Alkisah, dua orang temen saya lagi ngopi di suatu kafe, brainstorming ide startup.
Teman 1: “Gue tuh pengen cari gap yang ada di industri gitu lho. Gue gak mau cuma replicate [startup] yang udah ada. Pengen solving problem to the core.
Teman 2: “Maksudnya disruptive gitu, ya?”
Teman 1: “Duh, jangan pake-pake jargon industri gitu, deh! Disruptive segala. Gue bukan mau melawan arus, tapi mau menyelesaikan masalah aja yang fundamental.”
Baca juga: Supaya Berhasil, Slow Down and Chill!
Mendengar percakapan ini, saya pun berpikir, apa iya ya kita udah terlalu banyak memakai jargon industri?
“Bikin startup itu harus yang disruptive.”
“Mending kita bootstrap aja, daripada minta-minta ke VC.”
“Akhirnya mereka pivot, baru deh sukses.”
Anak-anak yang update sama dunia startup mungkin ngerti jargon-jargon industri. Lah, tapi yang awam? Mereka bakal mikir dunia tech startup terlalu berat, terlalu technical, jadi mereka gak memilih untuk nyoba industri ini. Padahal, kalau diterjemahkan dengan lebih sederhana, jargon-jargon ini gampang dimengerti kok.
disruptive = sangat inovatif sampai mengubah perilaku orang atau mengubah peta persaingan
bootstrap = membangun bisnis pakai modal sendiri
pivot = mengubah arah jalannya bisnis karena konsep sebelumnya gagal
Saya menulis artikel ini sebenarnya juga sekaligus untuk mengkritik diri sendiri. Kita ini suka ngomong terlalu tinggi, pake kata-kata yang hanya dimengerti insider, padahal bukannya semakin banyak orang yang mencoba bikin startup teknologi, akan lebih baik?
Baca juga: Hari Gini Pilih-Pilih Otak Kiri atau Otak Kanan?
Banyak pengusaha “tradisional” yang sukses di luar sana, yang berbisnis makanan, pakaian, atau komoditas, yang mungkin sebenarnya tertarik dengan industri teknologi dan digital. Tapi, kalau gara-gara denger terlalu banyak high-level jargon kayak gini, mereka malah jadi males dan menolak bergabung, we really lose out.
Seperti Teman nomor 2 tadi, yang sebenarnya cuma mau mencari masalah yang benar-benar fundamental, lalu berusaha menyelesaikan masalah itu dengan teknologi. He doesn’t need his future idea to be called “disruptive”, he just wants to solve a problem.
Memangnya dulu ada, istilah “disruptive” waktu Thomas Alfa Edison bikin bola lampu, atau waktu Wright Brothers bikin pesawat terbang, dan waktu Ford bikin T-model? The industry jargons sometimes put too much burden on us.
Mungkin udah waktunya kita berusaha lebih humble, berusaha gak sok pinter, dan mulai menggunakan bahasa manusia–manusia pada umumnya.
Baca juga: What They Don’t Talk About When They Talk About Innovation
Header image credit: fastcompany.net