Dalam menjalin hubungan sosial, sikap empati menjadi sesuatu yang sangat diperlukan. Sikap ini membantu kita supaya bisa memahami keadaan orang lain. Khususnya, di keadaan yang kurang menyenangkan bagi seseorang. Cuma ada satu hal yang harus kita patut sadari, bersikap empati pun harus ada batasannya. Kita tidak bisa juga secara berlebihan memberikan atau mengekspresikan sikap empati. Soalnya lama-kelamaan, sikap empati yang seharusnya baik, malah jadi toxic empathy.
Apa tuh toxic empathy?
Di artikel ini tertulis bahwa toxic empathy adalah sikap empati yang terlalu merasa bahwa perasaan orang lain sepenuhnya tanggung jawab kita. Ketika kita sudah berada di level ini, kita bukan lagi di tahap menjadi pendengar yang baik, ataupun pemberi sebuah solusi. Namun, kita memikirkan kondisi orang lain dengan sangat intense, misalkan, ketika orang lain stress, kita juga jadi ikutan stress. Sikap empati yang seharusnya baik tujuannya, malah menjadi boomerang untuk kita sendiri.
Kapan kita tahu bahwa sudah ada di level toxic empathy?
Caranya bisa dengan after effect yang kita rasakan setelah mendengar cerita atau melihat keadaan orang lain. Bisa juga dengan reaksi yang kita berikan terhadap dua kondisi tersebut. Apabila after effect atau reaksi kita berlebihan, seperti kita menjadi cemas, terganggu, dan menjadi overthinking. Trus, kita merasa menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas semuanya, berarti sudah termasuk toxic empathy, tuh.
Gimana caranya supaya gak mengalami toxic empathy?
Pertama, jangan mencari tahu lebih detail tentang perasaan atau kondisi orang lain, the less you know is the best. Hal ini dapat mencegah semakin banyak informasi yang kita peroleh. Kedua, set the boundaries. Kita harus menetapkan batasan personal, atau sejauh mana kita bisa terlibat. Bisa juga dengan membuat sebuah pipeline, maksudnya kita sudah menandai tindakan yang akan dilakukan dan apa dampak yang mungkin kita rasakan.
Ketiga, belajar untuk mengatakan “tidak”. Kita tidak bisa terbebani dengan perasaan untuk terus membantu orang lain. Jujur kepada diri sendiri itu penting, kita harus tahu kapan harus membantu, dan sebaliknya. Terakhir, pikirkan bahwa kita tidak bisa bertanggung jawab untuk perasaan dan kondisi orang lain. Kita harus sadar bahwa tidak semua hal bisa kita kontrol, dan berjalan sesuai dengan apa yang kita ekspektasikan.
Baca juga di sini: Empati Bukan Cuma Perasaan, Tapi Juga Keterampilan
Jadi, jangan berlebihan dalam mengekspresikan sikap empati, ya!
Kalo yang namanya berlebihan, pasti gak akan baik, apapun itu. Niat kita mau berempati untuk meringankan beban orang lain, tapi kenapa justru menjadi beban baru untuk diri sendiri. Jangan sampai kita mengalami perasaan seperti itu. Tapi, jangan juga karena terlalu khawatir dengan toxic empathy kita malah gak mau berempati. Boleh saja, asalkan tau batasan dan kemampuan diri sendiri.