Isu Stunting di Indonesia: Apa Masalahnya? – Ngomongin isu stunting kayaknya gak akan beres-beres apalagi di Indonesia tercinta ini. Persoalan ini jadi sangat pelik karena udah bukan jadi isu kesehatan belaka, tapi juga isu sosial yang bisa berdampak luas dan panjang buat generasi selanjutnya. First thing first, yuk kenalan dulu sama definisi stunting. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia di bawah 5 tahun akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang.
Cirinya yaitu panjang atau tinggi badan anak di bawah standar alias cenderung lebih pendek dari biasanya. Mengutip dari artikel Nestle, ada standar minimal tinggi badan anak, 72 cm-85 cm buat laki-laki usia 1-5, dan 70 cm-84 cm buat perempuan di usia yang sama. Kalo misalnya tinggi anak kurang dari minimal, bisa jadi anak tersebut ngalamin risiko stunting dan harus segera dapetin penanganan.
Mengutip dari artikel Kementerian Kesehatan, stunting ini punya beberapa gejala yang harus kita waspadai. Yaitu pertumbuhan tulang anak yang tertunda, berat badan anak lebih rendah dibanding anak lain di usianya, berat badan lebih rendah, sampe proporsi tubuh anak yang keliatan lebih kecil.
Apa sih faktor penyebab stunting ini?
Penyebab utamanya memang ada di faktor kesehatan, yaitu kurangnya asupan gizi yag anak terima. Biasanya, anak-anak ini gak dapet makanan bernutrisi kayak buah, sayur, telur, susu, daging, sampe kurangnya suplemen vitamin tambahan. Selain itu, ada juga penyebab-penyebab lain yang ngedorong angka stunting terus meningkat selain dari faktor kesehatan.
Mengutip dari jurnal penelitian Universitas Aisyiyah Yogyakarta, ekonomi juga jadi faktor yang berpengaruh buat stunting ini. Banyak orang tua yang hidup di garis kemiskinan sehingga gak bisa beli makanan bergizi, serta gak bisa juga ngasuh dan ngerawat anak secara maksimal karena gak mampu beli kebutuhan sang anak.
Lalu, menurut artikel Kementerian Keuangan, pola asuh yang salah akibat kurangnya pengetahuan dan edukasi bagi ibu hamil dan menyusui juga jadi salah satu faktor lainnya. Orang tua kadang cenderung abai sama apa yang anak bakal konsumsi yang bikin asupan gizi sang anak jadi berkurang. Jadi, faktor pengetahuan sangat berperan di sini! In other words, bukan gak mungkin ya walau lahir dari kondisi ekonomi keluarga yang oke, risiko stunting itu tetap ada!
Selain itu, ada juga faktor kebersihan dan kurangnya fasilitas sanitasi. Di Indonesia sendiri, masih banyaknya lingkungan tempat tinggal yang sanitasinya buruk, kayak kurangnya air bersih, sampe MCK yang gak memadai. Semua faktor ini bikin ibu dan sang anak jadi hidup dalam kondisi lingkungan kotor. Apalagi sanitasi yang buruk dapet nyebabin penyakit infeksi pada anak serta cacingan yang bisa ngenggu proses pencernaan. Kalo ini terjadi terus-terusan, potensi stunting jadi makin besar!
Terus, apa dampak dan risiko dari stunting ini?
Secara kesehatan, sih, stunting ini tentunya bakal berdampak sama pertumbuhan fisik dan kognitif, sampe ngebuat anak jadi punya risiko tinggi buat terkena berbagai penyakit. Misalnya obesitas, kanker, stroke, dll. Selain itu, menurut artikel dari Hai Bunda, stunting ini sangat berdampak sama kecerdasan anak karena pengaruh dari pertumbuhan yang buruk itu tadi.
Lebih jauh daripada itu, stunting juga punya dampak yang besar secara jangka panjang buat produktivitas negara. Lho, sampe segitunya? Ya jelas, dong! Anak-anak yang jadi masa depan dan penerus bangsa ini tentunya harus sehat dan juga cerdas. Kalo misalnya angka stunting makin bertambah dan terus meningkat, ini bakal memengaruhi kualitas SDM di Indonesia sendiri
Dan gimana sih tren stunting di Indonesia saat ini?
Menurut data Survei Status Gizi Indonesia yang diambil dari artikel Kementerian Kesehatan, angka prevalensi balita stunting Indonesia pada tahun 2022 mencapai 21,6% atau turun sebanyak 2,8% dari tahun sebelumnya. Angka ini cukup cukup baik, mengingat target yang dicanangkan pemerintah adalah berkurang sebanyak 2,7% setiap tahunnya. FYI, target jangka panjangnya sendiri, yaitu menurunnya prevalensi stunting sebanyak 14% di tahun 2024.
Walaupun angka prevalensi stunting di Indonesia Ini nunjukin tren yang positif, sebenernya angka-angka ini belum sesuai sama standar minimal WHO. Menurut artikel Kementerian Kesehatan, angka yang harus dikejar supaya bisa sesuai sama standar minimal WHO adalah kurang dari 20%.
Terus, kalo ngomongin daerah dengan peringkat stunting terbesar, mengutip dari artikel Databoks, di posisi 3 teratasnya di tempati sama Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan juga Papua. Penyebabnya ada di infrastruktur yang belum merata. Karena hal ini, beberapa daerah jadi tertinggal dan “gak keurus” dari segi sanitasinya yang ngebuat anak jadi rentan terkena stunting kayak di penjelasan sebelumnya. Tingkat ekonomi yang rendah juga jadi salah satu penyebabnya. Masyarakat dengan kondisi ekonomi yang rendah kesulitan buat ngebeli makanan-makanan yang nyukupin gizi anak. Ya, boro-boro nyukupin gizi anak, udah bisa makan sampe kenyang aja udah bersyukur.