Gue ngaku jadi bookworm sejak Taman Kanak-Kanak. Dari aktifitas membaca ini, banyak pertanyaan muncul yang gue bingung musti nanya ke siapa. Sehingga orang tua lah yang seringkali harus menjawab banyak pertanyaan yang gue ajukan.
Ketika SD, bawaan curious ini masih terus berlanjut. Gue beberapa kali nanya di kelas. Karena ya.. emang ga ngerti. Se-simpel bocah yang penasaran dan tanya ke orang tua nya, “Pa, kok Mama bisa ngelahirin adek? Adeknya muncul darimana?”. Pertanyaan polos karena emang bener-bener ga paham.
Karena beberapa kali nanya, teman-teman ngasih gue julukan, ‘anak cerewet’ dan ‘cari perhatian guru’. Bahkan ada yang sampe ga suka sama gue. Selebay itu. Gue kaget, istilahnya kena culture shock. Di rumah, kalo nanya ga pernah dimarahi, kenapa di sekolah gue dimarahi? Padahal, gue nanya ke guru juga ga sering-sering banget. Karena di kelas jarang ada yang nanya aja, jadi kesannya gue tuh sering banget tanya.
Seiring berjalannya waktu, gue lebih menyaring apa yang harus ditanyakan. Kadang, gue milih diem dan tidak bertanya kepada seseorang. Tapi lebih memilih untuk mencari jawabannya pada objek lain. Membaca buku, misalnya. Atau search di Bing (jaman gue SMP, Google belum sepopuler sekarang).
Baca juga: Nggak Usah Takut Dibilang Pencitraan
Bahkan, gue punya pengalaman nyelekit tentang hal ini. Pas dulu kerja di sebuah perusahaan, gue mengalami kesulitan. Lantas, gue nanya dong sama atasan, “Bu, dokumen gambar yang harus saya print untuk proposal tenant dicetak di kertas A3 atau A4?” Atasan gue nyaut, “Lo masih muda ga usah banyak nanya, deh! Punya 2 kuping dan 1 mulut itu fungsinya buat lebih banyak mendengarkan daripada banyak nanya. Kalo saya nerangin, makanya didengerin!”.
Gue kaget setengah mati denger jawabannya. Padahal beliau belum nerangin apa pun, cuma sekedar delegasi tugas. Emang salah ya, kalo nanya? Nanti kalo hasilnya ga bener, gue dimarahin. Giliran nanya sebelum eksekusi, eh dimarahin juga. Lelah cuy. Semua Serba Salah~ *nyanyi lagunya Raisa*. Apa iya, ‘jenis kertas untuk print proposal tenant’ harus Googling juga? Sampe pencarian di halaman 100 juga ga bakalan ketemu jawabannya keleus.
Dari proses itu, gue belajar bahwa, untuk mencari tahu jawaban dari sebuah proses, ternyata ga mudah. Ada aja tantangannya. Mulai dari perasaan minder karena dikatain caper, sampe faktor eksternal kayak disemprot tadi. Gue 100% membantah apa yang dikatakan atasan, kalo kita harus banyak-banyak mendengar karena punya 2 telinga, dibandingkan jangan banyak bertanya karena hanya punya 1 mulut. Teori darimana, tuh?!
Baca juga: Pemimpin itu Harus Kepo
Panca indra diciptakan untuk dapat diseimbangkan. Bukan untuk menjadi yang lebih dominan. Coba sekarang realistis aja, deh. Orang yang nanya cuma butuh jawaban, kok. Terus, jawabannya buat diapain? Buat didengarkan, diproses lewat telinga. Diresapi. Lalu dieksekusi. Jadi, bertanya dan mendengarkan itu sama pentingnya.
Gue separo kepo dan separo ga terima gara-gara kejadian tadi, lalu menemukan sebuah quotes, “Do you know the secret of the true scholar? In every man there is something wherein I may learn of him; and in that I am his pupil.” – Ralph Waldo Emerson. Intinya, orang yang banyak bertanya, menganggap bahwa, dalam setiap orang ada sesuatu dimana saya bisa belajar dari dia; dan saya adalah muridnya.
Banyak orang kemudian berubah menjadi bego karena nganggep dirinya udah bisa. Jadi, buat apa nanya? Atasan yang udah ngerasa berkuasa jadi ogah nanya sama bawahannya. Maunya main perintah dan eksekusi aja. Kan bawahan kerja gue yang bayar, mungkin begitu pikirnya. Orang-orang dengan gelar jadi mikir, gue sekolah lulusnya susah, otomatis lebih pinter dibandingkan sama orang yang ga sekolah. Lantas menganggap rendah orang yang ga punya gelar.
Baca juga: Don’t burn the bridge!
Banyak orang percaya dengan achievement yand didapatkan, kayak jabatan, gelar, dan uang yang mereka punya, terus jadi ga perlu belajar dari orang yang bukan selevel sama mereka. Sehingga mereka enggan bertanya sama orang yang levelnya ada di bawah. Banyak orang ngaku-ngaku sebagai pembelajar kehidupan, tapi ga mau belajar dan menghargai ide dari orang lain. Hanya karena ngerasa punya kasta yang lebih tinggi dari orang lain. Percaya deh, orang yang banyak bertanya dan mau belajar ga akan keliatan bego. Malu dong, dikalahin sama ego?
Nyadar kan, kejadian kayak gini sering banget ada di sekitar kita? Jadilah orang yang ingin maju dan pinter tanpa takut dibilang caper, dan jangan menjadi orang yang mendadak bego hanya karena ego.