Pernah melihat ilustrasi 40 tahun Aqua bersama Indonesia yang tercetak di label botol merek air mineral tersebut? Talenta kreatif di balik kemasan tersebut adalah Renata Owen, seorang ilustrator dari Surabaya yang telah menjadi ilustrator lepas sejak 2011.
Sejak kecil, menggambar merupakan hobi Renata Owen. Hobinya itulah yang menjadi alasan ia memilih jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) di bangku perkuliahan. Renata mengaku bahwa setiap tugas kuliahnya selalu ia selesaikan dengan sentuhan ilustrasi. Selama berkuliah pun ia kerap mengikuti kompetisi ilustrasi, yang membantunya meningkatkan kepercayaan diri sebagai ilustrator.
Namun, Renata justru baru merasa mantap untuk menekuni profesi sebagai ilustrator saat duduk di semester 7, tepatnya ketika ia mendapatkan tawaran pekerjaan untuk ilustrasi kemasan botol air minum tersebut.
“Di situ lah saya merasa yakin bahwa ilustrator adalah profesi yang harus saya tekuni,” kata Renata.
Sejak kecil, Renata memang suka membaca cerita bergambar, seperti dongeng tentang putri-putri. Kegemarannya saat kecil ini diakui Renata sebagai hal yang membentuk imajinasinya.
“Saya rasa masa kecil sangat berpengaruh dalam membentuk soul kita sebagai manusia. Saat kecil saya suka sekali membaca dongeng-dongeng putri bergambar, bermain Barbie, dan menggambar. Saya rasa hal-hal tersebut lah yang secara tidak langsung membentuk imajinasi saya, deskripsi saya mengenai keindahan, dan dunia ideal menurut saya,” ungkap Renata.
Selera Renata yang terbentuk dari cerita-cerita dongeng ini terlihat dalam karya-karya ilustrasinya, seperti sampul novel Dru and Tale of The Five Kingdoms karya Clara Ng. Selain itu, Renata juga menggarap proyek buku ilustrasi sendiri, berjudul The Nonsense Tail.
Walaupun jelas berbakat dalam bidang ilustrasi, Renata Owen bukan berarti tidak mengalami struggle selama menekuni bidang ini. Menurutnya, salah satu yang sering menjadi hambatan adalah industri ilustrasi Indonesia yang memang belum mantap.
“Mungkin karena itu juga masyarakat belum memiliki apresiasi terhadap apa yang kita kerjakan, masih banyak yang tanpa rasa bersalah meminta saya untuk mengerjakan ilustrasi untuk mereka dengan gratis, atau dengan harga yang kurang layak. Tidak ada patokan harga general terhadap ilustrasi, sehingga kami sebagai newbie kebingungan dalam mematok harga, bahkan mungkin kamilah yang menjatuhkan harga pasaran industri kami sendiri,” kisah Renata.
Selain faktor eksternal seperti apresiasi masyarakat, Renata juga sempat merasa bahwa skill yang dimilikinya belumlah maksimal. Kesadaran ini yang mendorongnya untuk terus berlatih.
“Kegagalan terbesar adalah saat saya tidak memiliki cukup skill untuk menggambar apa yang ada dalam pikiran atau ide-ide saya. Keterbatasan skill dan teknik sangat menyesakkan bagi seorang ilustrator, terutama saat harus menggambar sesuatu yang tidak nyaman untuk saya gambar. Untuk mengatasinya, saya harus menerima keterbatasan saya ini, mengakui dengan rendah hati bahwa saya manusia yang tidak sempurna, dan mulai berlatih, bahkan berlatih teknik-teknik dasar menggambar dan estetika,” kata Renata.
Namun, terlepas dari hambatan seperti belum matangnya industri ilustrasi Indonesia, Renata justru mencoba menunjukkan Indonesia lewat karya-karya ilustrasinya. Ia memiliki keinginan bahwa lewat karyanya, orang akan teringat akan segala hal positif tentang Indonesia.
Lalu, apa pola pikir yang dijunjung tinggi oleh Renata Owen dalam berkarya?
“Memiliki visi yang jelas, dan mengimani bahwa saat kita memiliki tujuan yang baik dan positif, maka alam semesta akan turut serta dalam mewujudkannya. Oleh karena itu, kita harus optimis dan tidak pernah menyerah untuk terus berusaha melakukan yang terbaik,” tutup Renata.
Header image credit: printerous.com