Ziliun
  • Issuepedia
  • Workipedia
  • Inner Space
No Result
View All Result
  • Issuepedia
  • Workipedia
  • Inner Space
No Result
View All Result
Ziliun
No Result
View All Result

Kunci Berinovasi: Lagi-Lagi, Crowdsourcing

PutribyPutri
20/02/2015
in Opinion
2
Kunci Berinovasi: Lagi-Lagi, Crowdsourcing
Share on FacebookShare on Twitter

Lo mungkin pinter. Startup lo mungkin punya the best people in the industry. Tapi, kalau kata Liverpool sih, You’ll Never Walk Alone, atau lebih tepatnya you can never walk alone.

Ada saatnya, dan kemungkinan besar sekarang adalah saatnya, pemerintah, bisnis, dan institusi lainnya benar-benar butuh input dari orang lain.

Dan input ini gak sekadar kita nanya-nanya ke user atau masyarakat: “Produk kita gimana?” “Apa yang perlu di-improve?” Ya, cara itu gak salah, tapi you can do more daripada sekadar survey yang hanya menganggap user sebagai pihak pasif.

You can do more dalam berinovasi dengan satu cara: crowdsourcing.

Sebelumnya, Ziliun pernah membahas bagaimana crowdsourcing–yang artinya adalah proses memperoleh layanan, ide, atau konten dengan mengumpulkan kontribusi dari komunitas online–dapat menjadi solusi untuk dunia pendidikan yang lebih dinamis. Nah, sebenarnya, ga cuma untuk pendidikan, crowdsourcing saat ini bisa menjadi solusi untuk bisnis, pemerintah, dan juga institusi-institusi lain.

RelatedPosts

Sekali-kali Kita Keluar dari Zona Mimpi

Libra Cryptocurrency: Is it a Good Crypto (or Not)?

Baca juga: Crowdsourcing, Solusi Masa Depan Dunia Pendidikan

Di sebuah artikel Harvard Business Review berjudul “Using The Crowd as an Innovation Partner”, dijelaskan tentang ketakutan-ketakutan perusahaan saat ingin mengajak konsumen berkolaborasi menciptakan produk baru. Misalnya, mereka ga yakin konsumen atau user bisa kasih solusi yang sesuai. Mereka juga takut dengan pelanggaran hak kekayaan intelektual. Dan pada dasarnya, memberikan suatu masalah untuk diselesaikan oleh sekelompok stranger itu aneh bagi mereka.

Image credit: archive.wired.com

Tapi sebenarnya, kita bakal kehilangan sesuatu yang besar kalau ga berani melakukan crowdsourcing. Contoh paling jelas adalah crowdsourcing yang dilakukan para ahli biologi di University of Washington untuk membuat struktur protein pembentuk virus HIV. Setelah lebih dari 10 tahun ga berhasil menemukan struktur protein ini, akhirnya seorang ilmuwan membuat video game bernama Foldit yang bertujuan menemukan struktur protein.

Hasilnya? Dalam kurang dari 10 hari, para gamer yang memainkan Foldit berhasil memecahkan masalah yang ga bisa dipecahkan ilmuwan selama lebih dari 10 tahun! Kalau aja waktu itu para ahli biologi gak berani berkolaborasi dengan crowdsourcing, pasti pencarian obat untuk HIV/AIDS masih stuck disitu-situ aja. Gila, gak?

Baca juga: Memimpikan Indonesia Serba Terbuka

Kalau secara sederhana, crowdsourcing itu semudah bikin sayembara di dongeng-dongeng kerajaan. Siapa yang berhasil menemukan blablabla, akan dapat sekarung emas, atau bisa menikah dengan sang putri. Bedanya, di crowdsourcing, terutama yang bentuknya kompetisi kayak game Foldit di atas, orang lebih mengejar kebanggaan atau nilai intrinsik daripada uang. Jatuhnya lebih murah dong daripada sayembara dongeng kerajaan?

Ga cuma dalam bentuk kontes, crowdsourcing bisa juga dalam diinkorporasikan ke dalam sistem. Contoh paling gampang: Wikipedia. Semua orang bisa berkontribusi bikin artikel di ensiklopedia online ini, bikin Wikipedia semakin besar tanpa harus punya ribuan karyawan untuk melengkapi kontennya.

Sekali lagi, seperti judul artikel ini, dalam berinovasi, kita ga bisa jalan sendiri. Minta saran dari orang-orang sih bisa, tapi kalau bisa crowdsourcing, alias langsung berkolaborasi membuat sesuatu bersama-sama, kenapa gak sih?

Baca juga: Guy Kawasaki on The Art of Innovation

Header image credit: sitebuilderreport.com

Bagikan ini:

  • Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)

Menyukai ini:

Suka Memuat...
Tags: Articlesbisniscrowdsourcingentrepreneurshipinovasi
Previous Post

How Will Our Life Be in 5 Years?

Next Post

Masa Depan Bekerja Dengan Coworking Space

Next Post
Masa Depan Bekerja Dengan Coworking Space

Masa Depan Bekerja Dengan Coworking Space

Comments 2

  1. Ping-balik: Saat Video Games dan Sains Berkolaborasi Memecahkan Masalah | Ziliun
  2. Ping-balik: Membangun Ekosistem Inovasi bersama Dina Kosasih dan Makedonia Makerspace | Ziliun

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Yang Terbaru

  • Fenomena Media Alternatif: Efektif Tapi Bisa Bawa Dampak Negatif
  • Fenomena Konser Ramah Lingkungan, Gimana Praktiknya?
  • Mengenal Apa itu Chronically Online
  • Apakah Demokrasi Adalah Sistem Pemerintahan Terbaik?
  • Mengenal Filsafat Stoikisme
Ziliun

Media yang menemani perjalanan anak muda untuk menghadapi kehidupan dan memasuki dunia kerja, serta mendorong dan memotivasi anak muda untuk menjadi versi terbaik diri mereka.

  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Tentang Kami
  • Kerja Sama

Ruang & Tempo Coworking Space

Gedung TEMPO, Jl. Palmerah Barat No. 8, Jakarta Selatan 12210

Bikin kontenmu sekarang!

© 2025 Ziliun All rights reserved.

Ziliun

  • Issuepedia
  • Workipedia
  • Inner Space

© 2025 Ziliun All rights reserved.

%d