feedback orang kebanyakan.
Practise looking stupid.
Gunakan pola pikir ini sebagai strategi masuk pasar. Perusahaan-perusahaan yang telah ada lebih dulu di pasar dan sukses memiliki keuntungan dibanding yang baru masuk–mereka sudah punya pasar yang besar. Jadi, jangan membidik pasar yang sama dengan mereka. Cara untuk mengalahkan market leader adalah dengan melempar ide disruptif. Berikan cara pandang baru yang tidak dilihat orang lain. Mungkin akan terlihat bodoh untuk sementara, karena kita jadi satu-satunya yang berpikiran seperti itu. Tapi bisa jadi ide yang dianggap bodoh tersebut sebenarnya visioner. Jika iya, maka akan ada masanya justru pasar akan tergila-gila dan mengikuti ide tersebut.
Focus on your core competencies.
Jangan buang waktu mencoba menutupi kekurangan. Fokus tingkatkan kompetensi dan kelebihan yang kamu miliki, dan carilah pasar yang bisa mengangkat kompetensi itu sebagai kekuatan produkmu. Ingat. Inovasi adalah tugasmu, validasi adalah tugas konsumen. Hipotesismu mengenai inovasi bisa saja salah, tetapi kamu selalu bisa mengembangkan inovasi dari kompetensi utamamu.
Setelah berbagi kiat-kiat di atas, Paul juga menjawab beberapa pertanyaan menarik dari audiens.
Apa yang dilihat investor saat akan berinvestasi di perusahaanmu?
Beberapa orang bertanya-tanya, apakah investor lebih melihat dampak yang diberikan startup atau keuntungan finansial. Sejujurnya, prioritas para investor berada pada keuntungan finansial. Jika sebuah startup memiliki dampak yang kuat tetapi tidak menghasilkan keuntungan finansial, investor tidak akan berpikir panjang untuk menolak proposal.
Mana yang harus kita kejar dulu, online atau offline?
Semua tergantung model bisnismu. Apa yang kamu lakukan berbeda dari yang lain? Kamu pasti punya niche sendiri. Temukan kekuatan dan advantage bisnis yang kamu kembangkan, dan sesuaikan.
Saat memulai startup, lebih baik melakukannya untuk passion atau selling?
Semua startup sukses dimulai dari passion dengan tujuan untuk selling. Lebih baik jika bisnismu dibeli, bukan dijual. Jadilah perusahaan yang orang lain ingin beli, bukan perusahaan yang harus meyakinkan orang bahwa mereka pantas untuk dijual.
Semua wawasan yang dibagikan Paul Ahlstrom ini tentunya sangat bermanfaat untuk para pegiat bisnis rintisan di Indonesia. Sebagai perwakilan investor, tentunya Paul memberikan sudut pandang dan cara pikir yang luput dari pembangun bisnis. Sehingga, sudut pandang ini bisa menjadi tak ternilai harganya.