Apa yang lo lakukan ketika lagi pake gadget kemudian daya baterainya menipis? Pasti ambil charger dan mengisi dayanya.
Apa yang lo lakukan ketika bensin lo udah habis? Pasti pergi ke pom bensin buat ngisi tangkinya.
Apa yang lo lakukan ketika sedang bekerja kemudian mengalami kelelahan? Akan kah lo ‘mengisi daya’ dengan istirahat seperti dua kebiasaan lo di atas? Atau tetap meneruskan pekerjaan sampai selesai?
Dengan dalih time is money, banyak diantara kita yang terus geber pekerjaan hingga melebihi kapasitas badan dan otak. Yang penting kerjaan beres. Atasan gak marah. Apalagi kita kaum urban yang tinggal di kota besar. Rasanya, kesibukan itu segalanya. Mobilitas tinggi seakan udah jadi gaya hidup.
Kalo kita renungkan sejenak, hidup itu sendiri adalah sebuah pekerjaan. Disini, gue gak bilang bahwa hidup itu pekerjaan yang sulit. Yang punya prinsip hidup itu kayak air, juga it’s okay. Sah-sah aja. Tergantung mau jadi air yang seperti apa? Yang mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah hingga berakhir arusnya dengan tenang di selokan. Atau air yang bisa menjadi gelombang di laut yang sanggup mengikis karang dan membuat oleng seisi kapal. Up to you. Kan semua itu hanya soal pola pikir.
Baca juga: #ziliuntrip: Indonesia: Jadi Konsumtif atau Produktif?
Faktanya, semakin kita terus menerus bekerja, produktivitas bukannya bertambah, malah muncul yang namanya stress dan badan jadi rawan kena penyakit! By the way, gue pernah baca artikel kalo begadang semalem efeknya di tubuh lebih buruk dari makan junk food selama 6 bulan! Semenakutkan itu. (Lucunya gue nulis artikel ini di pagi buta gara-gara sempet mandeg karena stuck).
Life hack ini agak mindblowing, sih. Kalo lo udah baca artikel tentang procrastination, lo pasti akan lebih dapet feel nya ketika baca kasus ini. Misal, gue dikasih waktu 1 bulan untuk nulis 1 artikel. Apa yang akan gue lakukan? Jelas gue akan kembali menjadi seorang procrastinator dan lebih milih untuk ngerjain artikel mepet sama deadline. Hari-hari sebelumnya pasti gue bakal leha-leha. Karena yang gue pikirkan adalah gue punya waktu yang lebih lama. Berbeda kalo hanya punya waktu 2 hari untuk membuat 1 artikel, pasti gue akan menyelesaikan artikel tersebut secepat mungkin. Dan berharap sisa waktunya bisa untuk istirahat. Gimana, ternyata beda, ya?
Nah, ternyata hal ini udah diriset sama Jack Zenger dan Joseph Folkman dan dipublikasikan di Harvard Business Review. Seperti yang banyak orang lakukan, liburan ternyata jadi salah satu jawaban demi mengurangi stress dan meningkatkan produktivitas. Hasil riset tersebut menyatakan bahwa, para pekerja yang diberi waktu dan dana untuk berlibur, produktivitas pekerjaannya sama besarnya dibandingkan dengan para pekerja yang tidak diberi libur. Lah kok liburannya gak ngefek? Kenapa bisa begitu?
Baca juga: 24/7 CEO, 24/7 MANUSIA
Jadi, para pekerja yang punya jatah libur spesial ini punya tendensi yang tinggi buat bisa menyelesaikan banyak pekerjaannya dalam waktu yang singkat. Orang yang vacation sampe berminggu-minggu hingga berbulan-bulan malah ngerasa overwhelmed sama kerjaannya. Gimana gak, mereka harus beresin pekerjaannya sebelum liburan, dan menyelesaikan banyak sekali tugas usai liburan. Jadi kesannya kayak impas, ya.
Artinya, untuk memaksimalkan produktivitas, lo ga harus pergi ke Karimun Jawa selama satu minggu or having a trip somewhere, karena ini kan juga butuh rencana, waktu, dan budget yang lebih. Caranya cukup dengan lo menyisihkan sedikit aja waktu untuk istirahat dan me-refresh otak serta badan. Ini justru efektif buat bikin produktivitasmu menjadi berkali-kali lipat, lho! Di samping ga makan waktu dan biaya banyak, refreshing ini malah kelihatan simpel. Lakukan apa yang lo suka dan bisa bikin hidup serta pekerjaan jadi makin produktif. Misalnya bantu ngurusin kebun kecil milik Ibu, ajak peliharaan jalan-jalan di sekitar rumah, bikin eksperimen masak, baca banyak buku, main musik, dan lain-lain. Kayak kata HBR sendiri, “That vacation in itself won’t make you more productive, but when you have more days off, you have a strong desire to get more things done in less time.”
Baca juga: Less is (always) More