Segala keributan mengenai LGBT dan blokir Tumblr akhir-akhir ini juga membuat gw berpikir, apakah kita keliru mengalihkan energi kita? Apakah kita sedang melemahkan spesies kita dengan respon kita?
Mari kita ambil kasus “bullying” di antara anak sekolah. Di social media Ask.fm saya terkadang mendapat curhatan anak sekolah yang komplain menjadi korban bullying secara verbal (itupun bully cemen seperti dikatain karena jerawatan atau jomblo). Kadang-kadang saya rasanya ingin berteriak ke mereka, “STOP WHINING AND STAND UP TO IT. LIFE SUCKS, DEAL WITH IT!” Cobalah berhenti mengeluh, jangan cengeng, dan sekali-kali menghadapi realita hidup yang memang gak enak, termasuk kena bully di sekolah.
Gw gak membela bullying. Gw sendiri adalah korban bullying di sekolah (gw korban bully di SMP dan SMA), dan itu gak enak. Beberapa bentuk bullying bisa sangat keterlaluan dan harus ditindak tegas. Tetapi yang gw pertanyakan adalah apakah realistis untuk menghilangkan bullying sama sekali? Selain itu, seperti eksposure ke kuman dan mikroba diperlukan anak kecil untuk membangun sistem imunitas badan, mungkin eksposure ke perilaku jelek (termasuk bullying) justru perlu untuk membangun “imunitas mental” yang kuat dan gak norak untuk menghadapi dunia nyata sesudah sekolah. Di dunia pekerjaan, kita seringkali harus menghadapi banyak situasi yang lebih buruk dari sekolah. Kolega, bos, dan client yang abusive adalah realita sehari-hari. Jika seorang anak selama sekolah terus-terusan dijaga “steril” mentalnya, tanpa problem dan tantangan (termasuk sedikit bullying), apa yang terjadi saat dia memasuki dunia kerja yang keras? Bullying, to certain extent, adalah “sampel” dunia nyata. Dunia nyata penuh “bully” yang lebih sadis, dan saat itu kita tidak tidak bisa mengadu pada orangtua. Dan di dunia nyata tidak ada guru, Kepala Sekolah, atau POMG untuk dikomplen.
Baca juga: Melemahnya Spesies Kita: Antikuman, Bully, dan Blokir (1)
Spesies kita terlalu terobsesi dengan MENGHILANGKAN ancaman, bukannya MENGHADAPI ancaman. Kita terlalu bernafsu menghilangkan semua kuman, sehingga menggunakan semua produk antikuman untuk si kecil, sampai kita melupakan melatih sistem imunitasnya untuk menghadapi ancaman. Kita terlalu takut akan bullying, dan melupakan untuk melatih anak menghadapi orang jahat dalam hidup. Mungkin adalah lebih baik jika anak diajarkan bahwa akan selalu ada orang jahat di sekolah dan hidup, bagaimana agar tangguh secara mental. Plus bagaimana menendang anak brengsek tepat di selangkangan.
Sekali lagi: pembaca blog ini jangan bodoh, gw TIDAK mendukung bullying di sekolah. Gw pun termasuk korbannya. Tetapi mungkin perlu balance dengan mengajarkan anak agar siap menghadapi bullying. Jangan hanya berusaha menghilangkannya sama sekali. Dan mungkin sang anak justru memiliki “imunitas mental”/mental toughness yang lebih baik saat memasuki dunia orang dewasa.
Baca juga: Generasi Z
Segala keributan mengenai LGBT dan blokir Tumblr akhir-akhir ini juga membuat gw berpikir, apakah kita keliru mengalihkan energi kita? Apakah kita sedang melemahkan spesies kita dengan respon kita? Kita bernafsu “menumpas” topik dan kaum LGBT di sekitar kita (dan ironisnya, topik ini malah semakin populer dan tambah dibicarakan dan menarik perhatian anak-anak). Kita bernafsu “melenyapkan” pornografi, dengan cara blokir sana sini, padahal kita tahu selama ada internet akan selalu ada pornografi di platform apapun. Padahal kaum LGBT sudah aja sejak ribuan tahun, dan akan selalu ada di dunia (di negara-negara maju mereka sudah diakui dan diterima keberadaannya). Pornografi, sama seperti prostitusi, sudah ada sejak lama dan akan selalu ada – sepanjang spesies kita masih memiliki hasrat seks.
Mungkin daripada berusaha “menumpas”, “menghilangkan”, dan “memblokir” dan menghasilkan generasi yang norak dan lebay saat bertemu konsep baru, lebih baik jika anak diajarkan bagaimana menghadapi itu semua secara beradab. Sama seperti mensterilkan anak dari kuman sama sekali justru melemahkan sistem imunitasnya, men”steril”kan manusia dengan berusaha melenyapkan topik LGBT/pornografi sama sekali justru melemahkan “imunitas mental”nya.
Baca juga: Politik Kotor? Lalu Siapa Yang Membersihkan?
Diskusi mengenai LGBT dan orientasi seks yang sehat (memberi pengertian dan menerima perbedaan, bukan mengajarkan kebencian), pendidikan seks yang baik (agar anak tidak lari ke pornografi untuk belajar seks) adalah hal-hal yang lebih mempersiapkan mental untuk “menghadapi” sebuah topik dan polemik, dan bukan sekedar “menghindari”, “melenyapkan”, dan lari terus-terusan.
Jika kita terus-terusan mensterilkan lingkungan anak dari kuman, berusaha melenyapkan bullying (sia-sia), melenyapkan kaum dan topik LGBT (sia-sia dan tidak berperikemanusiaan), memblokir semua situs internet yang mengandung pornografi (juga sia-sia) – mungkin kita sedang melemahkan spesies manusia. Dan masa depan akan diisi manusia-manusia dengan sistem imunitas yang norak dan lebay (sehingga gampang alergi), dengan “imunitas mental” yang norak dan lebay juga (sehingga gampang “alergi intelektual dan kultural” juga).
Mungkin.
Baca juga: Ekonomi Era Digital: Ancaman? atau Peluang?
Artikel ini ditulis oleh Henry Manampiring dan sebelumnya dipublikasikan di blog pribadi Henry
Image header credit: pharmatimes.com