Pejuang Lembur Seharusnya Dibayar atau Gak, sih? Begini, nih, Faktanya! – Kerja capek-capek dari jam 9 sampe jam 5 plus ngurusin revisian berkali-kali sampe tengah malem, eh…gaji segitu-gitu aja gak dapet tambahan buat lemburan.
Padahal siapa, sih, yang nunda-nunda kerjaan? Perasaan kita udah selesaiin semua kerjaan di jam kerja, manajemen waktu juga udah baik, tapi masih ada aja tambahan ina-ini di luar jam kerja.
Pertanyaannya, kita-kita si pejuang lembur ini seharusnya dibayar atau gak, sih?
Eits, Pejuang Lembur Itu Siapa Aja?
Nah, gampangnya, lembur adalah ketika seorang karyawan bekerja melebihi waktu kerja biasanya atau di luar jam kerja yang telah perusahaan tentukan. Jadi kalo lo termasuk karyawan yang demikian, lo adalah pejuang lembur (ehem…sama…).
Sebagai penjelasan lebih lanjut, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 102/MEN.VI.2004 pada pasal 1 ayat 1 menyebut, karyawan sejatinya bakal mendapatkan uang lembur jika waktu kerja karyawan:
- Melebihi 7 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 6 hari kerja/minggu
- Melebihi 8 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 5 hari kerja/minggu
- Di hari Minggu atau libur nasional
Sejalan dengan itu, menurut career coach yang juga aktif di Instagram, Teddy Diego, overtime di industri apa pun udah wajib banget hukumnya dibayarkan. Bahkan selain aturan ini pun, ada juga aturan mengenai maksimal overtime per hari dan tiap karyawan gak boleh lembur lebih dari itu.
“Tapi ada batasan level. Untuk level supervisor dan manajerial, gak berlaku overtime. Itu sudah konsekuensinya. Kompensasinya udah include benefit,” jelas Teddy.
“Whoaaa, jadi harusnya gue dapet lembur, dong, kalo kerja dari pagi sampe pagi lagi? Gue, kan, bukan manajer!”
Sayangnya, tunggu dulu! Baca dulu penjelasan berikut sampe selesai, yes!
Baca juga di sini: Work-Life Balance di Dunia Kerja: Mitos atau Fakta?
Lembur Dibayar atau Gak, Balik Lagi ke Perusahaannya!
Dilansir dari hukumonline.com, pada dasarnya, undang-undang cuma mengatur hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja secara garis besar dan pokok-pokoknya aja.
Lebih dari itu, perusahaan biasanya dapat mengatur lebih lanjut soal syarat-syarat kerja, tata tertib, hak dan kewajiban masing-masing pekerja—termasuk urusan lembur, tentunya—baik dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), maupun perjanjian kerja bersama (PKB).
Perusahaan dan pekerja juga bisa bersepakat dan bernegosiasi terkait waktu kerja sesuai dengan kebutuhan berdasarkan karakteristik dan jenis pekerjaan, serta jabatan. Pilihan waktu kerja juga bisa dikembangkan sendiri berdasarkan asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 KUHPerdata), sepanjang tetap mengindahkan ketentuan umum.
Terus, Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 102/MEN.VI.2004 tadi juga menyebut kalo emang ada golongan jabatan tertentu yang gak akan mendapat upah kerja lembur.
Baca juga di sini: Menolak Pekerjaan dari Atasan, Wajar atau Kurang Ajar?
Isinya? Kayak gini, nih:
Pasal 4
- Ayat (2): Bagi pekerja/buruh yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu, tidak berhak atas upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dengan ketentuan mendapat upah yang lebih tinggi.
- Ayat (3): Yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah mereka yang memiliki tanggung jawab sebagai pemikir, perencana, pelaksana dan pengendali jalannya perusahaan yang waktu kerjanya tidak dapat dibatasi menurut waktu kerja yang ditetapkan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berkaitan dengan hal ini, Teddy, career coach kita semua tadi bilang, masing-masing perusahaan bisa jadi emang punya concern tertentu terkait pembayaran overtime, misalnya, soal berapa besar kemampuannya untuk bayar karyawan yang overtime.
Baca juga di sini: Cara Menghubungi Recruiter via LinkedIn, Coba dengan 3 Langkah Ini!
Intinya? Pejuang Lembur Seharusnya Dibayar atau Gak?
Nah, dari penjabaran tadi, jelas aturan mengenai lembur itu udah diatur sama pemerintah. Tapi, aturan internal perusahaan dan kesepakatan kerja antara perusahaan dan pegawai juga kemungkinan mengatur hal lain yang lebih spesifik soal si lembur ini.
Makanya, yang bisa lo lakukan adalah: Cari tau dengan detail hak dan kewajiban lo di perusahaan tempat lo kerja. Bahkan kalo perlu, lurusin semuanya sebelum tanda tangan perjanjian kerja, termasuk soal bayaran lemburnya.
Kalo lo gak bahas atau tanya-tanya di awal, jangan kaget kalo ada aturan yang beda dari ekspektasi lo sebagai pekerja.
“Kalo udah dikasih tau di awal sama HR tentang unpaid overtime, ya kita harus aware dan susah juga untuk mengeluh di akhir. Terlambat. Itu urusan kantor sama Dinas Ketenagakerjaan, bukan urusan kandidat,” kata Teddy.
Cuma gak ada salahnya juga kalo lo udah kerja berkali-kali overtime tapi gak dibayar, atau sekalipun dibayar, overtime alias lemburnya udah lebih dari yang diatur sama UU, lo tetep perlu aware dan bawa isu ini lebih lanjut ke atasan atau HR perusahaan.
Akhir kata, moga-moga penjelasan barusan cukup menjawab pertanyaan lo mengenai hak bayaran lembur, ya. Yang terpenting dan gak capek MinZi ingetin: Mau lembur kayak gimana pun, tetep utamain kesehatan fisik dan mental lo.
Kerja emang buat uang, tapi kalo uangnya abis buat berobat, ngapain?
Anyway, buat lo yang pengen update soal isu kekinian di dunia kerja dan berbagai isu menarik lainnya seputar pengembangan diri, jangan lupa main-main ke profil Instagramnya @ziliun, ya!